Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Beberapa Aspek Reproduksi Siput Lambis lambis di Pesisir Perairan Yenusi, Biak Widyastuti, Andriani; Aji, Ludi Parwadani
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol 1, No 3 (2016)
Publisher : Oseanologi dan Limnologi di Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Siput Lambis lambis merupakan salah satu spesies siput yang sangat digemari masyarakat dan selalu diambil dalam semua ukuran yang ditemui. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena dalam jangka waktu panjang, keberadaannya di alam akan semakin berkurang karena tidak ada kesempatan untuk bereproduksi secara alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nisbah kelamin dan tingkat kematangan gonad  L. lambis di perairan Yenusi, sehingga waktu penangkapan yang tepat dapat diatur.  Sampel dikumpulkan setiap bulan dari bulan Januari sampai Desember 2013, dan pengujian serta analisis histologis dilakukan di laboratorium.  Jumlah total sampel yang dikumpulkan sebanyak 99 ekor dengan jumlah siput jantan 45 ekor dan betina 54 ekor. Nisbah kelamin siput jantan dan betina adalah 1,0:1,2.  Tingkat kematangan gonad  yang ditemukan mencakup keempat tahap perkembangan gonad dari TKG I hingga TKG IV. Perkembangan gonad memperlihatkan proses pembentukan dan pematangan gonad serta pemijahan yang terjadi sepanjang tahun, dengan puncak pemijahan pada bulan Januari sampai Maret 2013. Ukuran panjang cangkang yang diperoleh berkisar 4,55–13,72 cm yang mengindikasikan over eksploitasi. Karena kebiasaan penduduk lokal yang mengambil siput dalam semua ukuran yang ditemui, diperlukan strategi pengelolaan yang lestari, di antaranya penutupan area penangkapan pada saat L. lambis berada pada puncak pemijahan, dan penangkapan hanya boleh dilakukan pada individu dewasa dengan  ukuran cangkang minimal 7 cm, dengan mengamati kondisi cangkang yang tebal dan lipatan marjinal yang telah terbentuk.
Keanekaragaman Moluska di Ekosistem Pesisir Biak Selatan, Papua Aji, Ludi Parwadani; Widyastuti, Andriani
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : Oseanologi dan Limnologi di Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Daerah pesisir Pulau Biak terdiri dari tiga ekosistem utama, yaitu hutan bakau, padang lamun, dan terumbu karang tempat hidup berbagai jenis moluska. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai keanekaragaman dan struktur komunitas moluska bentik (gastropoda dan bivalvia) di daerah pesisir perairan Biak. Keanekaragaman moluska di perairan Biak Selatan diteliti pada bulan September 2011. Penelitian dilaksanakan di 4 lokasi, yaitu Paray, Ambroben, Yenures, dan Sorido dengan setiap lokasi terdiri dari 2 stasiun. Metode sampling yang digunakan adalah transek garis kuadrat mulai dari daerah pasang surut dari pantai menuju laut. Moluska epifauna dan infauna yang didapatkan di dalam transek dihitung dan diidentifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman moluska bentik cukup tinggi karena ditemukan 94 spesies yang terdiri dari 75 gastropoda dan 19 bivalvia. Gastropoda dengan persebaran tertinggi yang ditemukan di semua stasiun adalah Nassarius sp., sedangkan pada bivalvia adalah Tellina sp. Nilai tertinggi indeks keanekaragaman jenis (H) adalah 2,96 yang didapatkan di perairan Paray 1 dan terendah adalah 0,58 di perairan Yenures 1. Indeks kemerataan (E) dan indeks dominansi (D) berkisar 0,27–0,96 dan 0,06–0,72. Indeks kekayaan jenis (d) berkisar 2,89–6,84 dan indeks kesamaan berkisar 3,90–42,40.
Struktur Komunitas Moluska di Padang Lamun Perairan Kepulauan Padaido dan Aimando Kabupaten Biak Numfor, Papua Aji, Ludi Parwadani; Widyastuti, Andriani; Capriati, Agustin
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol 3, No 3 (2018)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (516.378 KB) | DOI: 10.14203/oldi.2018.v3i3.184

