Pandemi Covid-19 telah mentransformasi pariwisata di area Kintamani Bali. Ekspansi usaha pariwisata berkembang pesat dengan fakta empiris dilapangan makin banyak penyedia layanan Jeep Tour dan Coffee Shop. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kesenjangan regulasi dan risiko lingkungan berdasarkan eskpansi tersebut. Motede yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif dengan mengadopsi model Miles, Huberman, dan Saldana (2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Jeep Tour menjadi primadona di Kintamani dengan menawarkan Sunrise di area Black Lava Gunung Batur, akan tetapi saat high season kemacetan terjadi di area Kintamani karena lebih kurang 700 Jeep beroperasi dan hal ini berdampak pada keberlanjutan lingkungan. Hal ini senada dengan ekspansi coffee shop di sepanjang penelokan main road yang tumbuh sangat pesan di bangun di beberapa titik rawan longsor tingkat tinggi. Meski demikian pelaku usaha coffee shop telah memiliki ijin usaha resmi dari pemerintah dan mengklaim sudah menggunakan teknologi terbaru dalam konstruksi pembangunan dan pembuangan limbahnya. Tumpang tindihnya regulasi ini lah yang menjadi temuan sekaligus kesenjangan, sehingga pemerintah perlu membuat suatu regulasi yang lebih jelas dan komprehensif, holistik, dan integratif yang tidak hanya mencakup aspek perizinan, tetapi juga memperhatikan faktor risiko lingkungan secara lebih mendalam.