Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

Dampak Tidak Adanya Ujian Pengangkatan Notaris Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 50 P/HUM 2018 Denni Aristonova; Winanto Wiryomartani; Daly Erni
Indonesian Notary Vol 3, No 1 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (323.635 KB)

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai ditiadakannya Ujian Pengangkatan Notaris sebagai salah satu syarat dalam pengangkatan Notaris, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 50 P/HUM 2018. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaturan terkait proses dan syarat pengangkatan Notaris dan dampak Putusan Mahkamah Agung tersebut terhadap calon Notaris. Penelitian ini berbetuk yuridis normatif, menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen terhadap data sekunder dengan penelusuran literatur. Pendekatan analisis menggunakan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan peraturan baru yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 19 tahun 2019, serta Dampak Putusan Mahkamah Agung itu sendiri ialah tidak ada lagi Ujian Pengangkatan dan ujian tersebut diganti menjadi pelatihan untuk para calon Notaris, dimana 10 peserta terbaik yang mengikuti pre test dan pro test pada akhhir pelatihan akan mendapatkan kesempatan memolih wilayah kerjanya dalam wilayah D yang diberikan kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Diharapkan Nantinya Ujian Pengangkatan Notaris jika Undang-Undang Jabatan Notaris jadi untuk direvisi dapat ditambahkan dalam pasal 3 Undang-undang tersebut, yaitu ditambahkan kalimat Notaris diangkat setelah lulus Ujian Pengangkatan Notaris yang dilakukan Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia.Kata Kunci: Notaris, Pengangkatan Notaris, Ujian Pengangkatan Notaris
Tanggung Jawab Notaris/Ppat Terhadap Objek Jual Beli Berantai Milik Pihak Yang Tidak Tercatat Dalam Sertipikat Tanah (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 485/K/PDT 2018) Farah Fadilla; Pieter E. Latumeten; Daly Erni
Indonesian Notary Vol 3, No 1 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (219.99 KB)

Abstract

Penulisan ini membahas kasus jual beli berantai atas objek sebidang tanah. Pada saat jual beli pertama kali dilakukan pada tahun 1991, Notaris/PPAT tidak menuntaskan pengurusan pensertipikatannya sehingga terjadi jual beli berikut dan berikutnya lagi atas tanah tersebut sampai empat kali di tahun 2010. Hal ini berujung pada sengketa ahli waris dari pembeli pertama yang mengganggu pembeli terakhir/pembeli ke empat. Sengketa dimulai di tahun 2013 di Pengadilan Negeri Kepanjen, berlanjut Kasasi dan selanjutnya Putusan Mahkamah Agung No. 485/K/Pdt 2018. Permasalahan yang diangkat adalah proses berlangsungnya jual beli oleh Notaris/PPAT dan tanggung jawab jawab Notaris/PPAT terhadap objek jual beli berantai atas tanah yang di dalam sertipikat tidak tertera nama pemilik tanah tersebut. Metode penelitian berbentuk yuridis normatif, dengan studi dokumen melalui penelusuran literatur atas data sekunder. Adapun pendekatan analisis menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini yaitu dalam penanganan suatu jual beli harus dilakukan secara berhati-hati dalam memeriksa dokumen kelengkapan para pihak dan mendampingi para pihak untuk menuntaskan pengurusan pengalihan hak atas tanah sampai terbitnya sertipikat. Notaris/PPAT dapat dikenakan sanksi baik berupa administratif dan perdata. Temuan penelitian ini adalah kepastian hukum atas pemilikan tanah menjadi sangat penting dan Notaris yang menerima protokol menjadi terlibat, turut terkena imbas dalam kasus ini selama lima tahun. Kata kunci: Notaris/PPAT, akta autentik, jual beli berantai.
Kelalaian Notaris Yang Salah Memasukkan Nomor Persil Dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1069 K/Pdt/2020) Yanti Yoswara; Chairunnisa Said Selenggang; Daly Erni
Indonesian Notary Vol 3, No 2 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.427 KB)

