Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Landasan Dakwah Multikultural: Studi Kasus Fatwa MUI tentang Pengharaman Pluralisme Agama Kristianto, Aris; Dedy Pradesa
INTELEKSIA: Jurnal Pengembangan Ilmu Dakwah Vol 2 No 1 (2020)
Publisher : STID Al-Hadid

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (440.964 KB) | DOI: 10.55372/inteleksiajpid.v2i1.96

Abstract

Studi ini berangkat dari gagasan dakwah multikultural yang relevan dengan konteks Indonesia. Sebagai sebuah pendekatan dakwah berbasis multikultural perlu memiliki landasan yang tepat dalam pelaksanaannya, karena konsep multikultural bersinggungan dengan konsep pluralisme teologis yang ternyata maknanya tidak tunggal. Sisi lain MUI sebagai Lembaga yang mengeluarkan fatwa Nomor 7 Tahun 2005 tentang keharaman pluralisme. Di sinilah perlunya pengkajian fatwa MUI tentang pengharaman pluralisme teologis sebagai landasan dakwah multikultural. Studi ini berfokus pada menelaah fatwa MUI tentang pengharaman pluralisme agama dan keabsahan makna khusus pluralisme agama, serta implikasi fatwa tersebut bagi pelaksanaan dakwah multikultural. Metodologi studi secara kualitatif deskriptif dengan pendekatan kepustakaan. Analisis berpijak pada konsep pluralisme, karakteristik dakwah multikultural, serta kelembagaan MUI dan fatwanya. Hasil studi menunjukkan bahwa pemaknaan pluralisme yang digagas MUI absah sebab berangkat dari pengertian awal pemahaman masyarakat, sehingga fatwa tersebut dapat diterima kebenarannya. Implikasi fatwa tersebut terletak pada tiga hal, yaitu perlunya pengembangan materi antipluralisme dan promultikultural, pengembangan strategi dakwah berbasis kultural dan mengedepankan kerukunan, penyikapan perbedaan dengan dialog dan toleransi aktif untuk hidup Bersama.
Difusi Inovasi Dakwah Mushab Bin Umair di Madinah Sebelum Baiat Aqabah II Kristianto, Aris; Faisal , Muhammad
INTELEKSIA: Jurnal Pengembangan Ilmu Dakwah Vol 5 No 2 (2023)
Publisher : STID Al-Hadid

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55372/inteleksiajpid.v5i2.280

Abstract

Studi ini bertujuan untuk mengetahui difusi inovasi yang dilakukan oleh Mushab bin Umair dalam pemberdayaan pemikiran, yaitu penyebaran ajaran agama Islam tentang awal kewajiban salat Jumat di Kota Madinah. Latar belakangnya karena adanya anggapan pemberdayaan masyarakat selalu berdimensi materi. Sedangkan pemberdayaan masyarakat yang bersifat keagamaan dan keamanan seperti kesuksesan dakwah Nabi Muhammad di Madinah kurang mendapat perhatian. Metodologi studi adalah kualitatif pustaka, data dikumpulkan berdasarkan sumber kepustakaan yang mengkaji tentang penyebaran ajaran Islam oleh Mushab di Madinah sebelum baiat Aqabah II. Hasil studi menjelaskan bahwa peranan komponen sistem sosial yang mempercepat terjadinya proses difusi inovasi dakwah di Madinah yang dilakukan oleh Mushab bin Umair, satu diantaranya atas izin Nabi Muhammad dakwah perintah salat Jumat. Kesuksesan dalam penyebaran ajaran agama tersebut tidak terlepas dari seorang agen perubahan, yaitu Mushab bin Umair, satu tahun sebelum terjadinya baiat Aqabah II. Komunikasi antar pribadinya menghasilkan hubungan baik dan mendorong tokoh penting Madinah menyebarkan ajaran Islam ke kelompoknya. Penyelenggaraan awal salat Jumat memberikan peranan penting dalam mempercepat dakwah secara efisien karena langsung massal dan mengokohkan silaturahmi.
Politik dan Dakwah dalam Sirah Nabawiyah: Studi Multikasus Kristianto, Aris; Azizi, Muhammad Hildan
INTELEKSIA: Jurnal Pengembangan Ilmu Dakwah Vol 6 No 1 (2024)
Publisher : STID Al-Hadid

