Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Pengembalian Mahar Berganda Karena Pembatalan Khitbah dalam Pandangan Islam: Analisis terhadap Persepsi dan Praktek Masyarakat Kuta Baro Aceh Besar Sa'dan, Saifuddin; Arif Afandi, Arif Afandi
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 1, No 1 (2017): Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v1i1.1573

Abstract

Ketika terjadi pembatalan khitbah oleh calon mempelai perempuan fuqaha sepakat bahwa calon mempelai perempuan harus mengembalikan pemberian tersebut. Berbeda halnya pada masyarakat Kuta Baro Aceh Besar ketika terjadi pembatalan khitbah oleh calon mempelai perempuan maka pemberian yang pernah diberikan oleh calon mempelai laki-laki yang tujuannya untuk mahar maka calon mempelai perempuan harus mengembalikannya secara berganda. Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini adalah bagaimana praktek pengembalian mahar karena pembatalan khitbah pada masyarakat Kuta Baro Aceh Besar dan bagaimana pandangan Islam terhadap praktek pengembalian mahar karena pembatalan khitbah pada masyarakat Kuta Baro Aceh Besar. Dalam penelitian penulis menggunakan metodedeskriptif analisis, yaitu metode dengan menggambarkan objek dan dianalisa dari data-data yang diperoleh di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek pengembalian mahar karena pembatalan khitbah pada masyarakat Kuta Baro Aceh Besar dilakukan dengan mengembalikanpemberian yang tujuannya untuk mahardua kali lipat (ganda) yang pernah diberikan oleh calon mempelai laki-laki ketika mengkhitbahnya. Dikembalikannya pemberian tersebut dua kali lipat atau ganda apabila pembatalan khitbahitu dilakukan oleh pihak calon mempelai perempuan dan pandangan hukum Islam terhadap pembatalan khitbah oleh calon mempelai perempuan dengan membayar pemberian dua kali lipat yang biasa berlaku di masyarakat Kuta Baro Aceh Besar merupakan hukuman ta’zir yang berupa harta (denda) dua kali lipat pemberian, karena bentuk dari ingkar janji atau melanggarnya dari pihak perempuan terhadap perjanjian untuk melaksanakan pernikahan.
Prosedur Penetapan Putusan Perkara Nusyuz (Analisis Undang-undang Keluarga Islam Negeri Johor) Sa'dan, Saifuddin; Hajar Fatimah binti Norizan, Hajar Fatimah binti Norizan
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 2, No 1 (2018): Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v2i1.3113

Abstract

Persoalan nusyuz istri merupakan suatu isu kritikal dalam kehidupan berumah tangga karena nusyuz merupakan antara penyumbang terbesar kepada keruntuhan institusi keluarga di Malaysia. Secara khusus, artikel bermaksud meneliti terhadap kasus-kasus nusyuz di Mahkamah Syar’iyah Negeri Johor yang didapati sebagian darinya adalah berpunca daripada kesalahfahaman konsep nusyuz oleh suami sehingga sesuka hati menuduh istri sebagai nusyuz. Artikel ini dilakukan untuk menganalisa peruntukan dan prosedur penetapan nusyuz dalam Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor Tahun 2003 dengan menggunakan metode penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan yuridis-normatif. Hasil analisa menunjukkan bahwa prosedur penetapan putusan perkara nusyuzmenurut Undang-undang Keluarga Islam Negeri Johor Tahun 2003 yang dilakukan di Mahkamah Syar’iyah Negeri Johor  dibuat selaras dengan fiqih Islam. Sebagian besar fuqaha mempunyai pandangan yang sama  dalam menentukan perbuatan nusyuz istri yaitu keluar rumah tanpa izin suami, enggan berseronok-seronok atau bersetubuh dengan suami tanpa keuzuran dan tidak mentaati suami dalam perkara-perkara yang tidak bertentangan dengan syarak. Kajian ini turut mendapati bahwa peruntukan berkaitan nusyuz istri ada dinyatakan dalam Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor Tahun 2003, tetapi bukan khusus mengenai penetapannusyuz sebaliknya mengenai kesan nusyuz terhadap nafkah. Penetapannusyuz ke atas istri pula didapati jarang berlaku karena penghakiman oleh hakim dilihat bersifat berhati-hati demi memastikan keadilan pihak-pihak yang bertelingkah dapat ditegakkan selaras dengan fiqih Islam.
Ijtihad terhadap Dalil Qath'i dalam Kajian Hukum Islam Sa'dan, Saifuddin
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 1, No 2 (2017): Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v1i2.2379

