Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Menalar Konstruksi Sejarah Pembentukan Madzhab Fiqh Islam dalam Upaya Menyelaraskan Moderasi Bermadzhab Murdan, Muhammad Nur
Al Mabhats : Jurnal Penelitian Sosial Agama Vol 7 No 2 (2022): Al Mabhats : Jurnal Penelitian Sosial Agama
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IAIN Lhokseumawe

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (468.67 KB) | DOI: 10.47766/almabhats.v7i2.1039

Abstract

Abstract: The development of Islamic law (sharia) must be connected to the situation and conditions of the society it faces. This phenomenon has been evident since the prophetic era and continued to develop after the passing of Prophet Muhammad, where the application and establishment of several Islamic laws were formulated through the method of ijtihad (consensus and analogy). The results of ijtihad were then followed by ordinary Muslims, forming certain groups and factions who believed in the truthfulness of their mujtahid imams. At the grassroots level, these differences escalated into disputes and factional fanaticism, sometimes resulting in phenomena within the Muslim community. This article attempts to revisit the history of forming fiqh (Islamic law) schools to strengthen and align moderation in being affiliated with a specific school of thought amid the rigidity of the Muslim community, who blamed each other between schools of thought and another. Abstrak: Perkembangan syariat Islam tidak lepas dari situasi dan kondisi masyarakat yang dihadapinya. Hal ini terlihat sejak era kenabian dan selanjutnya berkembang pada masa sepeninggal Nabi Muhammad saw., dimana penerapan dan penetapan beberapa hukum Islam dirumuskan dengan metode ijtihad (ijma’ dan qiyas). Hasil ijtihad tersebut selanjutnya diikuti oleh ummat Islam yang awam, membentuk kelompok dan golongan tertentu, yang saling meyakini kebenaran imam mujtahid mereka. Perbedaan-perbedaan itu, pada tatanan masyarakat bawah meruncing menjadi perselisihan dan fanatisme golongan, sehingga terkadang masyarakat dihadapkan pada fenomena dalam intern Islam. Tulisan ini mencoba mengulas kembali sejarah pembentukan madzhab fiqh (hukum Islam) dalam usaha menguatkan dan menyelaraskan moderasi dalam bermadzhab di tengah-tengah kejumudan ummat yang saling menyalahkan antara satu madzhab dengan madzhab yang lainnya.
Menakar Eksistensi Agama Pada Era Distrupsi: (Telaah atas Konsep Agama dan Pemahaman Keagamaan ) Murdan, Muhammad Nur
AL-MUTSLA Vol. 5 No. 2 (2023): Jurnal Al Mutsla Desember 2023
Publisher : STAIN MAJENE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46870/jstain.v5i2.770

Abstract

Kehadiran agama di tengah-tengah masyarakat, selain memiliki fungsi yang memberikan pengaruh laten berupa peningkatan ibadah ritual, dia juga seyogyanya memberikan fungsi manifes berupa peningkatan ibadah aktual dalam membentuk pola pikir, tingkah laku dan berkebudayaan. Universalitas agama di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang semakin kompleks dan plural, mengarahkan pada peran dan fungsi agama yang semakin luas pula cakupannya. Oleh karena keragaman bentuk dan intensitas interaksi beragama yang tercipta dalam masyarakat modern saat ini. Agama yang dahulu diyakini hanya berada dalam ruang sekat idea dan akal pikiran manusia, bagi masyarakat modern haruslah teraktualisasi secara nyata dan termanifestasikan dalam bentuk tindak dan prilaku interaksi social. Melalui kajian pustaka dan penyajian data secara deskriptif, penulis mencoba mengurai konsep agama dalam teori kemunculan agama itu sendiri, serta bagaimana bentuk-bentuk pemahaman keagamaan yang ada di sekitar kita. Agama sejatinya adalah merupakan tanggung jawab para pemimpin agama untuk memurnikan pemahaman masyarakat tentang agama dan mendorong kohesi sosial. Agama harus menjadi kekuatan pemersatu dan simbol integritas sosial.
Upaya Menumbuhkan Sikap Moderasi Beragama melalui Budaya Literasi Tafsir pada Masyarakat Pedesaan di Desa Bonde Kecamatan Campalagian, Polman Murdan, Muhammad Nur; Syarifuddin, Syarifuddin; Khalid, Muhammad Nur; Amir, Arpa
PUSAKA Vol 11 No 2 (2023): Pusaka Jurnal Khazanah Keagamaan
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31969/pusaka.v11i2.1248

