Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

Perubahan Fungsi Ketuk Tilu Di Priangan (1900-2000-an) Herdiani, Een
PANGGUNG Vol 24, No 4 (2014): Dinamika Seni Tari, Rupa dan Desain
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v24i4.128

Abstract

ABSTRACT Ketuk tilu is one of traditional arts which lives and thrives in Priangan community. At the beginning of its creation, Ketuk tilu was allegedly an art having ritual functions to express gratitude as well as to beg for safety and prosperity of mankind. The history methode used to explain that matter. This research describes changes in the social life of Priangan society, especially after the entry of Islamic influence that was then followed with the influence of the West, the function of Ketuk tilu has changed from ritual into entertainment. After the independence of Indonesia, the creativity of community and the needs of aesthetic values began to grow and thrive in Priangan society, thus the function of Ketuk tilu has also changed into performing arts. Keywords: changes, function, Ketuk tilu, priangan    ABSTRAK Ketuk tilu merupakan salah satu  kesenian tradisional  yang hidup dan berkembang pada masyarakat Priangan. Pada awal kelahirannya, Ketuk tilu  diduga kuat sebagai kesenian yang berfungsi ritual untuk mengungkapkan syukur maupun memohon keselamatan dan kese- jahteraan umat manusia. Metode yang digunakan untuk mengungkap permasalahan tersebut adalah metode sejarah. Penelitian ini menjelaskan perubahan kehidupan sosial masyarakat Pri- angan, terutama setelah masuknya pengaruh Islam yang kemudian disusul masuknya penga- ruh Barat, fungsi Ketuk tilu mengalami perubahan dari fungsi ritual, ke fungsi hiburan. Setelah Indonesia merdeka, kreativitas masyarakat dan kebutuhan nilai-nilai  estetika mulai tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Priangan, maka Ketuk tilu pun berubah fungsi menjadi seni pertunjukan. Kata kunci: perubahan, fungsi, Ketuk tilu, prianganABSTRACT Ketuk tilu is one of traditional arts which lives and thrives in Priangan community. At the beginning of its creation, Ketuk tilu was allegedly an art having ritual functions to express gratitude as well as to beg for safety and prosperity of mankind. The history methode used to explain that matter. This research describes changes in the social life of Priangan society, especially after the entry of Islamic influence that was then followed with the influence of the West, the function of Ketuk tilu has changed from ritual into entertainment. After the independence of Indonesia, the creativity of community and the needs of aesthetic values began to grow and thrive in Priangan society, thus the function of Ketuk tilu has also changed into performing arts. Keywords: changes, function, Ketuk tilu, priangan    ABSTRAK Ketuk tilu merupakan salah satu  kesenian tradisional  yang hidup dan berkembang pada masyarakat Priangan. Pada awal kelahirannya, Ketuk tilu  diduga kuat sebagai kesenian yang berfungsi ritual untuk mengungkapkan syukur maupun memohon keselamatan dan kese- jahteraan umat manusia. Metode yang digunakan untuk mengungkap permasalahan tersebut adalah metode sejarah. Penelitian ini menjelaskan perubahan kehidupan sosial masyarakat Pri- angan, terutama setelah masuknya pengaruh Islam yang kemudian disusul masuknya penga- ruh Barat, fungsi Ketuk tilu mengalami perubahan dari fungsi ritual, ke fungsi hiburan. Setelah Indonesia merdeka, kreativitas masyarakat dan kebutuhan nilai-nilai  estetika mulai tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Priangan, maka Ketuk tilu pun berubah fungsi menjadi seni pertunjukan. Kata kunci: perubahan, fungsi, Ketuk tilu, priangan
“Tari Batik Sekar Galuh” Upaya Pemberdayaan Masyarakat Paseban melalui Aktivitas Seni Budaya Lokal Herdiani, Een
PANGGUNG Vol 23, No 2 (2013): Eksplorasi Gagasan, Identitas, dam Keberdayaan Seni
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v23i2.98

