Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Peningkatan Kemampuan Kader Remaja Dalam Pengendalian Hipertensi Melalui Posyandu Remaja Parikesit Ratna Lestari; Miftafu Darussalam; Fajriyati Nur Azizah; Ferianto; Sipora, Sriyati
The Journal of Innovation in Community Empowerment Vol 3 No 2 (2021): JICE
Publisher : Journal of Innovation in Community Empowerment

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.545 KB) | DOI: 10.30989/jice.v3i2.625

Abstract

Hipertensi dikenal dengan silent killer karena merupakan penyakit yang menyebabkan kematian tanpa disadari. Kemenkes RI (2018) melalui Riskesdas melaporkan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 34,11% pada usia penduduk >18 tahun. Persentase ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 sebesar 25,8%. Riskesdas menyebutkan penyumbang kasus tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 44.13%, sedangkan Daerah Istimewa Yogyakarta menduduki peringkat ke 12 dengan jumlah prevalensi 32,86%. Berdasarkan Data Profil Kesehatan Provinsi Yogyakarta (2017) menyebutkan bahwa kasus hipertensi paling banyak terdapat di Kabupaten Sleman yaitu 12,10%. Dinkes Kabupaten Sleman (2020) melaporkan bahwa Kecamatan Kalasan merupakan penyumbang terbesar penderita hipertensi dibandingkan kecamatan lain. Hipertensi yang tidak dikelola dengan baik akan berlanjut pada penyakit kardio maupun vaskuler lainnya yang memberikan dampak pada kematian. Dibutuhkan pengendalian hipertensi melalui partisipasi aktif masyarakat atau pemberdayaan kader kesehatan. Pemberdayaan ini dilakukan dalam Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) Posyandu Remaja Parikesit. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk melatih kader remaja agar mempunyai pengetahuan dan keterampilan tentang hipertensi. Kegiatan pemberdayaan ini dilakukan dengan memberikan edukasi tentang hipertensi kepada kader remaja atau dikenal dengan parikesit, melatih kader menggunakan spigmometer digital agar dapat mengukur tekanan darah, dan mengajarkan cara mengisi buku raport hipertensi. Metode yang digunakan dalam pengabdian kepada masyarakat ini terdiri dari diskusi interaktif dan demonstrasi. Berdasarkan hasil evaluasi pelatihan kader didapatkan data tidak ada satupun kader remaja dengan hasil pengetahuan setelah edukasi lebih rendah daripada sebelum edukasi (0%), 3 kader remaja berpengetahuan sama/ tetap (17,7%), dan 14 kader remaja mempunyai pengetahuan yang lebih baik dari sebelum edukasi hipertensi (82,3%). Nilai p menunjukkan 0,001 yang berarti pelatihan kader remaja memiliki pengaruh terhadap peningkatan pengetahuan tentang hipertensi. Selain itu keterampilan kader remaja mengalami peningkatan setelah diberikan pelatihan sebesar 70,5% dengan nilai p 0,000.
EFEKTIVITAS MEDIA FILM PENDEK DALAM MENINGKATKAN SELF-RELIANCE PADA MAHASISWA KEPERAWATAN: The Effectiveness of Short Movie Media in Improving Self-reliance on Nursing Student Ngatoiatu Rohmani; Fajriyati Nur Azizah
Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of Nursing) Vol. 7 No. 2 (2021): JIKep | September 2021
Publisher : LPPM STIKES Pemkab Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (418.329 KB) | DOI: 10.33023/jikep.v7i2.738