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55372/inteleksiajpid.v6i1.319

Abstract

Artikel ini membahas hubungan antara politik dan dakwah dengan menganalisis perilaku Nabi Muhammad saw dalam Sirah Nabawiyah. Memahami perbedaan dan hubungan keduanya penting untuk menghindari kerancuan dalam menafsirkan perilaku Nabi Muhammad saw dan memahami batasan peran agama dalam kehidupan sosial dan politik. Kerancuan penafsiran terhadap hal ini berpotensi memunculkan perilaku penyalahgunaan dakwah untuk kepentingan politik atau mengaburkan tujuan utama dakwah. Pendekatan kualitatif deskriptif berjenis multi-kasus berdasarkan kajian pustaka digunakan dalam pembahasan tentang hal ini. Hasil kajian menemukan bahwa politik dan dakwah adalah dua konsep yang berbeda, namun memiliki ruang hubungan yang saling beririsan. Perbedaan mendasar antara politik dan dakwah terletak pada objek perilakunya. Politik adalah pengelolaan kekuasaan, sedangkan dakwah adalah mengelola keimanan/ketakwaan suatu pihak. Dalam beberapa kasus, Nabi Muhammad saw melakukan kegiatan politik murni atau dakwah murni, namun juga terdapat kegiatan yang mengandung unsur politik dan dakwah secara simultan. Hal ini menunjukkan bahwa politik dan dakwah dapat saling terkait dan memperkuat satu sama lain.
Komunikasi Dakwah Teknik Otoritatif Rasional Ustaz Nuruddin dalam Presentasi, Diskusi, dan Debat Akidah Islam Hendriyono; Kristianto, Aris
Bil Hikmah: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam Vol 3 No 2 (2025)
Publisher : STID Al Hadid Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55372/bilhikmahjkpi.v3i2.75

Abstract

Islam adalah agama rasional sehingga komunikasi dakwahnya harus rasional, salah satunya lewat argumentasi dengan teknik otoritatif. Masalahnya teknik ototoritatif yang menyatakan sesuatu benar karena otoritas yang menyatakan, bertentangan dengan sifat Islam, fitrah mad’u, dan argumentasi yang rasional. Dampaknya melumpuhkan rasional mad’u dan sulit diterima di masyarakat Modern. Sebab itu, dibutuhkan komunikasi dakwah teknik otoritatif rasional yang mampu ditunjukkan Ustaz Nuruddin ketika presentasi, diskusi, dan debat tentang kesahihan akidah Islam. Sehingga, dibutuhkan kajian komunikasi dakwah teknik otoritatif rasional Ustaz Nuruddin, dengan tujuan mendeskripsikan komunikasi dakwah teknik otoritatif rasional lewat pendekatan kualitatif deskriptif, metode studi dokumen dengan teori komunikasi dakwah dan otoritatif rasional. Hasil temuan menunjukkan bentuk otoritatif yang digunakan Ustaz Nuruddin adalah perpaduan kualitatif dan kuantitatif spesifik orang ahli yang memiliki kredibilitas sesuai bidang tema, yang disampaikan lewat nama, gelar, kualifikasi profesional, dan karya tulis. Pernyataan orang ahli dikutip secara langsung, dibantu media visual, lewat penyampaian eksposisi dan deskripsi. Kebenaran argumentasi orang ahli disampaikan lewat konsistensi orang ahli lain dan pembuktian secara fakta maupun logika.
Pesan Dakwah Perintah Menutup Aurat Surat An-Nūr Ayat 31 Perspektif Antropologi Quran Kristianto, Aris
Bil Hikmah: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam Vol 1 No 1 (2023)
Publisher : STID Al Hadid Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55372/bilhikmahjkpi.v1i1.18