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai akibat hukum dan tanggung jawab notaris yang tidak saksama dalam memasukkan nomor persil ke dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Hal tersebut mengakibatkan adanya perbedaan nomor persil dalam Buku C Desa dengan yang terdapat dalam Akta PPJB. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif dengan menggunakan studi dokumen terhadap data sekunder. Metode analisis data yang digunakan yaitu metode analisis data kualitatif. Hasil dari penelitian ini yaitu PPJB batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat objektif suatu hal tertentu sahnya suatu perjanjian sebagaimana Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Selain itu, akibat hukum terhadap Akta PPJB yaitu akta tersebut menjadi terdegradasi hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai tulisan dibawah tangan sebagaimana terdapat dalam Pasal 1869 KUHPerdata. Hal ini dikarenakan objek perjanjian yang keliru mengakibatkan materi dan isi dari akta menjadi keliru. Dengan adanya kekeliruan pada isi akta yang merupakan bagian dari badan akta, maka dapat dikatakan akta tersebut mengandung cacat bentuk dan mengakibatkan akta tersebut terdegradasi. Notaris harus bertanggung jawab secara perdata atas kelalaian yang dilakukannya, yaitu berupa pengenaan ganti atas biaya, rugi dan bunga. Tanggung Jawab perdata dapat dimintakan oleh para pihak yang merasa dirugikan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan kepada notaris atas dasar perbuatan melawan hukum sebagaimana terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata. Selain dapat mengajukan gugatan secara perdata kepada notaris, para pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan laporan kepada Majelis Pengawas Daerah berkaitan dengan adanya kesalahan notaris dalam penulisan objek perjanjian pada Akta PPJB.Kata Kunci: Notaris, Tanggung Jawab Notaris, Kelalaian Notaris.
Asas Keseimbangan Dalam Klausul Pembatalan Perjanjian Sewa Beli Mobil Yang Didominasi Kehendak Salah Satu Pihak (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 480k/Pdt/2020) Raden Ajeng Nurfajrina Ghadati; Daly Erni; Pieter Everhardus Latumeten
Indonesian Notary Vol 4, No 1 (2022): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.758 KB)

Abstract

Akta notaris seharusnya dapat memenuhi asas keseimbangan perjanjian. Hal ini dikarenakan Notaris adalah pejabat umum yang seharusnya menjamin pertukaran hak dan kewajiban secara adil diantara para pihak melalui akta yang dibuatnya. Penelitian ini menganalisis putusan hakim tentang pembatalan perjanjian sewa beli mobil dan implementasi asas keseimbangan dalam klausul pembatalan perjanjian sewa beli mobil yang dibuat di hadapan Notaris berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 480K/Pdt/2020. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif dengan bahan utama data sekunder yang diperoleh melalui studi dokumen. Hasil penelitian ini adalah sewa beli yang dibuat berdasarkan perjanjian dengan akta Notaris yang mengandung unsur dominasi kehendak salah satu pihak (penjual sewa) adalah tidak sah. Sewa beli mobil dianggap tidak sah karena Akta Sewa Beli Mobil Nomor 12 yang dibuat oleh Notaris AMKS tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian, yaitu kausa halal. Implementasi asas keseimbangan dalam klausul pembatalan perjanjian sewa beli mobil yang dibuat di hadapan Notaris adalah bentuk usaha penempatan para pihak dalam kedudukan yang seimbang dengan cara pembatasan wanprestasi sebagai syarat batal perjanjian, pencantuman klausul tentang prosedur khusus yang harus ditempuh sebelum melakukan pembatalan perjanjian, pembatalan perjanjian melalui pengadilan, dan pencantuman klausul kewajiban pengembalian biaya yang telah diterima oleh Penjual Sewa. Kata Kunci: Notaris, Akta Sewa Beli Mobil, Asas Keseimbangan Perjanjian
Perjanjian Simulasi dan Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alasan Kebatalan Perjanjian Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor 234/Pdt.G/2020/PN.Mtr Dona Berisa; Daly Erni; Pieter Everhardus Latumeten
Indonesian Notary Vol 4, No 1 (2022): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.553 KB)

Abstract

Artikel ini membahas tentang pembatalan akta perjanjian pengikatan jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram. Pembatalan ini memenuhi unsur adanya perjanjian simulasi dalam proses pembuatan akta dimaksud. Terdapat pertentangan antara kehendak dan pernyataan yang tidak diketahui oleh pihak ketiga. Agar terwujudnya perbuatan simulasi, harus terdapat penyimpangan antara kehendak dan pernyataan. Adapun permasalahan yang diangkat adalah putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor 234/Pdt.G/2020/PN.Mtr yang membatalkan akta autentik sebagai penyalahgunaan keadaan merupakan perjanjian simulasi serta bagaimana implikasi pembatalan akta berdasarkan misbruik van omstagdigheden yang merupakan perjanjian simulasi yang berlaku bagi para pihak dan pihak ketiga yang beritikad. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan melakukan pendekatan bahan kepustakaan. Adapun analisis data dilakukan secara diagnostik. Hasil penelitian ini, perjanjian simulasi merupakan penyimpangan dari syarat objektif dan subjektif suatu perjanjian. Ini berakibat sebuah perjanjian batal demi hukum atau dapat dibatalkan sepanjang dimintakan oleh pihak yang berkepentingan. Dengan begitu, Notaris dalam menjalankan jabatannya wajib mengedepankan sikap kehati-hatian agar akta autentik yang dibuatnya terbebas dari unsur perjanjian simulasi. Kata kunci: akta; pembatalan; perjanjian simulasi.
Inclusion of Notary Positions on Social Media as a Form of Self-Promotion Based on The Notary Code of Ethics Avicenna Galang Muhammad; Daly Erni
LEGAL BRIEF Vol. 11 No. 3 (2022): August: Law Science and Field
Publisher : IHSA Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.363 KB)

