Prasetio, Rizki Bagus
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat dan Perlindungan HAM Prasetio, Rizki Bagus
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 15, No 2 (2021): July Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2021.V15.327-346

Abstract

Banyak negara bimbang menggunakan instrumen hukum mana yang tepat agar dapat menanggulangi krisis akibat pandemi Covid-19. Ada yang memilih menetapakan keadaan darurat berdasar konstitusi, menggunakan UU yang berlaku tentang kebencanaan atau krisis kesehatan, dan melakukan legislasi baru. Penetapan keadaan darurat memungkinkan negara melakukan penyimpangan keberlakuan hukum bahkan menangguhkan HAM sementara waktu. Oleh kerenanya penetapan status darurat berpotensi disalahgunakan dan berakibat pada tereduksinya jaminan perlindungan HAM. Tulisan ini menjelaskan kebijakan pemerintah Indonesia dalam memilih instrumen hukum untuk menanggulangi Pandemi Covid-19 disatu sisi dan disisi lain bagaimana pemerintah tetap menjamin perlindungan HAM. Hasilnya, meskipun Pasal 12 UUD 1945 menyediakan ketentuan keadaan darurat konstitusional, Indonesia memilih menggunakan Kedaruratan Kesehatan dalam UU 6 Tahun 2018 dan Darurat Bencana Non Alam dalam UU 24 Tahun 2007. Dua status darurat tersebut tidak sama sekali melibatkan Pasal 12 UUD 1945 sebagai dasar pembentukannya. Sehingga keadaan darurat dimaksud bukanlah state of emergency sebagaimana dimaksud dalam kajian hukum tata negara darurat atau hanya bersifat de facto bukan de jure. Selain itu, dua status darurat tersebut tidak memuat berbagai syarat yang sudah diamanatkan ICCPR. Oleh karenanya perlindungan HAM harus tetap dipenuhi. Meskipun ada pembatasan, hal tersebut tentunya tidak berlaku bagi hak yang bersifat mendasar apalagi terhadap kelompok non derogable rights.
Trusteeship during the Covid-19 Pandemic: Urgency and Challenges in Indonesia Prasetio, Rizki Bagus
Indonesian Journal of Advocacy and Legal Services Vol. 4 No. 1 (2022): Empowering Community Strengthening Justice in Indonesia and Global Context
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/ijals.v4i1.23318

Abstract

COVID-19 has had a broad impact in many sectors, including social welfare and legal certainty. During covid-19, in 2021 about 28,000 children being orphaned, and this continues to grow along with the outbreak of the Covid-19 virus in Indonesia. Constitutionally, state guarantees for children’s welfare are regulated in various laws and regulations, however, many children do not get care until they grow up, causing the child to be under trusteeship. In positive law, trusteeship has been regulated in the Civil Code, the Compilation of Islamic Law, Law 1 of 1974 and PP 29 of 2019. However, the extent to which these regulations can meet the need for trusteeship in Indonesia still needs to be studied. This paper includes the extent to which Orphan Chamber’s (Balai Harta Peninggalan or BHP) role in the trust can function correctly. This study used normative juridical research uses a statute approach through library studies. This study found and confirmed that every child is not only entitled to protection for himself. He is also entitled to protection for his property. However, some of these regulations still have various problems ranging from overlapping rules to problems in practice. Meanwhile, the existence of disharmony provisions causes the role of BHP as trustee of trustees and temporary trustees to be less than optimal. However, with the RUU BHP, the concept of trusteeship and the role of BHP institutionally and its duties and functions will be strengthened, although with various notes. Such is the case by optimizing his role as supervisory trustee in situations of natural or non-natural disasters such as the Covid-19 pandemic.
Kebijakan Cuti Ayah dalam Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak: Politik Hukum dan Tantangan dalam Mewujudkan Perlindungan Hak Maternitas dan Kesetaraan Gender Prasetio, Rizki Bagus
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 19, No 2 (2025): July Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2025.V19.165-184

Abstract

Tulisan ini mengkaji politik hukum kebijakan cuti ayah dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) dengan fokus pada perlindungan hak maternitas dan kesetaraan gender. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif (doktrinal) dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, komparatif, dan futuristik. Data yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder yang dianalisis secara deskriptif-analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan cuti ayah dalam UU KIA hanya berdurasi 2 hari dan dapat diperpanjang 3 hari berdasarkan kesepakatan, berbeda secara signifikan dengan ketentuan dalam RUU KIA 2022 yang lebih progresif memberikan cuti hingga 40 hari. Perubahan ini mencerminkan ketidakkonsistenan pembentuk undang-undang terhadap tujuan awal pembentukan UU KIA serta lemahnya komitmen terhadap perlindungan hak maternitas dan pengarustamaan gender. Selain itu, belum adanya kejelasan skema pembiayaan dan tidak diakomodasinya pekerja informal menimbulkan risiko diskriminasi baru. Berdasarkan analisis perbandingan dengan praktik di beberapa negara, idealnya kebijakan cuti ayah di Indonesia perlu memperpanjang durasi cuti, merancang pembiayaan yang berkelanjutan, serta menjamin inklusivitas bagi seluruh jenis pekerja. Oleh karena itu, diperlukan rekonstruksi politik hukum cuti ayah agar menjadi instrumen strategis untuk mewujudkan kesejahteraan ibu dan anak, perlindungan hak maternitas, dan kesetaraan gender.
Zero Overstaying: Harapan Baru Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan Prasetio, Rizki Bagus; Waskita, Renny; Rafsanjani, Jody Imam; Anggayudha, Zaihan Harmaen
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 17, No 2 (2023): July Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2023.V17.111-134

Abstract

In practice, the release of detainees by law has not been optimal, and it results in overstaying. The authority of the head of the detention center to release detainees has diminished, leading to administrative procedures and coordination issues among law enforcers. This study addresses and analyzes the problem, exploring improvements following the enactment of Law 22 of 2022 on Corrections. Adopting a normative juridical research approach, it examines the extensive discretion granted by the Criminal Procedure Code to law enforcers, often prioritizing detention without considering alternatives. Inefficient coordination during detainee release, delays in responding to expiration notices, and non-compliant implementing regulations highlight system inefficiency. This causes hesitation in releasing detainees and discomfort with other law enforcement agencies. The Special Prison Planning Team and a stronger correctional system aim to promote collaboration and equal footing. Stricter regulations are necessary to protect detainees’ rights on release and provide tailored services.