Abstract

Berbagai saluran informasi dakwah tentang perintah menutup aurat bagi muslimah sudah sering disampaikan. Namu, tidak sedikit pula yang meragukan bahkan menuduhnya sebagai pakaian budaya Arab dan sebagian lain hanya menjadikan tren berbusana. Menerangkan pesan dakwah yang bersumber dari Allah dan tradisi Arab yang bersifat taghyir (rekonstruksi) sebagai respons Al-Quran tentu tidaklah mudah, salah satunya dibutuhkan pendekatan antropologi Quran. Melalui pendekatan yang menerima tradisi Arab tetapi memodifikasinya dengan menambahkan ketentuan baru yang lebih universal, maka muslimah dapat menyelami adanya dialektika antara Al-Quran dan tradisi Arab.   Studi ini bertujuan untuk mendeskripsikan pesan dakwah perintah muslimah pendekatan antropologi Quran yang perlu diinternalisasikan pada subjek dan objek dakwah. Metodologi studi adalah kualitatif, data dikumpulkan berdasarkan sumber kepustakaan yang mengkaji tentang keadaan tradisi Arab yang mendapatkan respons turunnya Surat An-Nūr ayat 31. Hasil studi menjelaskan bahwa pesan dakwah perintah muslimah menutupi aurat memiliki peran signifikan bagi mad’unya. Dengan memerhatikan dialektika Al-Quran dan tradisi Arab hingga turunnya ayat 31 tersebut, maka pesan dakwah perintah Allah dapat terpahami. Melalui tiga metode dialektika Al-Quran dalam merespons tradisi Arab, yaitu tahmil, tahrim dan taghyir, maka metode taghyir sangat relevan dalam mengubah mindset dai dan mad’uw yang tercerahkan melalui beberapa tahapan enkulturasi menutup aurat dalam berbusana muslimah.
Makna Pluralisme Agama Perspektif Majelis Ulama Indonesia (Respons Mui Terhadap Maraknya Ajaran Pluralisme Agama) Kristianto, Aris
Tadrisuna : Jurnal Pendidikan Islam dan Kajian Keislaman Vol. 3 No. 2 (2020): September 2020
Publisher : Prodi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tabiyah Raden Santri Gresik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Menjawab pertanyaan masyarakat tentang maraknya ajaran pluralisme agama yang berkembang dan dikhawatirkan oleh para ulama terjadi pendangkalan akidah akibat menyamakan semua agama dan menghilangkan identitas kebenaran agama Islam, maka Majelis Ulama Indonesia melalui Munas VII di Jakarta mengeluarkan keputusan fatwa MUI Nomor 7 Tahun 2005 tentang keharaman pluralisme agama. Studi ini berangkat dari pemaknaan MUI tentang makna khusus pluralisme agama di Indonesia dan metode istinbath (penggalian hukum) yang difokuskan pada keabsahan fatwa sebagai respons maraknya ajaran pluralisme agama era 2000-an. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan library research. Analisis berpijak pada konsep pluralisme agama menurut para pengusungnya, makna dan metode penggalian hukum keharaman pluralisme indifferent menurut MUI. Hasil studi menunjukkan, pertama, pemaknaan pluralisme agama menurut MUI bermakna khusus karena berangkat dari pengertian awal pemahaman masyarakat. Kedua, sebelum munculnya pemaknaan baru pluralisme nonindifferent, maka Keputusan Fatwa MUI Nomor 7 Tahun 2005 dengan sendirinya adalah absah. Dengan mempertimbangkan ketentuan umum yang bersifat empiris berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits yang dijadikan sumber hukum dan dalil dalam memutuskan hukum pluralisme agama, maka pluralisme agama dalam perspektif MUI adalah ajaran yang bertentangan dengan Islam sehingga bernilai haram.