Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Analisis Disparitas Pemidanaan Terhadap Penyuapan Dalam Tindak Pidana Korupsi Alimuddin; Rodliyah; Rohayu, Rina
Private Law Vol. 5 No. 2 (2025): Private Law Universitas Mataram
Publisher : Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/prlw.v5i2.7585

Abstract

Penelitian tentang analisis disparitas pemidanaan terhadap penyuapan dalam perkara tindak pidana korupsi. Penelitian ini dibuat untuk menganalisis akibat hukum adanya disparitas pemidanaan terhadap penyuapan dalam tindak pidana korupsi. Menganalisis bagaimana upaya menimalisir terjadinya disparitas pemidanaan terhadap penyuapan dalam tindak pidana korupsi. Analisis konsep disparitas pemidanaan terhadap penyuapan dalam tindak pidana korupsi di masa depan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan hukum yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analisis. Dari data diatas maka disparitas pemidanaan dalam tindak pidana korupsi dibutuhkan komitmen semua lembaga Negara yang memiliki kewenangan dalam penanganan dan penindakan kejahatan extra ordinary crime. Tindak pidana penyuapan dalam tindak pidana korupsi merupakan pekerjaan rumah bagi penegakan hukum di dalam pemberantasan korupsi, meskipun di beberapa sektor tingkat korupsi mengalami penurunan tapi di sektor politik mengalami peningkatan. Penyebab tingkat korupsi di sektor politik mengalami peningkatan mungkin salah satu penyebabnya adalah disparitas pemidanaan dalam pidana korupsi, mengingat dengan pengenaan pasal yang sama dan kerugian yang hampir sama ketika sebuah kasus korupsi melibatkan politisi maka vonis berbeda akan dialami politisi tersebut dimana kecenderungan yang ada vonis yang dijatuhkan lebih ringan dibandingkan dengan pelaku pidana korupsi dari non politisi. Hakim ujung tombak terdepan dalam memberikan putusan yang tegas dan memberikan efek jera, maka adanya pedoman pemidanaan yang dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Mahkmah Agung dalam pemidanaan khusus terkait dengan Pasal 2 dan Pasal 3, maka PERMA No 1 tahun 2020 tidak banyak memberikan pengaruh dalam mengurangi dampak dari Disparitas Pemidanaan yang diujung tombaknya ada pada Hakim, sehingga regulasi yang ada saling kontradisi dimana undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi saling Tarik ulur dengan peraturan yang ada pada KPK, Kejaksaan, Pengadilan Tipikor (Hakim), sehingga masih belum dapat menciptakan suatu peradilan yang menlahirkan keadilan dan kesetaraan hukum pemberian pidana, yang memberikan kemungkinan bagi Hakim untuk memperhitungkan berat ringannya delik. Pendekatan diatas dapat dipergunakan dalam memperkecil dampak, menimalisir disparitas pemidanaan terhadap penyuapan dalam pidana korupsi di masa depan.
Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasa Khariri, Danial; Rohayu, Rina; Ufran
Commerce Law Vol. 5 No. 2 (2025): Commerce Law (in progress)
Publisher : Departement Business Law, Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/z6arap70

Abstract

This research is motivated by the increasing involvement of children as perpetrators of violent theft crimes, which exhibit symptoms of social and psychological complexity. The main objective of this study is to identify the causal factors that drive minors to commit these crimes and analyze them through a criminological perspective. This study uses a qualitative method with a case study approach on ten juvenile perpetrators of violent theft who are currently undergoing rehabilitation in a juvenile correctional facility. Data were obtained through in-depth interviews, observation, and documentation, then analyzed using a descriptive-analytical approach with a criminological theoretical framework. The results show an interaction between internal factors, such as psychological immaturity and biological conditions, and external factors such as poverty, family disorganization, negative social environmental influences, and low access to education. Economic factors are the dominant factor, with all respondents citing the pressure of basic needs as the primary motive, reinforced by the fact that 90% of children come from poor families and drop out of school. Theoretically, these children's criminal behavior reflects the integration of three criminological theories: Rational Choice Theory explains the calculation of costs and benefits in desperate situations; Strain Theory describes illegal adaptation due to limited access to legitimate means; and Social Control Theory explains the weak social bonds that facilitate deviant behavior. Thus, violent theft committed by children is not simply an impulsive act, but rather a form of rational adaptation to structural pressures in an environment with minimal social control.
Analisis Disparitas Pemidanaan Terhadap Penyuapan Dalam Tindak Pidana Korupsi Alimuddin; Rodliyah; Rohayu, Rina
Private Law Vol 5 No 2 (2025): Private Law Universitas Mataram
Publisher : Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/prlw.v5i2.7585