Abstract

Lapangan ijtihad sangat luas dalam fiqh. Para ulama sepakat tentang hal tersebut pada hal-hal yang tidak ada nash ataupun pada dalalah yang masih dhanni. Tetapi pada persoalan yang telah ada nash dan yang bersifat qath'i al-dalalah urusan yang menjadi perbedaan para ulama. Hal ini dikarenakan adanya beberapa ijtihad, khususnya Umar, yang melakukan ijtihad terhadap hukum yang telah ada nashnya dan juga pada dalil yang telah qath'i. Penelitian ini menggunakan dekriptif analisis dengan pendekatan historis normatif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Nash dari segi wurud dan tsubut adalah qath'i, karena semua ayatnya sampai kepada kita dengan jalan mutawatir.Namun dari segi penunjukannya menjadi qath'I ad-dalalah dan zanni ad-dalalah. Pembagian ini untuk menjelaskan bahwa ada hal-hal yang sudah terang disebutkan dalam al-Qur'an dan hadis dan ada yang masih perlu diijtihadkan agar dapat diimplementasikan dan diamalkan. Nash qath'i manurut para ulama ushuliun tidak boleh menjadi objek ijtihad karena sudah jelas dan terang disamping juga agar tidak terjadi kekacauan dan terlalu bebas dalam melakukan ijtihad, serta tidak memasukkan hal-hal seperti kewajiban shalat lima waktu, zakat dan hukum-hukum syara’ lainnya yang telah disepakati menjadi pembahasan ijtihad. Namun diantara ulama ushuliun sendiri masih berbeda dalam menentukan mana yang menjadi dali qath'I dan mana yang menjadi dalil zanni. Persoalan yang menyangkut dengan dalil qath'i dan dalil zanni ini, tidak hanya terjadi perbedaan dalam pengkatagorian, akan tetapi ada juga yang membatasi dengan syarat-syarat tertentu, seperti yang dilakukan oleh Asy-Syatibi dan ada yang menolak sama sekali dikotomi qath'i dan zanni, namun mereka tidak cukup kuat dalam mengemukakan alasan-alasan yang dapat kita terima.
Pencabutan Hak Perwalian Anak Menurut Hukum Islam (Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Syar’iyyah Nagan Raya) Sa'dan, Saifuddin; Eriyanti, Nahara; Safira, Nurma Novi
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 5, No 2 (2022): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v5i2.10251

Abstract

Seorang wali yang melalaikan dan menyalahgunakan kekuasaannya maka sewaktu-waktu dapat dicabut oleh Mahkamah Syar’iyyah, Pernyataan pencabutan hak tersebut harus dinyatakan secara jelas dalam suatu putusan sebagaimana didasarkan oleh Pasal 109 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sebagaimana kewajiban seorang wali yaitu merawat, mendidik dengan sebaik-baiknya, mewakili si anak dalam segala tindak perdata dan  lainnya. Putusan Majelis Hakim di Mahkamah Syar’iyyah Suka Makmue memberikan hak perwalian anak kepada wali yang menyalahgunakan kekuasaannya dengan I’tikad tidak baik. Oleh sebab itu tulisan ini akan melihat apa dasar pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Syar’iyyah Suka Makmue memberikan hak perwalian anak tersebut dan kesesuaian putusan hakim ditinjau dalam perspektif hukum Islam. Hasil pertimbangan Hakim yaitu tetap memberikan hak perwalian anak kepada wali (ibu) berdasarkan Undang-undang No.1 Pasal 49 Ayat (1) Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jika ditinjau dari hukum Islam, putusan Majelis Hakim Mahkamah Syar’iyyah sudah tepat dalam memberikan hak perwalian anak kepada wali (ibu). Hakim dalam memutuskan perkara perwalian anak disini beralih kepada aturan yang terdapat pada Undang-undang Perkawinan dan dikarenakan penggugat juga tidak dapat membuktikan bahwa tergugat telah melalaikan kewajibannya dan beri’tikad tidak baik kepada anak yang berada dibawah perwaliannya serta dengan tetap mengutamakan kemaslahatan pendidikan dan pemeliharaan anak tersebut.
UPAYA P2TP2A DALAM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PEDOFILIA Sa'dan, Saifuddin; Zubaidi, Zaiyad; Tinambunan, Zaidar
al-Rasῑkh: Jurnal Hukum Islam Vol. 12 No. 1 (2023): July
Publisher : Universitas Islam Internasional Darullughah Wadda'wah Bangil Pasuruan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38073/rasikh.v12i1.895

