Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Peran Mikrobiota Saluran Cerna pada Artritis Reumatoid Tjahyanto, Teddy; Eldy, Eldy; Felicia, Clarissa; Niaga, Karmenia Jessica Kurnia
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : CV. Ridwan Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (602.799 KB) | DOI: 10.36418/syntax-literate.v6i11.4568

Abstract

Artritis rheumatoid merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya proses inflamasi kronis sistemik dan berakibat pada kerusakan sendi. Mekanisme etiopatogenik yang menyebabkan inflamasi yang sangat kompleks dan melibatkan berbagai faktor, termasuk keseimbangan mikrobiota saluran cerna. Tujuan penelitian dilakukan untuk meninjau lebih dalam mengenai peran interaksi inang-mikrobiota terhadap sistem kekebalan inang, mendiskusikan kemungkinan hubungan patofisiologi antara disbiosis mikrobiota saluran cerna dan manifestasi, serta menyarankan langkah preventif dan terapi potensial untuk artritis rheumatoid melalui perbaikan disbiosis mikrobiota saluran cerna. Sumber literatur diambil dari artikel jurnal yang dipublikasikan secara online dalam rentang waktu tahun 2016-2021. Database yang digunakan adalah PubMed, Science Direct, Cochrane, dan Wiley. Penelitian menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara disbiosis dan inflamasi mukosa saluran cerna dengan patogenesis artritis reumatoid. Disbiosis mikrobiota saluran cerna menyebabkan terbentuknya imunotoleransi yang berakibat pada penyakit autoimun. Peran mikrobiota pada artritis rheumatoid meliputi produksi sitokin proinflamasi dan sel Th17, serta pembentukan autoantibodi ACPA. Metabolit anti inflamasi mikrobiota seperti butirat yang meregulasi keseimbangan TFH/TFR didapatkan menurun pada artritis reumatoid. Disbiosis mikrobiota saluran cerna telah terbukti menjadi salah satu faktor penting dalam manifestasi artritis rheumatoid pada model hewan. Studi tambahan perlu dilakukan untuk mengeksplorasi keterlibatan mikrobiota dalam saluran cerna yang berbeda dalam modulasi imun selama patogenesis artritis reumatoid.
REFEEDING SYNDROME DALAM PENATALAKSANAAN ANAK DENGAN GIZI BURUK: SEBUAH TINJAUAN PUSTAKA Felicia, Clarissa; Priambodo, Winres Sapto
Healthy Tadulako Journal (Jurnal Kesehatan Tadulako) Vol. 10 No. 3 (2024)
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22487/htj.v10i3.1275

Abstract

Pendahuluan: Refeeding syndrome (RFS) merupakan serangkaian perubahan metabolik dan elektrolit yang terjadi sebagai akibat dari peningkatan pemberian kalori secara agresif setelah periode ketiadaan asupan kalori pada pasien kurang gizi berat. Kondisi ini dapat dijumpai pada berbagai lingkup usia, tidak terkecuali anak-anak. Insidensi RFS mencapai 15% pada balita dengan malnutrisi berat akut. Tujuan: Tinjauan ini bertujuan untuk memberikan referensi terbaru RFS khususnya di bidang pediatri guna memberikan pemahaman yang komprehensif, sehingga kondisi ini diharapkan dapat lebih cepat diprediksi dan dikelola di masa mendatang. Metode: Pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan database seperti PubMed, Cochrane Library, dan Science Direct dengan kata kunci “sindrom refeeding”, “komplikasi”, “terapi”, “malnutrisi” dan “gizi buruk”. Hasil: Refeeding syndrome merupakan suatu kondisi fatal yang berpotensi mengancam jiwa. Malnutrisi akut dan kronis merupakan faktor risiko yang khas. Namun, RFS dapat dicegah dengan memperkenalkan kembali makanan secara bertahap sesuai dengan fase penyakit, sebagaimana yang tertuang dalam program Sepuluh Langkah Tatalaksana Gizi Buruk. Kesimpulan: Secara keseluruhan, RFS adalah kondisi yang serius tetapi dapat dicegah yang dapat dikelola dengan pemantauan penuh dan perawatan terkontrol. Kesadaran akan kemungkinan RFS dan identifikasi pasien yang berisiko sangat penting, karena komplikasi metabolik dari gangguan ini dapat dihindari dengan penanganan yang tepat.
Tindak Pidana Pornografi dan Revenge Porn terhadap Anak di Indonesia: Perspektif Hukum dan Implikasi UU ITE Zahra, Aisyah Siti; Hidriani, Clarissa Felicia; Yuanda, Gabriela Katarina; Silalahi, Maria Angelita; Hidayat, Zahrah Ramadhanti; felicia, clarissa
Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains Vol 4 No 02 (2025): Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains
Publisher : Westscience Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58812/jhhws.v4i02.2104

Abstract

Perkembangan teknologi yang pesat dan kemudahan akses di era digital turut meningkatkan tingkat kriminalisasi pornografi di Indonesia, khususnya dalam tindak pidana pornografi balas dendam (revenge porn) terhadap anak di bawah umur.  Revenge porn  adalah kejahatan pornografi yang dilakukan karena motif balas dendam dengan mempublikasikan konten pornografi korban di internet. Revenge Porn terhadap anak membawa dampak kerugian jangka panjang bagi kondisi psikologis korban. Dari kasus yang terjadi di Indonesia, korban revenge porn sering menjadi objek perundungan dan penindasan hukum, maka dari itu diperlukan peningkatan efektivitas perlindungan hukum kepada anak dalam kasus pornografi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas penerapan Undang-undang ITE dan Undang-undang Pornografi dalam menjerat pelaku revenge porn terhadap anak, termasuk potensi tumpang tindih regulasi serta hambatan dalam penegakan hukumnya. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan hukum normatif empiris, yaitu menganalisis secara rinci hukum positif yang ada serta aturan hukum lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan perlindungan hukum bagi anak dalam kasus tindak pidana revenge porn. Teknik analisis data yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Adapun hasil kesimpulan dari penelitian ini adalah:  (1) dibutuhkan perlindungan khusus terhadap anak guna mencegah adanya eksploitasi seksual dan kekerasan berbasis digital, (2) diperlukan keterlibatan pemerintah dalam pembentukan kebijakan yang jelas terkait penggunaan pasal Undang-undang ITE dan Undang-undang Pornografi dalam kasus tindak pidana revenge porn. Pemerintah perlu meningkatkan kualitas di bidang forensik digital, serta membentuk sistem pelaporan pidana yang ramah anak.