Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN CAMPURAN DAN PERKAWINAN BEDA AGAMADI TINJAU UNDANG –UNDANG NO. 16 TAHUN 2019 TENGANG PERKAWINAN Sa’adah, Hj. Nur; Munalar, Hj. Sri Siti; Oktarina, Surya; Tuanaya, Halimah Humayrah; Braviaji, Ervianto
Abdi Laksana : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 2 No 1 (2021): Abdi Laksana : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : LPPM Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/al-jpkm.v2i1.8782

Abstract

Pemahaman mengenai perkawinan campuran dan perkawinan beda agama dilingkungan Kelurahan Setu Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan dilakukan oleh Tim PKM S1 Ilmu hukum Universitas Pamulang yang merupakan implikasi dari progaram tridarma pergutuan tinggi. Metode pelaksanaan pengabdian ini dilakukan dalam beberapa kegiatan yaitu tahap pertama survei yaitu sosialisasi dilakukan dengan menyusun berbagai hal yang akan disampaikan pada saat kegiatan pengabdian. Pemahaman mengenai perkawinan campuran dan beda agama. Tujuan utama dari Tim PKM S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang yakni: (1) Untuk mengetahui keabsahan dari perkawina campuran ditinjau dari Undang-Undang No 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan (2) Untuk mengetahui keabsahan dari perkawinan beda agama ditinjau dari Undang-Undang No 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Pengertian perkawinan campuran yang diatur dalam Pasal 57 Undang-Undang Perkawinan adalah : Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dasar hukumnya adalah Undang-undang No.1 Tahun 1974 (Pasal 59 ayat 1) Yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan, menyebutkan bahwa perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-Undang perkawinan ini. Kawin beda agama menurut hukum Indonesia, pada dasarnya, hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama sehingga ada kekosongan hukum.Mengenai sahnya perkawinan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan kepercayaannya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan. Hal ini berarti Undang-Undang Perkawinan menyerahkan pada ajaran dari agama masing-masing. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak pengujian Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengenai syarat sahnya perkawinan terkait kawin beda agama. Mahkamah menganggap Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan sama sekali tidak bertentangan dengan UUD 1945. “Permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum, Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat, saat membacakan putusan bernomor 68/PUU-XII/2014 di MK.
AKIBAT HUKUM TERHADAP HARTA BERSAMA YANG DILAKUKAN SECARA SEPIHAK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Sa’adah, Hj. Nur; Imron, Ali; Riyady, Slamet
Abdi Laksana : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 3 No 1 (2022): Abdi Laksana : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : LPPM Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/al-jpkm.v3i1.17046

Abstract

Urgensi pemahaman mengenai akibat tindakan hukum terhadap harta bersama yang sering dilakukan secara sepihak di masyarakat, khususnya di lingkungan Kantor Kepala Desa Cihuni, Kecamatan Pagedangan, kabupaten Tangerang, kami Tim PKM S1 Ilmu hukum Universitas Pamulang yang merupakan implikasi dari progaram tridarma perguruan tinggi melakukan penyuluhan hukum yang berhubungan dengan harta bersama. Metode pelaksanaan pengabdian ini dilakukan dalam beberapa kegiatan yaitu tahap pertama survei yaitu sosialisasi dilakukan dengan menyusun berbagai hal yang akan disampaikan pada saat kegiatan pengabdian. Pemahaman mengenai akibat hukum terhadap harta persama yang dilakukan secara sepihak. Tujuan utama dari Tim PKM S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang yakni: (1) Untuk mengetahui keabsahan terhadap tindakan hukum harta bersama yang dilakukan secara sepihak.(2) Untuk mengetahui akibat hukum terhadap harta bersama yang dilakukan secara sepihak. Pasal 35 ayat (1) UU No. 16 tahun 2019 tentang perubahan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung antara suami istri. Dalam Pasal tersebut tidak disebutkan secara jelas tentang atas jerih payah atau hasil kerja siapa harta bersama itu diperoleh, apakah hasil kerja suami atau istri. Harta bersama adalah harta yang ada selama perkawinan, di mana dalam melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut harus dilakukan oleh persetujuan kedua belah pihak. Tindakan hukum terhadap harta bersama tanpa adanya persejuan kedua belah pihak, maka perjanjian tersebut adalah dapat dibatalkan dan batal demi hukum.