Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PRINCIPLES OF DAKWAH IN THE QURAN (Treatment Perspective Of Qs Muhammad Verse19) Ali Mustafa; Elda Ayumi; Mailin Mailin
Almufida : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol 6, No 2 (2021): Almufida: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractGenerally, scholars state that the law of da'wah is obligatory ('ain or kifayah). The problem is, there are opinions that make science a basic condition for preaching. Preaching must be knowledgeable. If that is the case, then how can a Muslim fulfill his duty of preaching? Does he have to wait to memorize and master the Koran 30 juz and thousands of hadiths? What knowledge and in what degree should a preacher master? This paper will answer by making QS Muhammad [47]: 19 as the object of study. Imam Bukhari cited this verse as the main argument in his Sahih when writing the chapter "al-'science of qabl al-qaul wa al-'amal". With a content analysis approach, QS Muhammad [47]: 19 is viewed from five books of interpretation, representing various schools of thought. In conclusion, there are no objections from the five commentators to make QS Muhammad verse 19 a proof of understanding "knowledge before doing good". In fact, three of them strengthen. Therefore, the thesis "science before da'wah" or the science of the conditions for preaching can be accepted as an understanding of "science before doing charity". Based on QS Muhammad [47]: 19, the most standard (basic) knowledge and material in preaching is about la ilaha illallah (tawhid). This verse is also the basis of the four principles of Islamic da'wah and communication, namely divinity, humanity, noble character, and moderation. This finding provides a new perspective in the interpretation of QS Muhammad [47]: 19,Keywords: Knowledge, Da'wah Principles, QS Muhammad Verse 19
DAKWAH MELALUI METODE SILATURAHMI: Sebuah Tinjauan Reflektif terhadap Aktivitas J a ula h K h u s h u s h i Jamaah Tabligh Ali Mustafa
Al-Hikmah Media Dakwah, Komunikasi, Sosial dan Kebudayaan Vol 8 No 1 (2017): Volume 8 Nomor 1, Januari-Juni 2017
Publisher : DEPARTEMENT OF COMMUNICATION AND ISLAMIC BROADCASTING STUDIES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/hikmah.v8i1.396

Abstract

Dakwah dengan metode silaturahmi secara teoretik memiliki berbagai kelebihan, di antaranya ialah dapat menciptakan hubungan yang lebih akrab antara dai dan mad‘ū. Tulisan ini hendak mengulas metode dakwah silaturahmi yang didasarkan pada tinjauan reflektif terhadap aktivitas dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh. Sebab, di antara gerakan dakwah di dunia, yang menjadikan metode silaturahmi sebagai metode utama adalah Jamaah Tabligh. Dari tulisan ini dapat direfleksikan tiga hal. Pertama, Jamaah Tabligh memiliki konsep dakwah yang komprehensif terkait metode dakwah silaturahmi. Hal ini dapat dilihat dari klasifikasi sasaran khushushi yang ditetapkan oleh Jamaah Tabligh yang disertai dengan memberikan garis-garis tentang pesan yang harus disampaikan pada masing-masing karakter mad‘ū yang dikunjungi. Kedua, kunjungan dakwah yang dilakukan Jamaah Tabligh demikian terorganisir. Hal ini dilihat dari prinsip nisab – menyisihkan waktu 2,5 jam perhari, 3 hari dalam sebulan, 40 hari dalam setahun, dan 4 bulan sekali seumur hidup – bagi karkun untuk melakukan khushushi dalam berdakwah. Ketiga, dalam silturahmi dakwah yang dilakukan Jamaah Tabligh tercermin nilai ikram (memuliakan) sesama muslim. Konsep semacam ini tentu menjadi sebuah keniscayaan bagi gerakan dakwah Islam, di mana umat Islam di seluruh dunia dapat saling menghormati dan bergandengan tangan untuk memecahkan masalah yang menjadi persoalan umat.
Penguatan Resiliensi Beragama pada Anak Muallaf di Kala Wih Ilang Takengon Izzatur Rusuli; Zakiul Fuady; Ali Mustafa
ABDIMAS Iqtishadia Vol. 2 No. 1 (2024): ABDIMAS Iqtishadia
Publisher : Prodi Ekonomi Syariah Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/iqtis.v2i1.41837