Abstract

 ABSTRACT Paseban society is one of traditional Sundanese communities which having uniqueness in their cul- tural life. The mutual aid behaviour still looks strongly developed based on the faith and wisdom inherent in the community. There is, however, a view that Paseban society has different beliefs from other communities which often creates veiled conflict. Nevertheless, Paseban society has spe- cial uniqueness that is Seren Taun activities which presenting the cultural diversity that can unite different religions and beliefs. In the presented diversity, there is an art activity which is often for- gotten, namely batik art creation, whereas batik has a high potential to be developed as a promising local asset. Key words: Tari Batik, empowerment, Paseban society  ABSTRAK Masyarakat Paseban merupakan salah satu kelompok masyarakat adat Sunda yang memi­ liki keunikan dalam kehidupan budayanya. Sifat gotong royong masih tampak kokoh ter­ bangun dengan berdasarkan  keyakinan dan kearifan lokal yang melekat  di antara ko­ munitasnya. Namun demikian, ada pandangan bahwa  masyarakat Paseban mempunyai keyakinan yang berbeda dari masyarakat umum sehingga kerap menimbulkan konflik terselubung. Kendatipun demikian ada keunikan khusus   dalam masyarakatnya yaitu adanya kegiatan Seren Taun dengan menyuguhkan keberagaman budaya yang dapat mem­ persatukan berbagai agama dan keyakinan. Dari keberagaman budaya yang disajikan, ter­ dapat satu kegiatan seni yang kerap terlupakan yaitu seni membatik, padahal batik memi­ liki potensi tinggi untuk dikembangkan menjadi aset daerah yang menjanjikan. Kata Kunci: Tari Batik, pemberdayaan, masyarakat Paseban
Perubahan Fungsi Ketuk Tilu Di Priangan (1900-2000-an) Een Herdiani
PANGGUNG Vol 24, No 4 (2014): Dinamika Seni Tari, Rupa dan Desain
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (291.055 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v24i4.128

Abstract

ABSTRACT Ketuk tilu is one of traditional arts which lives and thrives in Priangan community. At the beginning of its creation, Ketuk tilu was allegedly an art having ritual functions to express gratitude as well as to beg for safety and prosperity of mankind. The history methode used to explain that matter. This research describes changes in the social life of Priangan society, especially after the entry of Islamic influence that was then followed with the influence of the West, the function of Ketuk tilu has changed from ritual into entertainment. After the independence of Indonesia, the creativity of community and the needs of aesthetic values began to grow and thrive in Priangan society, thus the function of Ketuk tilu has also changed into performing arts. Keywords: changes, function, Ketuk tilu, priangan    ABSTRAK Ketuk tilu merupakan salah satu  kesenian tradisional  yang hidup dan berkembang pada masyarakat Priangan. Pada awal kelahirannya, Ketuk tilu  diduga kuat sebagai kesenian yang berfungsi ritual untuk mengungkapkan syukur maupun memohon keselamatan dan kese- jahteraan umat manusia. Metode yang digunakan untuk mengungkap permasalahan tersebut adalah metode sejarah. Penelitian ini menjelaskan perubahan kehidupan sosial masyarakat Pri- angan, terutama setelah masuknya pengaruh Islam yang kemudian disusul masuknya penga- ruh Barat, fungsi Ketuk tilu mengalami perubahan dari fungsi ritual, ke fungsi hiburan. Setelah Indonesia merdeka, kreativitas masyarakat dan kebutuhan nilai-nilai  estetika mulai tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Priangan, maka Ketuk tilu pun berubah fungsi menjadi seni pertunjukan. Kata kunci: perubahan, fungsi, Ketuk tilu, prianganABSTRACT Ketuk tilu is one of traditional arts which lives and thrives in Priangan community. At the beginning of its creation, Ketuk tilu was allegedly an art having ritual functions to express gratitude as well as to beg for safety and prosperity of mankind. The history methode used to explain that matter. This research describes changes in the social life of Priangan society, especially after the entry of Islamic influence that was then followed with the influence of the West, the function of Ketuk tilu has changed from ritual into entertainment. After the independence of Indonesia, the creativity of community and the needs of aesthetic values began to grow and thrive in Priangan society, thus the function of Ketuk tilu has also changed into performing arts. Keywords: changes, function, Ketuk tilu, priangan    ABSTRAK Ketuk tilu merupakan salah satu  kesenian tradisional  yang hidup dan berkembang pada masyarakat Priangan. Pada awal kelahirannya, Ketuk tilu  diduga kuat sebagai kesenian yang berfungsi ritual untuk mengungkapkan syukur maupun memohon keselamatan dan kese- jahteraan umat manusia. Metode yang digunakan untuk mengungkap permasalahan tersebut adalah metode sejarah. Penelitian ini menjelaskan perubahan kehidupan sosial masyarakat Pri- angan, terutama setelah masuknya pengaruh Islam yang kemudian disusul masuknya penga- ruh Barat, fungsi Ketuk tilu mengalami perubahan dari fungsi ritual, ke fungsi hiburan. Setelah Indonesia merdeka, kreativitas masyarakat dan kebutuhan nilai-nilai  estetika mulai tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Priangan, maka Ketuk tilu pun berubah fungsi menjadi seni pertunjukan. Kata kunci: perubahan, fungsi, Ketuk tilu, priangan
Kearifan Lokal Hajat Laut Budaya Maritim Pangandaran Yanti Heriyawati; Een Herdiani; Ipit Saefidier Dimyati
PANGGUNG Vol 30, No 2 (2020): Identitas Sosial Budaya dan Ekonomi Kreatif
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (660.421 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v30i2.1169