Abstract

The developments of technology make interaction between humans is easier, for example in the term of using social media. The Notary use is not prohibited, but the Notary should obey to the Notary Code of Ethics as a guide to Notary behaviours. The problems that will be discussed in this study are regarding the inclusion of a Notary position on social media and the procedure for imposing sanctions by the Notary Honorary Council against Notaries who violate the Notary Code of Ethics. In order to answer this problem, a normative juridical research method with a descriptive research typology is being used. The results of the analysis show that a Notary who lists his position on social media violates Article 4 paragraph (3) of the Notary Code of Ethics. This can be reviewed based on 2 (two) factors, namely aspects of forming personal branding and the Notary Code of Ethics. The Notary Honorary Council in carrying out its authority takes action based on reports both actively and passively. In giving the number of ethical sanctions, the Notary Honorary Council refers to the quantity and quality of the violations committed by the Notary. Based on this, Notaries are still allowed to use social media without including their position on social media. For the public, if they see someone who has listed the position of a Notary on social media, they can report it to the Notary Honorary Council. In addition, there is a need for a revision of the Notary Code of Ethics, especially regarding self-promotion because it does not follow the development of science and technology.
AKIBAT HUKUM AKTA JUAL BELI ANTARA SUAMI ISTRI YANG DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS Ridha Rizkiyah Lubis; Daly Erni
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 5 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i05.p11

Abstract

Notaris dalam menjalankan jabatannya diantaranya bertindak sebagai formulator kepentingan para pihak semata, dalam memformulasikan keinginan para pihak tersebut Notaris harus memperhatikan aturan hukum yang berlaku. Hal ini disebabkan apabila keinginan para pihak secara utuh diterima dan dituangkan dalam suatu akta Notaris tanpa mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, maka akta tersebut dapat berakibat batal demi hukum. Namun pada praktiknya masih banyak dijumpai akta Notaris yang tidak sesuai isinya dengan peraturan perundang-undangan, misalnya akta yang melanggar larangan jual beli antara suami istri sebagaimana diatur dalam Pasal 1467 KUHPerdata. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi dan menganalisis akibat hukum akta jual beli antara suami istri yang dibuat oleh Notaris dan tanggung jawab apa yang dapat dikenakan terhadap Notaris tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akta jual beli yang dibuat oleh Notaris batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian dan Notaris dapat dimintai tanggung jawab secara perdata karena melakukan perbuatan melawan hukum dan tanggung jawab secara administrasi sesuai dengan UUJN. One of the notary duties is to act as the formulator for parties interest, in formulating their interests, notary shall pay attention to comply to the law. This is because when the parties desires have fully accepted and arranged in a deed without considering the law, then the deed will be null and void. However, there are many notarial deeds that still doesn't comply to the law found in the practice. For instance, a deed that violates the prohibition of purchasing agrement between a married couple in which is stated at article 1467 of the Indonesia's Civil Code. The purpose of this research is to identify and analyze the legal consequences of the purchasing agrement's notarial deed between a married partner and the responsibilities that can be given to the notary. The research method that is used in this research is a doctrinal method. According to the research’s findings, a purchasing agrement was made by the notary is null and void since it does not fulfill the terms of the validity of the agrement and notary should be held responsible to civil sanctions in the case of unlawful acts then administrative sanctions in accordance to the UUJN.
Problems of State Civil Apparatus Governance Centralistic In Law No. 5 of 2015 Concerning State Civil Apparatus Ahmad Azharil; Daly Erni
YURISDIKSI : Jurnal Wacana Hukum dan Sains Vol. 19 No. 2 (2023): September
Publisher : Faculty of Law, Merdeka University Surabaya, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55173/yurisdiksi.v19i2.187