Abstract

Pendahuluan: Perawat profesional tidak hanya membutuhkan pengetahuan dan keterampilan tetapi juga harus didukung oleh karakteristik pribadi yang baik seperti kemandirian untuk menjamin kenyamanan dan keselamatan pasien. Pendidikan karakter ini dapat diajarkan kepada mahasiswa keperawatan sejak mereka berada di tingkat akademis dengan memanfaatkan teknologi melalui film pendek. Tujuan: Mengetahui keefektifan media film pendek untuk menumbuhkan perilaku self-reliance pada mahasiswa keperawatan Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan pre experimental one grup pretest-posttest. Responden adalah mahasiswa keperawatan semester I sejumlah 38 orang yang diambil melalui teknik simple random sampling. Perlakuan dilakukan dengan memutar film pendek berjudul ASA, 1x sehari selama 2 hari berturut-turut. Data pengetahuan dan perilaku diambil menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti yang kemudian dianalisis menggunakan uji Wilcoxon dan dependent t-test. Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan nilai mean pada variabel pengetahuan dan perilaku sebelum dan setelah intervensi. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon mengindikasikan bahawa film pendek ASA efektif untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa (p=0.006). Sedangkan pada variabel perilaku, film pendek ASA belum dinilai efektif untuk meningkatkan perilaku self-reliance mahasiswa keperawatan (p>0.05). Kesimpulan: Pemilihan media pembelajaran yang menarik dan inovatif dapat meningkatkan minat mahasiswa untuk melihat sehingga tujuan dapat tersampaikan dengan baik yang berdampak pada peningkatan pengetahuan mahasiswa
Pemberdayaan Kader Remaja Parikesit dalam Deteksi Dini Kesehatan Jiwa Remaja Fajriyati Nur Azizah; Ratna Lestari; Suwarno
The Journal of Innovation in Community Empowerment Vol 4 No 1 (2022): Journal of Innovation in Community Empowerment (JICE)
Publisher : Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30989/jice.v4i1.682

Abstract

ABSTRAK Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis mengalami perubahan dalam kehidupannya. Perubahan tersebut meliputi perubahan fisik, mental, sosial, dan emosional. WHO tahun 2018 menyebutkan prevalensi penderita gangguan mental emosional di dunia usia 10-19 tahun, 16%nya mencakup dalam beban penyakit dan cedera global. Setengah dari semua kondisi kesehatan mental dimulai pada usia 14 tahun, tetapi kasus tidak terdeteksi dan tidak diobati karena sejumlah alasan. Riskesdas tahun 2018 mencatat masalah mental emosional penduduk Indonesia usia >15 tahun di Yogyakarta mencapai 10,1%. Tingginya prevalensi gangguan mental emosional pada remaja menunjukkan perlunya implementasi nyata untuk mengatasi dan mengantisipasi peningkatan angka kejadian gangguan mental emosional di kalangan remaja. Pembentukan kader kesehatan remaja merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan untuk membantu mengoptimalkan peran remaja dalam upaya meningkatkan keterampilannya melakukan deteksi dini kesehatan jiwa. Universitas Jenderal Achmad Yani bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta dan Puskesmas Kalasan melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat untuk memfasilitasi pemahaman kader remaja Parikesit tentang kesehatan jiwa remaja dan meningkatkan keterampilan remaja dalam melakukan deteksi dini kesehatan jiwa remaja. Untuk mengukur tingkat pengetahuan kader tentang deteksi dini kesehatan jiwa dilakukan pre dan posttest. Sedangkan untuk mengetahui kemampuan kader dalam melakukan pengkajian dengan kuesioner SDQ dan PSC diukur dengan lembar observasi pengkajian. Hasil yang didapatkan, sebagian besar pengetahuan dan keterampilan kader tentang kesehatan jiwa remaja sebelum dilatih berada pada katagori berpengetahuan baik yaitu sebanyak 59%, katagori cukup 35%, dan katagori kurang 6%. Setelah dilakukan pelatihan didapatkan peningkatan persentase pengetahuan kader remaja yang masuk katagori pengetahuan baik menjadi 82%, dan tidak ada kader yang pengetahuannya dalam katagori rendah. Sedangkan kemampuan kader dalam melakukan pengkajian setelah dilatih didapatkan hasil 100% kader memiliki keterampilan cukup dalam mengkaji kesehatan mental dengan menggunakan kuesioner SDQ dan PSC.
Analisis faktor yang berhubungan dengan resiliensi remaja dengan orang tua bercerai di Yogyakarta Fajriyati Nur Azizah; Ngatoiatu Rohmani; Sujono Riyadi
MEDIA ILMU KESEHATAN Vol 11 No 1 (2022): Media Ilmu Kesehatan
Publisher : Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30989/mik.v11i1.686