Abstract

ABSTRACTHajat Laut (sea celebration) as a tradition of Pangandaran coastal community has been changing as thechanging of the people’s social structure. Pangandaran, a regency which is famous of sea tourism object,still maintains the ritual of Hajat Laut containing local wisdom. This writing is aimed at analyzinghow Hajat Laut as a primordial cultural heritage of nautical community adapts with the social economydevelopment of the people. Mircea Eliade’s view is applied to trace the old views containing local wisdom.Meanwhile, Thomas Kuhn’s proposition bridges the discussion on paradigm dynamics toward theevents of Hajat Laut. in addition to literature study, the data are obtained through observation basedon characteristics of qualitative research. The result shows that Hajat Laut as the heritage of primordialsociety passes through an interpretation process from each of the generations. The anomaly existingin the process of paradigm debates place Hajat Laut in the presence and position adjusting to the livedevelopment need of Pangandaran society as a tourism city. At the same time, the economic, social, andreligious needs are fulfilled by keep maintaining the local wisdom of the culture.Keywords: local wisdom, hajat laut, coastal, PangandaranABSTRAKHajat Laut sebagai tradisi masyarakat pesisir Pangandaran telah mengalami perubahandengan perubahan struktur sosial masyarakatnya. Pangandaran sebagai kabupaten yangterkenal dengan objek wisata laut ini masih menyimpan ritual Hajat Laut yang bermuatankearifan lokal. Tulisan ini bertujuan mengkaji bagaimana Hajat Laut sebagai warisan budayaprimordial masyarakat laut mengalami proses adaptasi dengan perkembangan sosial ekonomimasyarakatnya. Pemikiran Mircea Eliade digunakan untuk menelusuri jejak-jejak pemikiranlama yang bermuatan kearifan lokal. Sementara pandangan Thomas Kuhn menjembatani dalampembahasan dinamika paradigma terhadap peristiwa Hajat Laut. Selain studi pustaka, datadatapenelitian dikumpulkan melalui observasi berdasarkan karakteristik penelitian kualitatif.Hasil kajian menunjukkan bahwa, Hajat Laut sebagai warisan masyarakat primordial melewatiproses interpretasi dari setiap generasinya. Anomali yang terjadi dalam proses perdebatanparadigma menempatkan Hajat Laut kini hadir dan mengalir sesuai dengan perkembangankebutuhan hidup masyarakat Pangandaran, sebagai kota wisata. Secara bersamaan pemenuhankebutuhan ekonomi, sosial, dan religi terpenuhi dengan tetap mempertahankan nilai-nilaikearifan lokal budayanya.Kata Kunci: kearifan lokal, hajat laut, pesisir, Pangandaran
METODE SEJARAH DALAM PENELITIAN TARI Een Herdiani
Jurnal Seni Makalangan Vol 3, No 2 (2016): "Menelisik Tradisi Mengais Kreasi"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (504.088 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v3i2.889