Abstract

Religious conversion is not a new phenomenon in society, especially in the diverse nation of Indonesia. Interestingly, there are several Karo children in Kala Wih Ilang Takengon whose parents or extended families still adhere to their traditional beliefs, but the children have converted to Islam. This community service aims to strengthen the resilience of these young converts, ensuring they remain steadfast in their new faith, and to promote religious moderation. The approach used is Community Based-Research (CBR), which involves treating the supported children as partners in the service project. The steps taken include a pre-assessment activity involving site observation, an assessment to gather information from stakeholders about the children's conditions, and the implementation of the service, which includes providing reinforcement of resilience and religious moderation. The results of this service show that five young converts were supported: Hevi Harpani, Febrina, Marsella, Rivaldo Ginting, and Alex Barus. Currently, they are spread across Islamic boarding schools in Takengon and Aceh Besar. Strengthening resilience and religious moderation was conducted through a personal approach, using question-and-answer sessions and discussions related to the topics to be reinforced. Additionally, the service team provided gifts such as prayer equipment and reading materials to help the supported children remain consistent in their Islamic faith and practice it moderately. This community service recommends that local governments provide attention and support to these children so they can pursue their education. Keywords: muslim convert children, religious moderation, reinforcement, resiliency
IMPLEMENTASI PEMENUHAN HAK BIOLOGIS TERHADAP PASANGAN LONG DISTANCE MARRIAGE DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEHARMONISAN RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM: Studi Fenomologis Pasangan Long Distance Mariage Di Kota Pekanbaru Ali Mustafa
Al-Usariyah: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 2 (2023): AL-USARIYAH: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM
Publisher : Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37397/al-usariyah.v1i2.317

Abstract

Penelitian ini mengkaji long distance marriage yaitu menjalani hubungan pernikahan dengan terpisah oleh jarak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pemenuhan hak biologis pasangan long distance marriage dan cara mempertahankan keharmonisan rumah tangga meskipun kondisi sedang berjauhan di kota Pekanbaru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini didesain dalam bentuk penelitian lapangan atau field researh, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan dan mewawancarai 15 pasang responden. Pendekatan penelitian ini adalah dengan cara deskriptif kualitatif bertumpu pada fenomenologi yang dijelaskan secara teoritik. Sumber datanya berbentuk primer yaitu hasil wawancara dengan responden dan juga dilakukan penelitian langsung pada subjek untuk memperoleh informasi-informasi yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga para responden. Adapun data sekunder adalah buku-buku yang berkenaan dengan pernikahan baik dari buku klasik atau kontemporer. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pada dasarnya sebuah ikatan pernikahan adalah bersatunya dua insan dalam ikatan yang suci. Bersatunya hati dan juga fisik dengan mereka hidup berdampingan. Namun ada kondisi di mana mereka harus rela berpisah dari pasangannya karena beberapa faktor keadaan, di antaranya adalah: a) melanjutkan pendidikan, b) karena pekerjaan, dan c) karena kondisi tertentu. Sehingga dalam hal ini ada hal yang tidak bisa terwakilkan yaitu pemenuhan hak biologis. Hak biologis pasangan suami istri adalah hal yang wajib untuk ditunaikan. Karena di antara tujuan pernikahan adalah agar tersalurkan hasrat biologis dengan cara yang diridhoi Allah. Para responden yang menjalani long distance marriage, masing-masing berbeda-beda dalam menyikapi permasalahan biologis dikarenakan berbeda pula frekuensi perjumpaan mereka. Ada yang berjumpa setiap pekan, empat bulan, dan enam bulan. Ada yang sudah terbiasa dan ada yang masih sangat mempermasalahkan. Hasrat biologis yang tidak disalurkan akan berdampak terhadap fisik dan emosional seseorang yang akhirnya juga akan mempengaruhi hubungan rumah tangga. Sehingga hal-hal yang dilakukan oleh responden ketika hasrat itu muncul diantaranya dengan: 1) jalan-jalan, 2) makan-makan, 3) menjaga pandangan, 4) menahan semaksimal mungkin, dan 4) telefon/vidio call vcs (masturbasi). Penulis memberikan pandangan untuk bisa mengatasi permasalahan biologis tersebut agar tidak merusak hubungan rumah tangga, di antaranya; a) Poligami, b) Masturbasi, c) Berpuasa, d) Menyibukkan diri dengan olahraga, aktifitas keagamaan dan pekerjaan, dan d) Salah satu pihak mengalah. Pernikahan adalah sebuah ibadah yang agung untuk dua insan agar bisa saling mencintai, menyayangi, melindungi, dan mengasihi. Pernikahan bukan hanya sekedar ajang untuk menyalurkan hasrat biologis semata. Sehingga apabila hasrat biologis tidak bisa disalurkan, maka tidak harus pernikahan menjadi gersang dan hampa. Pada dasarnya rumah tangga hendaknya ada kebersamaan jiwa dan raga. Hendaknya pernikahan long distance marriage dihindari. Akan tetepi jika tidak bisa, maka hendaknya masing-masing pasangan berkomiten untuk tetap bersama meski terpisah jarak dan waktu serta bermusyawarah apabila terjadi keributan di antara suami dan istri tersebut. Kata kunci: LDR, LDM, Hak Biologis  
HAMBATAN KOMUNIKASI LINTAS AGAMA DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH: ANALISIS KONTEN FILM AISYAH BIARKAN KAMI BERSAUDARA Hamdan; Ali Mustafa; Fachrur Rizha
Al-Manaj : Jurnal Program Studi Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2025): Al-Manaj IN PRESS
Publisher : Prodi Manajemen Dakwah STAIN Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56874/almanaj.v5i1.2271