Abstract

Background: Teenagers relationship with their parents is one way for teenagers to communicate their needs. The challenge that arises when the parents are no longer together/divorced. Parents who are divorced and already have children will have a physical and psychological impact on the child. Objective: The study aimed to analyzes the factors that related to mental resilience of adolescents with divorced parents included age, gender, education, length of parents divorce time, and social support. Metode: This is descriptive analytic research with crossectional approach. Respondents are teenagers aged 10-24 years old totaling 30 people. CD-RISC used to measure resilience and was analyzed using Spearman's analysis. Result: There is no correlation between age, gender, education, length of time when parents are in conflict/divorce, and support for adolescents with resilience with a significance value of age and resilience being 0.073, gender with resilience being 0.801, education with resilience being 0.501, age with resilience being 0.801, conflicted/divorced parents with resilience is 0.059, and support with resilience is 0.508. Conclution: This study suggests that attention should be paid to the resilience of adolescents. Mental support and social suppot need to be taken from family and community to reduce the negative behaviour and to increase resilience. . Keywords: Adolescense, Resilience, Divorce
Edukasi tentang Remaja Percaya Diri dan Latihan Emotional Freedom Technique (EFT) dalam Upaya Peningkatan Harga Diri Remaja Fajriyati Nur Azizah; Sar, Alfie Ardiana; Pamungkas, Dewi Retno
The Journal of Innovation in Community Empowerment Vol 6 No 1 (2024): Journal of Innovation in Community Empowerment (JICE)
Publisher : Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30989/jice.v6i1.1252

Abstract

Adolescence is a time of identity formation. If this phase is skipped, it can result in a negative self-concept, distorted self-image, slow self-development, low self-esteem, identity shifts, and even role confusion. Adolescents who are able to overcome challenges, pay attention to the world around them, and participate in social interactions will have a positive self-concept. The method of implementing this community service activity is by conducting adolescent mental health education and training to increase adolescent self-confidence with the EFT Technique. Activities are carried out for 1 month. The steps of Community Service activities consist of three stages, namely the preparation stage, the implementation stage, and the final stage. most students are 11 years old (53%), male (57%) and are in grade VI (63%). The results of the activities carried out can be seen an increase in the aspects measured, namely student confidence measured using Rosenberg's modified self-confidence questionnaire, and other abilities that can be observed, namely the ability to do EFT, the ability to mention and show their respective strengths in front of the group, and the ability to write at least 5 student strengths on folding paper. The self-confidence table shows an increase in student self-confidence between before and after a series of activities to increase self-confidence. The mean score of self-confidence increased by 2 points from 30.27 to 32.33. The minimum value of self-confidence level has increased from 25 to 28. Meanwhile, the maximum value of self-confidence has also increased from 35 to 37 points. The value range of adolescent self-confidence is between 10-40 points. The higher the value or score of students' self-confidence, the higher their self-confidence, and vice versa. The study results show that providing education about self-confidence, EFT and games aimed at increasing self-confidence can increase the average student self-confidence score.
Pemberdayaan Kader Remaja Parikesit dalam Deteksi Dini Kesehatan Jiwa Remaja Fajriyati Nur Azizah; Lestari, Ratna; Suwarno
The Journal of Innovation in Community Empowerment Vol 4 No 1 (2022): Journal of Innovation in Community Empowerment (JICE)
Publisher : Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30989/jice.v4i1.682

Abstract

ABSTRAK Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis mengalami perubahan dalam kehidupannya. Perubahan tersebut meliputi perubahan fisik, mental, sosial, dan emosional. WHO tahun 2018 menyebutkan prevalensi penderita gangguan mental emosional di dunia usia 10-19 tahun, 16%nya mencakup dalam beban penyakit dan cedera global. Setengah dari semua kondisi kesehatan mental dimulai pada usia 14 tahun, tetapi kasus tidak terdeteksi dan tidak diobati karena sejumlah alasan. Riskesdas tahun 2018 mencatat masalah mental emosional penduduk Indonesia usia >15 tahun di Yogyakarta mencapai 10,1%. Tingginya prevalensi gangguan mental emosional pada remaja menunjukkan perlunya implementasi nyata untuk mengatasi dan mengantisipasi peningkatan angka kejadian gangguan mental emosional di kalangan remaja. Pembentukan kader kesehatan remaja merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan untuk membantu mengoptimalkan peran remaja dalam upaya meningkatkan keterampilannya melakukan deteksi dini kesehatan jiwa. Universitas Jenderal Achmad Yani bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta dan Puskesmas Kalasan melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat untuk memfasilitasi pemahaman kader remaja Parikesit tentang kesehatan jiwa remaja dan meningkatkan keterampilan remaja dalam melakukan deteksi dini kesehatan jiwa remaja. Untuk mengukur tingkat pengetahuan kader tentang deteksi dini kesehatan jiwa dilakukan pre dan posttest. Sedangkan untuk mengetahui kemampuan kader dalam melakukan pengkajian dengan kuesioner SDQ dan PSC diukur dengan lembar observasi pengkajian. Hasil yang didapatkan, sebagian besar pengetahuan dan keterampilan kader tentang kesehatan jiwa remaja sebelum dilatih berada pada katagori berpengetahuan baik yaitu sebanyak 59%, katagori cukup 35%, dan katagori kurang 6%. Setelah dilakukan pelatihan didapatkan peningkatan persentase pengetahuan kader remaja yang masuk katagori pengetahuan baik menjadi 82%, dan tidak ada kader yang pengetahuannya dalam katagori rendah. Sedangkan kemampuan kader dalam melakukan pengkajian setelah dilatih didapatkan hasil 100% kader memiliki keterampilan cukup dalam mengkaji kesehatan mental dengan menggunakan kuesioner SDQ dan PSC.
Penyuluhan Kesehatan Tentang Anemia Defisiensi Besi Pada Siswa Remaja Putri di SMA Negeri 1 Gamping Wuri Winahyu Sari, Ike; Dwi Kartika Rukmi; Rizqi Wahyu Hidayati; Fajriyati Nur Azizah
The Journal of Innovation in Community Empowerment Vol 4 No 2 (2022): Journal of Innovation in Community Empowerment (JICE)
Publisher : Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30989/jice.v4i2.748