Abstract

This research discusses the efforts made by P2TP2A in legal protection for child victims of pedophilia in Aceh Singkil. This research is motivated by the Indonesian Central Bureau of Statistics which records that pedophile crimes continue to increase. Not only in cities, but spreading to villages, one of which is Aceh Singkil. In victimology, children are very vulnerable to becoming victims of crime. Based on this, the guarantee of a decent life, the widest possible opportunity for children to grow and develop, both physically and mentally, is hampered due to the act of pedophilia and of course causes deep psychological trauma to the victim. The problem raised in this study is, What are the factors that cause pedophilia in Aceh Singkil? What are the efforts of P2TP2A Aceh Singkil for legal protection for child victims of pedophilia? aims to find out what are the factors causing the occurrence of pedophilia crimes in Aceh Singkil and the efforts made by P2TP2A Aceh Singkil for legal protection for child victims of pedophilia. The research method used in this study is descriptive analysis, with the type of research library research) and (field research). Based on the results of the research, the authors found that the factors causing the occurrence of pedophilia in Aceh Singkil were easy access to videos that contained elements of decency, alcohol, and a lack of strong faith, a lack of control over the family from parents as protectors, and a lack of education about sex against victim). There are several legal protection efforts carried out by P2TP2A Aceh Singkil, namely providing legal aid services, medical assistance, social rehabilitation efforts, reintegration and assisting all victim recovery referral mechanisms to the provincial P2TP2A.
ZONING SYSTEM IN IRRIGATING RICE FIELDS IN KEULILING RESERVOIR ACCORDING TO THE CONCEPT OF HAQ AL-MAJRA: Study in Kuta Cot Glie Aceh Besar, Indonesia Wafa' Widad; Sa'dan, Saifuddin; Shabarullah
Al-Mudharabah: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol. 6 No. 1 (2025): Al-Mudharabah: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah
Publisher : Prodi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Management and supervision of irrigation in Keuliling Reservoir play an important role in ensuring adequate water supply for rice farming in the region. By implementing a zoning system, air distribution can be carried out evenly to various areas in need so that each farmer has the right to the air used for their rice fields. However, in practice, injustice in the distribution of air often arises, such as unilateral control by several farmers, which can disrupt the distribution that should be fair. To overcome this, deliberation and coordination between farmers are needed, which can be facilitated through the Water User Farmers Association (P3K) to plan joint air needs before the planting season begins. In addition, the concept of haq al-majra is also relevant in the management of rice field irrigation, especially in Cot Glie District, where farmers are given the right to utilize water channels on other people's land for the benefit of irrigating their rice fields, as long as it does not cause harm to other parties. The application of haq al-majra aims to create justice and harmony between farmers in the use of water. However, practices in the field are often disrupted by acts of injustice, such as blocking or unilaterally controlling water channels. Therefore, the implementation of haq al-majra must be carried out with full responsibility and prioritize long-term principles to ensure fair air distribution and avoid losses for other farmers.
ANALYSIS OF FIQH MUAMALAH ON THE POTENTIAL FOR GAMBLING IN STOCK TRADING ON THE INDONESIAN STOCK EXCHANGE Sa'dan, Saifuddin; Zuinan Nisa; Khairul Azmy
JURISTA: Jurnal Hukum dan Keadilan Vol. 8 No. 2 (2024): JURISTA: Jurnal Hukum dan Keadilan
Publisher : Centre for Adat and Legal Studies of Aceh Province (CeFALSAP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jurista.v8i2.198

Abstract

This article aims to analyse stock trading activities on the Indonesia Stock Exchange (IDX) according to muamalah jurisprudence. The research method used is qualitative with a descriptive-analytical approach, which focuses on an in-depth understanding of the phenomenon by emphasizing its meaning and implications. This study explores the concept of muamalah jurisprudence, relevant sharia principles, and how the principles can be applied in the mechanism of stock trading in the capital market. The results of this study indicate that conducting trading practices using only technical analysis can be classified as gambling behaviour. This is because the practice contains elements of gambling and speculation which are strictly prohibited in Islam. This gambling element arises because decisions taken in trading are based on short-term price movements without considering the real conditions of the company, so that it is more similar to a game of chance. Therefore, to avoid elements of gambling and speculation that are not in accordance with sharia principles, capital market players are advised to combine technical analysis with fundamental analysis. Thus, they can understand the condition of the company more comprehensively, including financial aspects, performance and business prospects, so that the decisions taken become more rational and orderly. This step not only minimizer potential losses, but also ensures that trading activities remain within the corridor of sharia which is ethical, fair and responsible.