Abstract

ABSTRAK Tari merupakan bentuk seni yang menggunakan gerak sebagai medium dalam mengungkapkan ekspresi jiwa penggarapnya. Kelahiran tari seiring dengan kehadiran manusia di dunia ini. Sejak kelahirannya hingga kini tari tetap hidup karena memiliki fungsi di masyarakat. Tari dan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena tari lahir dari sebuah kebutuhan. Kebutuhan yang berkaitan dengan religi, hiburan, maupun estetik. Dinamika kehidupan tari dari waktu mengalami perubahan karena tari bersifat dinamis. Perubahan keberadaan tari sejalan dengan perubahan sosial suatu masyarakat. Untuk menggali dinamika kehidupan tari dalam suatu masyarakat akan sangat tepat dengan menggunakan metode sejarah. Metode ini dapat mengungkap bagaimana perjalanan sejarah tari dari waktu ke waktu baik yang berkaitan dengan teks maupun konteksnya.   Kata Kunci: metode sejarah, dinamika tari  AbstractDance is an art form which uses movement as a medium in expressing the soul of its choreographer. The emerging of dance is along with the human presence in this world. Since its appearance until now dance remains alive because it has function in society. Dance and society can not be separated from each other because dance appeared from its need. The needs related to religion, entertainment, and aesthetics. The dynamic of dance life from time changes because dance is dynamic. The change of the existence of dance is in line with social change pf a society. To explore the dynamics of dance life in a society would be very appropriate by using historical method. This method can reveal how the history of dance travel from time to time both related to the text and context. Keyword: historical method, dance dynamic   
R. ONO LESMANA KARTADIKOESOEMAH KREATOR TARI SUNDA GAYA SUMEDANG (1901–1987) R. Widawati Noer Lesmana dan Een Herdiani
Jurnal Seni Makalangan Vol 7, No 1 (2020): "GELIAT TARI DI BUMI TRADISI"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/mklng.v7i1.1291

Abstract

ABSTRAKR. Ono Lesmana Kartadikoesoemah merupakan tokoh Tari Sunda yang berhasil mengembangkan Tari Sunda menjadi menarik, tidak hanya sebagai tari pertunjukan, namun juga sebagai materi bahan ajar, baik di sekolah, sangar-sanggar seni, maupun di Perguruan Tinggi Seni. Karya seni yang lebih dikenal dan digemari adalah tari Wayang, tari Keurseus, dan tari Topeng. Tarian tersebut merupakan improvisasi, modifikasi, inovasi serta seleksi terhadap tari Topeng Cirebon dan Tayuban. Karya-karyanya mampu bertahan sampai sekarang dan masih dipelajari di antaranya; tari Jakasona, tari Jayengrana, tari Ekalaya, tari Gandamanah, tari Gatotkaca, tari Topeng  Menak Jingga,  tari Leunyepan  dan tari  Gawil.  Atasdedikasi dan Prestasinya, pada tahun 1982 pemerintah Republik Indonesia menganugrahkan “Piagam Hadiah Seni”. Fenomena kreativitas R. Ono Lesmana Kartadikoesoemah cukup menawarkan daya tarik untuk diamati dalam suatu penelitian. Untuk menjawab permasalahan kreativitasnya,  digunakan teori Penjelasan Sejarah Kuntowijoyo dengan metode Sejarah melalui tahapan heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Adapun hasil yang didapatkan adalah bahwa R. Ono Lesmana Kartadikoesoemah telah menggunakan bakat, potensi, kualitas dan kapasitasnya dalam proses menciptakan karya seninya.Kata Kunci : R. Ono Lesmana Kartadikoesoemah, Kreator Tari Sunda, Tokoh Tari Sunda. ABSTRACTR. Ono Lesmana Kartadikoesoemah A Creator of Sundanese Dance of Sumedang Style (1901-1987), June 2020. R. Ono Lesmana Kartadikoesoemah is a Sundanese dance figure who succeeded in developing Sundanese dance to be interesting, not only as a dance performance  but also as a teaching material in schools, art studios, and in the College of Arts. The art works that are well known and favored are Wayang dance, Keurseus dance, and Mask dance. The dances are improvisation, modification, innovation and selection of the Cirebon mask dance and Tayuban. His works have been able to survive to this day and are still being studied, among others; Jakasona dance, Jayengrana dance, Ekalaya dance, Gandamanah dance, Gatotkaca dance, Menak Jingga Mask dance, Leunyepan dance, and Gawil dance. For his dedication and achievement, in 1982 the government of the Republic of Indonesia awarded him "The Charter of Art Prizes". The creativity phenomenon of R. Ono Lesmana Kartadikoesoemah offers interests to be observed in a study. To answer the problem of creativity, Kuntowijoyo's Historical Explanation theory is used with the History method through stages of heuristics, critics, interpretation and historiography. The results show that R. Ono Lesmana Kartadikoesoemah has used his talent, potential, quality and capacity in the process of creating his artworks.Keywords: R. Ono Lesmana Kartadikoesoemah, Sundanese Dance Creator, Sundanese Dance Figure. 
THE EXISTENCE OF TEJAKULA WAYANG WONG DANCE DRAMA, A CULTURAL HERITAGE FOR PRESERVATION, DELAMINATION, AND TOURISM ATTRACTION Een Herdiani; I Gusti Ngurah Sudibya; Endang Caturwati; Sri Rochana W; Suzen HR Lumbuan Tobing; Muhammad Mughni Munggaran
International Journal of Social Science Vol. 1 No. 5: February 2022
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53625/ijss.v1i5.1304