Abstract

Moluska merupakan salah satu biota laut yang paling banyak ditemukan di daerah padang lamun dan dimanfaatkan oleh masyarakat di Biak. Akan tetapi informasi mengenai keanekaragaman spesies dan kelimpahan moluska di perairan Kepulauan Padaido dan Aimando, Biak Papua hingga saat ini masih kurang. Penelitian biota moluska di daerah padang lamun Kepulauan Padaido Aimando, Biak telah dilakukan pada bulan April - Oktober 2014. Metode sampling menggunakan transek kuadrat mulai dari tepi pantai menuju ke arah laut pada 15 stasiun. Sampel moluska diawetkan dalam larutan alkohol 40% dan selanjutnya dibersihkan serta diidentifikasi di laboratorium. Diperoleh 239 spesies moluska yang terdiri dari 177 spesies dari kelas Gastropoda dan 62 spesies dari kelas Bivalvia. Moluska dengan penyebaran yang luas ditemukan pada spesies Monetaria annulus, Conomurex luhuanus dan Canarium urceus dari kelas Gastropoda, sedangkan dari kelas Bivalvia adalah Anadara antiquata. Nilai indeks keanekaragaman spesies (H) tertinggi terdapat di Stasiun 7 (3,951) dan terendah pada Stasiun 14 (3,077). Nilai indeks kekayaan spesies (d) berkisar antara 9,041 – 10,883 dan nilai indeks kemerataan spesies (J) berkisar antara 0,768 – 0,99. Adapun indeks dominan berkisar antara 0,020 – 0,092. Dilihat dari indeks similaritasnya, Stasiun 3 memiliki kesamaan yang tinggi dengan Stasiun 4. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi keanekaragaman spesies dan kelimpahan moluska yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan untuk manajemen sumberdaya moluska di Biak.
The operation and production in Penaeid farm: mini review aji, ludi parwadani
Journal of Tropical Life Science Vol 1, No 2 (2011)
Publisher : Journal of Tropical Life Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penaeid prawn demand in the world market has brought about a dramatic raise in the price of prawns, so, the aquaculture prawn industry also increase. Prawn farming can be divided by intensive, semi intensive or extensive culture system. Extensive culture system has low stocking densities, whereas, intensive culture (very high stocking densities) has highest level of environmental control such as recirculation system and stable ecological system. Predation and disease is the major obstacles in culture system. To deal with predation, farmers use net for covering the ponds and fencing the ponds. Disease organism such as parasites, bacteria, fungal and viruses may be eliminated through sterilization of the water. The commercial diets made from squid and white fish meal may replace fresh diet in semi-intensive culture as fish diet has a problem with preservation. Moreover, maintaining water quality such as dissolve oxygen, pH, nitrogen (ammonia and ammonium) and temperature is very important to support productivity and profitability in prawn farming. The most prominent aims at harvest are to pack the prawn in a way that avoids physical damage, minimize the quantity of prawn left on the bottom of pond, and directly chill prawn. Therefore, good management of water quality, feeding, disease, predation, and harvesting is important in prawn culture.Keywords : penaeid, prawn, culture, production, water quality
The operation and production of the barramundi, Lates calcarifer, at the Good Fortune Bay (GFB) Barramundi Farm Australia Aji, Ludi Parwadani
Journal of Tropical Life Science Vol 2, No 1 (2012)
Publisher : Journal of Tropical Life Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Barramundi (Lates calcarifer) is a commercially important species in Australia and Southeast Asia. Barramundi are not difficult to accept artificial diets, resistant to disease and can grow faster in warm climates. System operation in Good Fortune Bay (GFB) Barramundi Farm in Kelso can be divided into nursery and grow-out management sections. The water source for nursery and grow-out is come from ground water with semi-recirculated system was applied. Every cage in the grow-out ponds has equipment with 4-wheel paddlewheel aeration. Aeration is eminent usually at night when the dissolve oxygen (DO) level in the ponds drop. To prevent predation and disease, each cage is covered by oyster tray lid and nursery tanks are always cleaned to remove pathogens. In the nursery, pellet is given to fish and the pellet size increase depends on the fish size, whereas, fish are feed by floating pellet for grow-out fish. Moreover, farmers measure water quality like DO every morning and also take water sample for ammonia, nitrite, nitrate analysis once a month. GFB Barramundi Farm just sells their product domestically and not import to other country since the price of barramundi from South East Asia such as Indonesia and Vietnam is much cheaper even the quality is lower than Australia product. This is because the labor and production cost in Australia is higher than South East Asia. Keyword: barramundi, nursery, grow-out, farm
THE USE OF ALGAE CONCENTRATES, DRIED ALGAE AND ALGAL SUBSTITUTES TO FEED BIVALVES Aji, Ludi Parwadani
Makara Journal of Science Vol. 15, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The Diversity of Molluscs in Seagrass Ecosystem of Wondama Bay, West Papua, Indonesia Aji, Ludi Parwadani; Widyastuti, Andriani; Hadiyanto, Hadiyanto
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 30, No 2 (2025): Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ik.ijms.30.2.245-258

