Perilaku merokok masih menjadi permasalahan serius di Indonesia, terutama pada kalangan remaja. Menurut laporan WHO, jumlah perokok aktif di dunia mencapai 62,8 juta jiwa, dan Indonesia menempati urutan ketiga dengan prevalensi 46,8% pada laki-laki dan 3,1% pada perempuan. Data nasional menunjukkan prevalensi merokok pada remaja usia 10–18 tahun meningkat dari 7,2% pada tahun 2013 menjadi 9,1% pada tahun 2018, dengan sebagian besar perokok pemula mulai merokok sebelum usia 19 tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa perilaku merokok pada remaja terus meningkat meskipun dampak buruknya telah diketahui secara luas. Rokok mengandung lebih dari 4000 senyawa kimia, di antaranya 400 zat berbahaya dan 43 zat bersifat karsinogenik, yang menimbulkan risiko penyakit kronis hingga kematian, baik bagi perokok aktif maupun pasif. Metode yang digunakan dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah sosialisasi tentang bahaya merokok, serta simulasi menolak ajakan merokok dari teman sebaya. Selain itu, dilakukan pre-test dan post-test melalui kuesioner untuk mengukur tingkat pengetahuan dan kesadaran siswa sebelum dan sesudah kegiatan sosialisasi. Kegiatan dilaksanakan di SMP Benteng Gading, Kampung Belakang, Kelurahan Kamal, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, dengan melibatkan siswa dan guru sebagai mitra utama. Hasil kegiatan menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan dan kesadaran siswa mengenai bahaya rokok. Sebelum penyuluhan, seluruh responden (100%) sudah mengetahui bahwa rokok mengandung zat berbahaya, dan setelah penyuluhan 95% tetap menunjukkan pemahaman tersebut. Sikap negatif terhadap anggapan bahwa merokok itu keren meningkat dari 95,7% menjadi 95% pasca penyuluhan. Perilaku mencoba merokok juga menunjukkan perbaikan, di mana sebelum penyuluhan 13% siswa pernah mencoba merokok, sedangkan setelah penyuluhan 95% menyatakan tidak ingin mencoba. Pemahaman bahwa asap rokok berbahaya bagi orang lain meningkat dari 95,7% menjadi 100%. Pengetahuan tentang risiko ketergantungan juga meningkat signifikan dari 73,9% menjadi 95%. Selain itu, komitmen untuk hidup sehat tanpa rokok tetap tinggi, yaitu 95,7% sebelum penyuluhan dan 95% setelahnya. Program ini mendapat dukungan penuh dari pihak sekolah, yang ditandai dengan keterlibatan aktif guru dalam pengawasan serta komitmen untuk melanjutkan sosialisasi secara berkelanjutan. Dengan demikian, kegiatan pengabdian masyarakat ini tidak hanya bermanfaat dalam aspek kesehatan, tetapi juga mendukung upaya pemerintah dalam menekan angka perokok pemula dan melindungi generasi muda dari dampak buruk rokok.