Abstract

The various extent of publications by Tejakula Wayang Wong (literally Human Wayang) indicates the conservation efforts of art observers who jointly maintain this tremendous cultural heritage conforming to their respective capacities.Pengempon residents perform this art performance as sincere and earnest offerings to the Almighty for the abundance of His Blessings. In Bali, there are types of Wayang Wong, e.g., Wayang Wong Parwa and Wayang Wong Ramayana. The Wayang Wong Parwato the play from the epic Mahabharata, while Wayang Wong Ramayana took the play from the epic Ramayana. The emergence of the Wayang Wong dance-drama in Bali is estimated when Balinese artistic life experienced its peak of glory during the reign of Dalem Watu Renggong. It is estimated that artists such as I Dewa Batan from Bunutin Village (Bangli) brought the Parwa dance around the XVII- XVIII centuries, and I Gusti Ngurah Made Jelantik from Blahbatuh Village (Gianyar) brought the Gambuh Dance.These two artists create Wayang Wong's performance art in Tejakula Village. How can this Wayang Wong drama dance still exist and even become a tourism attraction? What are the residents doing to maintain this cultural heritage?These questions become the trigger to find out the answers through interviews, watching live performances, and literature studies to find references as supporting data for this article. Community participation in the owners is the main determining factor for the sustainability of this Wayang Wong dance drama. The district and provincial governments' customs, attention, and motivationtrigger the growth of new awareness for the millennial generation to love their own culture.People's dedication is very high and no doubt because their offerings are not measured financially, but the satisfaction for being able to pray and their own pride because their family witnesses it, children, wives, grandchildren and even very possibly by their own parents. Wayang Wong is regarded as intangible cultural heritage is the correct and precise act to appreciate and motivate its sustainability.
KEPUNAHAN TARI BADAYA DI KABUPATEN PRIANGAN: KABUPATEN BANDUNG, SUMEDANG, dan CIAMIS (1860-1950) Kustiana Kustiana; Een Herdiani; Heri Herdini
Jurnal Seni Makalangan Vol 9, No 1 (2022): "Menggali Inspirasi Dari Tradisi"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/mklng.v9i1.2069

Abstract

ABSTRAKTari Badaya merupakan tarian klasik yang hidup di Kabupaten-kabupaten Priangan, akan tetapi dalam perkembangannya tarian tersebut mengalami kepunahan setelah masa kemerdekaan. Sejalan dengan hal tersebut maka, penelitian ini menggunakan teori gerak sejarah dari Oswalt Spengler yang menyebutkan bahwa setiap kebudayaan layaknya siklus mahluk hidup yakni, lahir, berkembang, masa puncak, kemudian mati. Metode yang digunakan ialah metode sejarah yakni heuristik, kritik, interpretasi, serta historiografi. Badaya ditemukan di Kabupaten Bandung, Sumedang (1866), serta Ciamis (1930), dalam pekembangannya tari badaya pernah hidup di tiap kabupaten, yang berfungsi sebagai tarian penyambutan tamu, serta perangkat status sosial menak Sunda pada masa itu. Tari Badaya mulai punah seiring dengan pemindahan tampuk kekuasaan dari bupati ke bupati selanjutnya, kemudian pemindahan kekuasaan Belanda kepada Jepang, higga masa kemerdekaan membuat fungsi kabupaten tidak lagi menjadi pusat kebudayaan. Selain itu muncul tarian baru yang menggeser keberadaan Tari Badaya yang akhirnya punah sekitar tahun 1950-an.Kata Kunci: Tari Badaya, Sejarah, Kepunahan.ABSTRACT THE EXTINCTION OF THE BADAYA DANCE IN PRIANGAN REGENCY: BANDUNG, SUMEDANG, and CIAMIS DISTRICT (1860-1950), June 2022. Badaya dance is a classical dance that lives in Priangan regencies, but in its development the dance experienced extinction after the independence period. In line with this, this study uses the theory of historical motion from Oswalt Spengler which states that every culture is like a cycle of living things, namely, birth, development, peak period, then death. The method used is the historical method, namely heuristics, criticism, interpretation, and historiography. Badaya was found in the districts of Bandung, Sumedang (1866), and Ciamis (1930), in its development the Badaya dance had lived in each district, which functioned as a dance to welcome guests, as well as a tool for Sundanese social status at that time. Badaya dance began to become extinct along with the transfer of power from the regent to the next regent, then the transfer of Dutch power to Japan, Until the independence period, the function of the district was no longer a cultural center. In addition, a new dance emerged that replaced the existence of the Badaya Dance which eventually became extinct around the 1950. Keywords: Badaya Dance, History, Extinction.  
Konstruksi Sosial Nicky Astria Sebagai Lady Rocker Indonesia Yully Hidayah; Een Herdiani; Retno Dwimarwati
PANTUN Vol 6, No 2 (2021): Karakter Seni Lokal Untuk Penguatan Budaya Nusantara
Publisher : Pascasarjana ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/pantun.v6i2.1814