Abstract

Papua, Indonesia is located in the Coral Triangle and is home to many marine creatures. Some areas of Papua, however, remain underexplored, particularly in terms of the diversity of mollusc and their seagrass bed habitat. This research aims to document benthic mollusc and seagrass species in Wondama Bay Regency and assess how habitat, temperature, and geographic location affect mollusc diversity and composition. Field data collection was conducted at nine sampling stations. A total of 197 benthic mollusc species was recorded, consisting of 53 species from 19 families of bivalves and 144 species from 40 families of gastropods. This suggests that mollusc species in Wondama Bay Regency still need further exploration which could reveal additional species. The bivalve Tellina sp. and gastropod Mitrella scripta were found in all nine sampling areas. Furthermore, nine species of seagrasses were recorded, with Enhalus acoroides and Cymodocea rotundata found at all sites. The number of seagrass species in our study is considerably high. The seagrass species richness ranged from three to eight species, while the percent cover varied from 13 % to 65 % across sites. This research found that temperature, seagrass species, and geographic location did not significantly impact the mollusc species composition among sites. Whereas, seagrass coverage showed as an important driver of mollusc community assemblages, highlighting the importance of seagrass bed protection for mollusk diversity. This finding may assist stakeholders in advancing marine conservation efforts and encouraging the sustainable utilization of marine resources particularly in Wondama Bay Regency, Papua.
Perkembangan Gonad Siput Mansi (Canarium luhuanus) Di Perairan Pulau Auki, Biak, Papua: Gonad Development of Mansi Conch (Canarium luhuanus) At Auki Island Waters, Biak, Papua Widiastuti, Andriani; Aji, Ludi Parwadani
Jurnal Perikanan Kamasan: Smart, Fast, & Professional Services Vol. 4 No. 2 (2024): JURNAL PERIKANAN KAMASAN
Publisher : Akademi Perikanan Kamasan Biak Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58950/jpk.v4i2.68

Abstract

Siput Mansi (Canarium luhuanus) merupakan salah satu jenis siput dari famili Strombidae, yang hidup di Kepulauan Padaido, diambil dan dijual oleh masyarakat lokal, terutama pada saat melimpah di musim-musim tertentu. Untuk menekan aktifitas penangkapan, dapat dilakukan dengan memberikan penyadaran kepada masyarakat mengenai kondisi biologi dan siklus hidup dari siput mansi, serta melakukan upaya pengelolaan yang lestari. Dengan pengelolaan, dapat menjaga kelestariannya di alam. Untuk itu dilakukan penelitian ini, untuk mengetahui tingkat kematangan gonad siput mansi, sebagai informasi awal dalam manajemen sumberdaya. Sampel dikumpulkan setiap bulan selama tiga bulan (Januari-September 2015), untuk pengujian histologi. Total sampel yang dikumpulkan sebanyak 81 buah. Perkembangan gonad yang diamati dari hasil histologi gonad setiap bulan, diperoleh gambaran 5 (lima) fase perkembangan gonad sebagai berikut : Tkg 1 (fase pembentukan oosid primer/spermatogonium), Tkg 2 (fase pembentukan oosit sekunder/spermatosid), Tkg 3 (fase pembentukan oosit tersier/spermatid), Tkg 4 (fase matang gonad), Tkg 5 (fase memijah)
Komunitas Terumbu Karang dan Ikan di Pesisir Perairan Biak Barat, Biak, Papua: Coral Reef Community and Reef Fish in Coastal Waters in West Biak, Biak, Papua Widyastuti, Andriani; Lorwens, Jonas; Latanda, Latanda; Aji, Ludi Parwadani
Jurnal Perikanan Kamasan: Smart, Fast, & Professional Services Vol. 6 No. 1 (2025): Jurnal Perikanan Kamasan
Publisher : Akademi Perikanan Kamasan Biak Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58950/jpk.v6i1.85

Abstract

Wilayah pesisir Biak Barat di Papua memiliki potensi ekosistem terumbu karang yang besar namun belum banyak dikaji dibandingkan wilayah Biak Timur dan Kepulauan Padaido. Pemahaman terhadap kondisi ekologi terumbu karang dan ikan karang di kawasan ini penting sebagai dasar pengelolaan sumber daya pesisir secara berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan menilai kondisi komunitas terumbu karang dan ikan karang di pesisir Biak Barat serta memberikan gambaran status ekosistem sebagai dasar kebijakan konservasi. Penelitian dilakukan pada 27 Februari – 8 Maret 2017 di sembilan lokasi, menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) di lima lokasi dan Rapid Reef Assessment (RRA) di empat lokasi, sedangkan inventarisasi ikan dilakukan melalui Underwater Visual Census (UVC). Hasil menunjukkan bahwa tutupan karang hidup berdasarkan LIT berkisar 24,33–62,83% dengan rata-rata 46,20% (kategori sedang), sedangkan hasil RRA menunjukkan kisaran 2–18% dengan rata-rata 7% (kategori buruk). Sebanyak 104 jenis ikan karang dari 19 famili ditemukan, dengan dominasi Pomacentridae (30 jenis), Labridae (17 jenis), dan Chaetodontidae (14 jenis). Hasil ini menunjukkan bahwa ekosistem terumbu karang Biak Barat masih memiliki keanekaragaman ikan yang tinggi meskipun beberapa area mengalami degradasi. Secara keseluruhan, kondisi ekosistem tergolong sedang hingga buruk sehingga diperlukan pemantauan berkala, perlindungan area rentan, dan pengelolaan berbasis masyarakat guna menjaga fungsi ekosistem serta mendukung potensi wisata bahari berkelanjutan.