Proses penyangraian biji kakao pada skala laboratorium umumnya menggunakan roaster sederhana dengan bahan bakar LPG dan proses pembalikan biji secara manual. Hal ini menyebabkan kualitas pada biji hasil penyangraian tidak seragam pada tiap batch produksi. Berbeda dengan skala ganda, mesin penyangraian biji kakao sudah menggunakan bahan bakar listrik dan teknologi yang lebih canggih, sehingga dapat lebih mudah menjaga kualitas produk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan energi dari perbedaan kedua kondisi penyangraian tersebut untuk mengoptimalkan proses produksi cokelat dengan skala yang sesuai. Metode penelitian yang dilakukan adalah melakukan dan mengamati proses penyangraian selama 60 menit. Parameter yang diamati meliputi kadar air, massa biji, dan suhu proses pada kedua skala. Selain itu diamati pula massa LPG yang terpakai untuk skala laboratorium dan daya listrik yang terpakai pada skala pilot. Hasil perhitungan konsumsi energi pada skala laboratorium adalah 5.277,295 kJ/kg dengan total biaya sebesar Rp. 8.437,5/kg. Sedangkan proses penyangraian skala pilot menggunakan listrik memerlukan energi sebesar 1.260 kJ/kg. Biaya listrik yang dikeluarkan jika menggunakan biaya dasar listrik tegangan rendah sebesar Rp1.699,53 per kWh, sehingga biaya listrik yang dikeluarkan kurang lebih sebesar Rp2.141,41/kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mesin sangrai dalam skala pilot lebih murah bila dilakukan produksi massal.