Abstract

Fenomena hijrah yang sedang tren di tengah masyarakat Indonesia saat ini, sejatinya diharapkan melahirkan pengaruh positif dalam mengembankan nuansa spiritual kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun sangat disayangkan, hal tersebut kadang diiringi pemahaman yang ekstrim dalam beragama, dimana mereka secara sepihak mengklaim bahwa interpretasinyalah atas ayat-ayat al-Qur’an yang paling benar. Mereka menutup mata pada fakta historis akan beragamnya metodologi dan pendekatan interpretasi dalam tradisi penafsiran al-Qur’an oleh para ulamaulama tafsir dari masa ke masa. Oleh karena itu budaya literasi tafsir yang menjadi objek kajian dalam tulisan ini, diharapkan dapat menjawab permasalahan trush claim atau merasa paling benar dalam upaya menumbuhkan wacana moderasi beragama di Indonesia. Budaya literasi Tafsir, bukanlah hal yang baru, namun sudah berjalan sejak awal masamasa penyebaran ajaran agama Islam di Nusantara pada abad ke-16. Begitu pula dengan kegiatan pengajian Tafsir yang senantiasa digalakkan oleh Masjid Raya Campalagian yang sudah berjalan dalam kurun dua abad lamanya. Melalui metode penelitian kualitatif, dengan wawancara mendalam, observasi partisipatif dan dokumentasi sebagai sumber primer, tulisan ini mencoba menguraikan bentuk literasi tafsir oleh Masyarakat di Desa Bonde di lingkungan Masjid Raya Campalagian Mangaji kitta (mangaji kitab kuning) sudah menjadi tradisi dan mengakar di dalam masyarakat Desa Bonde. Tradisi tersebut masih terjaga dengan mengedepankan barakka’ atas amal saleh para ulama-ulama terdahulu. Penggunaan percampuran bahasa Bahasa Indonesia dan Bahasa setempat, dan pemanfaatan media IT menjadi gerakan inovasi yang digalakkan dalam menjawab tantangan multi-kultural dan multi-media masyarakat yang homogen. Antusias masyarakatpun tak memudar untuk senantiasa berperan aktif menjadi mustami’ (pendengar) dalam kegiatan ini, sebagai wadah dalam memperdalam khazanah keilmuan keislaman mereka.
Melacak Praktik Moderasi Beragama pada Pondok Pesantren Syekh Hasan Yamani dan Pondok Pesantren Darud Da’wah wal Irsyad Baruga di Sulawesi Barat Murdan, Muhammad Nur; Syarifuddin, Syarifuddin; Z, Husnah
PUSAKA Vol 13 No 1 (2025): Pusaka Jurnal Khazanah Keagamaan
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31969/pusaka.v13i1.1606

Abstract

Sebagai lembaga pendidikan ke-Islaman tertua di Indonesia, pesantren memainkan peran penting dalam menyebarkan agama Islam yang damaidan toleran di seantero Nusantara. Dengan mengintegrasikan pengajaran ilmu agama dan kehidupan sosial kemasyarakatan dalam kemandiriansistem kurikulumnya, kiai beserta dewan guru bersama-sama membentuk pemahaman keagamaan santri yang inklusif dan mendalam. Selain itu,pondok pesantren juga dianggap sebagai pusat pendidikan yang berbasis nilai lokal, dimana pengajaran kitab kuning, tafsir Al-Qur’an, fikih,tasawuf dan ilmu dasar lainnya telah mengakar pada tradisi lokal, sehingga mudah diterima oleh masyarakat dan menjadi simbol harmonisasi dantoleransi. Hal inilah yang menjadikan pondok pesantren tetap eksis, tumbuh dan berkembang hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis eksistensi Pondok Pesantren di Sulawesi Barat dalam meneguhkan moderasi beragama melalui kurikulum pendidikan agamadan figur kiainya di masyarakat, studi kasus pada Pondok Pesantren Syekh Hasan Yamani dan Pondok Pesantren Darud Da’wah wal Irsyad (DDI) Baruga. Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif-kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Penelitian ini menemukan bahwakedua pondok pesantren tersebut memainkan peran strategis dalam membangun nilai-nilai moderasi melalui kurikulum pendidikan yang komprehensif dan pengasuhan berbasis nilai keislaman, serta pembentukan karakter santri melalui pendekatan integral. Figur kiai menjadi sentral dalam menjaga nilai-nilai tradisi Islam moderat, sementara kemandirian lembaga pesantren diwujudkan melalui pengelolaan sumber daya ekonomi berbasis komunitas.