Abstract

The focus of this study is on the social construction of Nicky Astria as a singer on the influence of the development of rock music in Indonesia. The term “constructive” refers to the structuralist-constructive theory of Pierre Bourdieu or better known as social constructivism or postmodernism which recognizes the role of subjects and objects in the development of science. The theory is then applied to map, analyze, and e xplain the construction including the realm, habitus, and capital which represent Nicky Astria as a Lady Rocker. The research method applied is Kuntowijoyo approach, namely history to understand life records, namely the era that is the background of the biography and the socio-political environment. Qualitative data are obtained by literature study, observation of the works and figures of Nicky Astria and interview with Nicky Astria and other sources related to Nicky Astria as the research subject. The results of the study shows that Nicky Astria as Lady Rocker is represented through her consistency and popularity in the world of rock music. Her activities and productivities color and contribute to the development of rock music in Indonesia.Keywords: Nicky Astria, structural constructive, Lady Rocker
NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DRAMATARI “ANGKLING ARDHANARESWARI” SEBAGAI KREATIVITAS MEDIA PENGENALAN FOLKLORE TASIKMALAYA Yosep Gunawan; Een Herdiani; Ignasius Herry Subiantoro
BUANA ILMU Vol 6 No 2 (2022): Buana Ilmu
Publisher : Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/bi.v6i2.2349

Abstract

Cerita rakyat pada dasarnya merupakan cerita lisan yang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat.Cerita rakyat itu sendiri bagian dari pada folklore tergolong dalam folklore lisan yang berbentuk prosa.Sastra lisan merupakan salah satu bentuk produk budaya yang diciptakan dan diwarisi secara lisan dan turun-menurun melalui alat pengingat (memonic devices). Bentuk sastra ini terus hidup dalam tradisinya dan berkembang menyesuaikan perkembangan masyarakatnya. Sastra lisan sangat beragam bentuknya, mulai dari bahasa rakyat, ungkapan tradisional (pepatah dan peribahasa), pertanyaan tradisional (teka-teki), puisi rakyat (pantun, syair, bidal, dll), dan prosa rakyat, mite (myth), legenda, (legend), dan dongeng (folktale), serta nyanyian rakyat. Jenis sastralisan ini yakni cerita lisan Ambu Hawuk dalam masyarakat Daerah Tasikmalaya Metode yang digunakan DeskriptifKualitatif dengan pendekatan Hermeneutik.Pengumpulan data berupa wawancara dan dokumen tertulis.implementasinya diwujudkan dalam bentuk seni pertunjukan dramatari.Nilai pendidikan karakter yang ditemukan dalam cerita Ambu Hawuk, yaitu pemberani, tanggung jawab, peduli sosial, disiplin, rendah hati. Cerita yang relevan sebagai sarana kreativitas media pelestarian serta pengenalan folklore yang ada di Daerah Tasikmalaya. Kata Kunci:Nilai Pendidikan Karakter, Dramatari, Kreativitas, Folklore Tasikmalaya