Abstract

Komunikasi lintas agama adalah salah satu elemen krusial dalam menciptakan masyarakat yang harmonis dan inklusif. Dalam konteks pendidikan, komunikasi tidak hanya berfungsi sebagai sarana penyampaian informasi, tetapi juga sebagai instrumen penting untuk membangun saling pengertian dan menghargai perbedaan. Artikel ini membahas sebuah film berjudul “Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara” karya Herwin Novianto (2016). Film ini mengangkat cerita tentang seorang guru muslimah yang ditugaskan untuk mengajar di wilayah terpencil yang mayoritas penduduknya beragama Katolik. Tiga hal yang menjadi fokus penelitian, yaitu: 1) representasi komunikasi lintas agama dalam pembelajaran, 2) hambatan-hambatan komunikasi lintas agama, dan 3) upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis konten. Hasil penelitian mengungkap bahwa film “Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara” merepresentasikan komunikasi lintas agama dalam dua bentuk, yaitu verbal dan non-verbal, dan dalam tensi harmonis dan disharmonis. Hambatan komunikasi lintas agama dalam konteks pembalajaran yang ditemukan dalam film ini meliputi perbedaan nilai, stereotip dan prasangka, disinformasi, dan sikap tidak terbuka. Upaya mengatasinya antara lain meningkatkan literasi lintas agama, dialog terbuka dan diskusi, penerimaan dan toleransi, menunjukkan empati dan ketulusan, serta melibatkan opinion leader. Kesimpulannya, komunikasi menjadi faktor penting dalam menunjang efektivitas pembelajaran di sekolah. Karenanya, komunikasi dan kemampuan mengatasi hambatannya merupakan kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh guru sebagai komunikator dalam pembelajaran.
HAMBATAN KOMUNIKASI LINTAS AGAMA DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH: ANALISIS KONTEN FILM AISYAH BIARKAN KAMI BERSAUDARA Hamdan; Ali Mustafa; Fachrur Rizha
Al-Manaj : Jurnal Program Studi Manajemen Dakwah Vol. 5 No. 1 (2025): Al-Manaj
Publisher : Prodi Manajemen Dakwah STAIN Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56874/almanaj.v5i1.2271

Abstract

Komunikasi lintas agama adalah salah satu elemen krusial dalam menciptakan masyarakat yang harmonis dan inklusif. Dalam konteks pendidikan, komunikasi tidak hanya berfungsi sebagai sarana penyampaian informasi, tetapi juga sebagai instrumen penting untuk membangun saling pengertian dan menghargai perbedaan. Artikel ini membahas sebuah film berjudul “Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara” karya Herwin Novianto (2016). Film ini mengangkat cerita tentang seorang guru muslimah yang ditugaskan untuk mengajar di wilayah terpencil yang mayoritas penduduknya beragama Katolik. Tiga hal yang menjadi fokus penelitian, yaitu: 1) representasi komunikasi lintas agama dalam pembelajaran, 2) hambatan-hambatan komunikasi lintas agama, dan 3) upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis konten. Hasil penelitian mengungkap bahwa film “Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara” merepresentasikan komunikasi lintas agama dalam dua bentuk, yaitu verbal dan non-verbal, dan dalam tensi harmonis dan disharmonis. Hambatan komunikasi lintas agama dalam konteks pembalajaran yang ditemukan dalam film ini meliputi perbedaan nilai, stereotip dan prasangka, disinformasi, dan sikap tidak terbuka. Upaya mengatasinya antara lain meningkatkan literasi lintas agama, dialog terbuka dan diskusi, penerimaan dan toleransi, menunjukkan empati dan ketulusan, serta melibatkan opinion leader. Kesimpulannya, komunikasi menjadi faktor penting dalam menunjang efektivitas pembelajaran di sekolah. Karenanya, komunikasi dan kemampuan mengatasi hambatannya merupakan kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh guru sebagai komunikator dalam pembelajaran.