Abstract

Rematri rentan menderita anemia karena banyak kehilangan darah pada saat menstruasi. Rematri yang menderita anemia berisiko mengalami anemia pada saat hamil. Hal ini akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan serta berpotensi menimbulkan komplikasi kehamilan dan persalinan, bahkan menyebabkan kematian ibu dan anak. Penyuluhan kesehatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap rematri tentang anemia defisiensi besi serta bagaimana cara pencegahannya agar dapat menekan risiko dari kejadian anemia tersebut. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 2022 di SMA Negeri 1 Gamping. Acara dihadiri oleh total sebanyak 114 siswa. Sementara sasaran penyuluhan ini adalah sebanyak 80 siswa rematri yang pada saat pelaksanaan dihadiri oleh 75 siswa rematri. Metode yang digunakan adalah evaluasi awal berupa pretest tentang anemia defisiensi besi. Dilanjutkan dengan pemberian materi anemia defisiensi besi dan menonton video pelayanan kesehatan tentang anemia dari Kemenkes. Selanjutnya evaluasi akhir berupa posttest tentang materi penyuluhan yang telah diberikan. Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang siginifikan pada pengetahuan dan sikap rematri tentang anemia defisiensi besi dengan masing-masing p value <0,001.
Edukasi tentang Remaja Percaya Diri dan Latihan Emotional Freedom Technique (EFT) dalam Upaya Peningkatan Harga Diri Remaja Fajriyati Nur Azizah; Sar, Alfie Ardiana; Pamungkas, Dewi Retno
The Journal of Innovation in Community Empowerment Vol 6 No 1 (2024): Journal of Innovation in Community Empowerment (JICE)
Publisher : Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30989/jice.v6i1.1252

Abstract

Adolescence is a time of identity formation. If this phase is skipped, it can result in a negative self-concept, distorted self-image, slow self-development, low self-esteem, identity shifts, and even role confusion. Adolescents who are able to overcome challenges, pay attention to the world around them, and participate in social interactions will have a positive self-concept. The method of implementing this community service activity is by conducting adolescent mental health education and training to increase adolescent self-confidence with the EFT Technique. Activities are carried out for 1 month. The steps of Community Service activities consist of three stages, namely the preparation stage, the implementation stage, and the final stage. most students are 11 years old (53%), male (57%) and are in grade VI (63%). The results of the activities carried out can be seen an increase in the aspects measured, namely student confidence measured using Rosenberg's modified self-confidence questionnaire, and other abilities that can be observed, namely the ability to do EFT, the ability to mention and show their respective strengths in front of the group, and the ability to write at least 5 student strengths on folding paper. The self-confidence table shows an increase in student self-confidence between before and after a series of activities to increase self-confidence. The mean score of self-confidence increased by 2 points from 30.27 to 32.33. The minimum value of self-confidence level has increased from 25 to 28. Meanwhile, the maximum value of self-confidence has also increased from 35 to 37 points. The value range of adolescent self-confidence is between 10-40 points. The higher the value or score of students' self-confidence, the higher their self-confidence, and vice versa. The study results show that providing education about self-confidence, EFT and games aimed at increasing self-confidence can increase the average student self-confidence score.