Abstract

The existence and role of state civil apparatus in the field of public services has a strategic position if without the role of state civil apparatus,the state's obligation to serve its citizens will not be carried out. The problems faced in the implementation of public services include the organizational management system that has not been maximized, the occurrence of disciplinary violations committed by state civil apparatus, poor performance, poor quality of public services provided, a lot of overlapping state civil apparatus, not maximally provided by the state, and Often there is the implementation of tasks that are not in accordance with their duties and responsibilities. At this time, the election of regional heads is a source of problems for mutations on a large scale, usually the elected regional heads make changes in the form of changing and decreasing positions to changing the workplace of an state civil apparatus. Then how is the governance of the state civil apparatus centralized and how is the merit system in managing the state civil apparatus. The research method used in this study uses qualitative methods, namely a research method by means of interviews, observation, documentation in collecting data, then on the data that has been found a data analysis will be carried out. According to the Indonesia State Civil Apparatus Act Law, the state civil apparatus recruitment system in Indonesia is inappropriate for regional head officials to transfer state civil apparatus for political reasons, based on proximity and others. If the regional head transfers his state civil apparatus without paying attention to the regulatory aspects, then a regional head has violated the law. The implementation of state civil apparatus governance in Indonesia is currently regulated by many rules, so that the legal rules for state civil apparatus governance support strongly. However, in terms of substance there are still many problems. There are so many rules that are not considered by regional head officials in transferring or promoting state civil apparatus.
Legal Protection for Donors Who Fall into Poverty in Indonesia and Singapore Marina, Karina Putri; Erni, Daly
Hikmatuna : Journal for Integrative Islamic Studies Vol 10 No 1 (2024): Hikmatuna: Journal for Integrative Islamic Studies, June 2024
Publisher : UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/hikmatuna.v10i1.7243

Abstract

This research analyzes cases related to legal protection for grant givers who have fallen into poverty, even though grants are given free of charge and without receiving compensation, for Muslims based on Article 210 paragraph (1) the Compilation of Islamic Law there is a limitation on the amount of the grant, namely it cannot exceed one third to protect the rights of his heirs. The type of research used is doctrinal, taken from literature studies of statutory regulations. Based on the results of this research analysis, the implementation of grants for Muslims in Indonesia must follow the provisions in the form of pillars and grant conditions that have been determined in the Compilation of Islamic Law, including provisions regarding the maximum limit for grant implementation of 1/3 (one third) of the grantor's assets. The grant is null and void if it violates the provisions of Article 210 paragraph (1) of the Compilation of Islamic Law, this is because it violates the objective terms of the agreement. In Singapore there are restrictions when releasing an object through a grant in Singapore. In particular, the determination of rights and interests over land in Singapore is regulated by statutory regulations and the Controller of Residential Property as the Land and Property Registry Agency is a Singapore government institution that has authority over land in Singapore. Apart from being regulated in the Civil Code, grants are also regulated in the Compilation of Islamic Law in Indonesia.
Kepastian Hukum Terkait Kewenangan Notaris Dalam Mengesahkan Akta Risalah Rups Yang Diselenggarakan Secara Elektronik Fadilla, Jeva Fitri; Erni, Daly
JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol 7, No 1 (2023): JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan) (Januari)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58258/jisip.v7i1.3996

Abstract

Akta risalah RUPS Perseroan Terbatas yang dilakukan melalui media elektronik yang dilakukan pada saat fenomena COVID-19 karena adanya kebijakan pembatasan sosial (social distancing) di Indonesia. Hal ini mengharuskan pelaksanaan RUPS dilaksanakan secara daring. Permasalahan dalam penelitian ini kedudukan hukum akta risalah RUPS yang dilaksanakan secara daring dan kewenangan Notaris dalam mengesahkan akta risalah RUPS yang dilaksanakan secara daring namun pada peraturannya mewajibkan kehadiran Notaris secara fisik dihadapan kedua belah pihak. Adapun hasil penelitian yaitu Kedudukan hukum akta risalah RUPS Perseroan Terbatas yang dilaksanakan melalui media elektronik adalah sah ketika telah ditandatangani. Tandatangan yang digunakan adalah tandatangan elektronik karena RUPS dilaksanakan secara daring. Tanda tangan diisi oleh ketua rapat dan paling sedikit satu orang pemegang saham yang ditunjuk oleh peserta RUPS atau akta risalah RUPS dibuatkan akta Notaris. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 90 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Kemudian urgensi kewenangan Notaris yang dimana Notaris mengesahkan akta risalah RUPS yang diselenggarakan secara daring harus mendapatkan kepastian hukum. Dalam Pasal 15 Ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris telah ditegaskan bahwa Notaris dapat mensertifikasi dokumen elektronik, namun dalam pelaksanaanya tidak ada payung hukumnya mengenai teknis dan tata caranya yang jelas sehingga menyebabkan kebimbangan dari Notaris untuk melaksanakannya.