Abstract

Penelitian tentang analisis disparitas pemidanaan terhadap penyuapan dalam perkara tindak pidana korupsi. Penelitian ini dibuat untuk menganalisis akibat hukum adanya disparitas pemidanaan terhadap penyuapan dalam tindak pidana korupsi. Menganalisis bagaimana upaya menimalisir terjadinya disparitas pemidanaan terhadap penyuapan dalam tindak pidana korupsi. Analisis konsep disparitas pemidanaan terhadap penyuapan dalam tindak pidana korupsi di masa depan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan hukum yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analisis. Dari data diatas maka disparitas pemidanaan dalam tindak pidana korupsi dibutuhkan komitmen semua lembaga Negara yang memiliki kewenangan dalam penanganan dan penindakan kejahatan extra ordinary crime. Tindak pidana penyuapan dalam tindak pidana korupsi merupakan pekerjaan rumah bagi penegakan hukum di dalam pemberantasan korupsi, meskipun di beberapa sektor tingkat korupsi mengalami penurunan tapi di sektor politik mengalami peningkatan. Penyebab tingkat korupsi di sektor politik mengalami peningkatan mungkin salah satu penyebabnya adalah disparitas pemidanaan dalam pidana korupsi, mengingat dengan pengenaan pasal yang sama dan kerugian yang hampir sama ketika sebuah kasus korupsi melibatkan politisi maka vonis berbeda akan dialami politisi tersebut dimana kecenderungan yang ada vonis yang dijatuhkan lebih ringan dibandingkan dengan pelaku pidana korupsi dari non politisi. Hakim ujung tombak terdepan dalam memberikan putusan yang tegas dan memberikan efek jera, maka adanya pedoman pemidanaan yang dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Mahkmah Agung dalam pemidanaan khusus terkait dengan Pasal 2 dan Pasal 3, maka PERMA No 1 tahun 2020 tidak banyak memberikan pengaruh dalam mengurangi dampak dari Disparitas Pemidanaan yang diujung tombaknya ada pada Hakim, sehingga regulasi yang ada saling kontradisi dimana undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi saling Tarik ulur dengan peraturan yang ada pada KPK, Kejaksaan, Pengadilan Tipikor (Hakim), sehingga masih belum dapat menciptakan suatu peradilan yang menlahirkan keadilan dan kesetaraan hukum pemberian pidana, yang memberikan kemungkinan bagi Hakim untuk memperhitungkan berat ringannya delik. Pendekatan diatas dapat dipergunakan dalam memperkecil dampak, menimalisir disparitas pemidanaan terhadap penyuapan dalam pidana korupsi di masa depan.
PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA PENYANDANG DISABILITAS ANAK DALAM SISTEM HUKUM PIDANA ANAK DI INDONESIA Hanggara, Reno; Rohayu, Rina; Ufran , Ufran
JURNAL DARUSSALAM: Pemikiran Hukum Tata Negara dan Perbandingan Mazhab Vol. 4 No. 2 (2024): Jurnal Darussalam: Pemikiran Hukum Ketatanegaraan dan Perbandingan Mazhab
Publisher : STIS Darussalam Bermi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/jd.v4i2.192

Abstract

This research aims to: 1) understand the judicial process for juvenile offenders with disabilities; and 2) examine and analyze the concept of resolving criminal cases committed by juvenile offenders with disabilities in the future. This study is categorized as normative research using a statutory and conceptual approach. The type of data used is secondary data, consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The data collection techniques used include literature study and gathering data through electronic media related to the issues being studied. The data analysis technique applied is deductive reasoning, which involves drawing conclusions from general to specific, formulating facts, identifying causes and effects, and reasoning based on case studies. This study concludes that Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System (JCJS) serves as a crucial legal foundation for protecting the rights of children in conflict with the law. The JCJS Law provides room for diversion for juvenile offenders with exceptions, namely if the offender is not a repeat offender and the offense is punishable by less than seven years of imprisonment. From a material perspective, the provisions in the JCJS Law do not rigidly explain the rights of children with disabilities when facing the law. The regulations in the JCJS Law still predominantly focus on children with normal physical conditions. From a formal perspective, there is a legal vacuum specifically regulating the rights of children with disabilities in conflict with the law, akin to the regulations for children in conflict with the law under the JCJS Law and for women in conflict with the law under Supreme Court Regulation No. 13 of 2017 on Guidelines for Adjudicating Women in Conflict with the Law. Thus, the judicial process for juvenile offenders with disabilities still applies the normal judicial system as used for other children without disabilities. In the future, if diversion is pursued for resolving criminal cases involving juvenile offenders with disabilities, another alternative for handling such cases is that judges may apply judicial pardon when making decisions. Judicial pardon is regulated under the new Criminal Code in Article 54(2), which provides a normative basis for judges in their decision-making.