Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

POLA KONSUMSI MAKANAN MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI WILAYAH PENGEMBANGAN INDUSTRI Trintrin T. Mudjianto; Tjetjep S. Hidayat; Hermina Hermina; Triasari Andanwerti; Nurfi Afriansyah; Adhi Dharmawan Tato; Siti Hasnah Soetedjo; Djoko Susanto
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 16 (1993)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2280.

Abstract

Studi ini dilakukan untuk menggali faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan responden buruh pabrik dan keluarganya di wilayah pengembangan industri. Sebagai pembanding diteliti pula keluarga petani kecil di wilayah pertanian. Sebanyak 100 orang responden dan keluarganya di masing-masing wilayah menjadi sumber data penelitian ini. Beberapa temuan menunjukkan keragaan sebagai berikut: Sebagian KK di wilayah pertanian selain bekerja sebagai petani juga bekerja sebagai buruh pabrik. Penghasilan KK di wilayah industri relatif lebih tinggi dibandingkan dengan di wilayah pertanian. Ketersediaan makanan dan bahan makanan yang berasal dari pedagang tetap maupun pedagang keliling di kedua wilayah tidak banyak berbeda. Konsumsi makanan keluarga di wilayah industri relatif lebih baik dibandingkan dengan di wilayah pertanian baik dalam hal jumlah maupun macamnya. Di kedua wilayah penelitian, macam makanan yang dikonsumsi KK tidak banyak berbeda dengan yang dikonsumsi anggota keluarga lainnya. Dibandingkan terhadap kecukupan gizi yang dianjurkan (ROA) maka kecuali protein, konsumsi zat-zat gizi darl makanan yang diperoleh KK di lingkungan pabrik dan di rumah umumnya masih belum memenuhi patokan gizi tersebut. Namun demikian konsumsi energi dan proteinnya lebih tinggi dibandingkan dengan di wilayah industri, sedangkan konsumsi vitamin dan mineral sebaliknya. Sebanyak 67% KK di wilayah industri memperoleh makan siang dengan cara membeli di warung sekilar pabrik, 1% membawa bekal dari rumah, 4% mendapat jatah dari pabrik, 22% makan di rumah dan 6% tidak makan. Alasan responden tidak makan siang karena pendapatannya tidak mencukupi.
CIRI-CIRI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI PERKOTAAN DAN PEDESAAN: KAITANNYA DENGAN KIE GIZI, PANGAN DAN KESEHATAN Djoko Susanto; Siti H. Soetedjo; Tjetjep S. Hidayat; Hermina Hermina; Triasari Andanwerti; Nurfi Afriansyah
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 15 (1992)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2243.

Abstract

CIRI-CIRI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI PERKOTAAN DAN PEDESAAN: KAITANNYA DENGAN KIE GIZI, PANGAN DAN KESEHATAN
PENGGUNAAN GARAM BERIODIUM OLEH MASYARAKAT: STUDI KASUS DI 12 DESA DI PROPINSI JAWA TIMUR DAN NUSA TENGGARA BARAT Astuti Lamid; Tjetjep S. Hidayat; Arnelia Arnelia; Triasari Andanwerti; Nurfi Afriansyah
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 15 (1992)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2247.

Abstract

Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mempelajari penggunaan garam beriodium oleh masyarakat. Penelitian ini dilaksanakan secara cross-sectional di enam desa Propinsi Jatim dan enam desa Propinsi NTB. Responden adalah 60 ibu rumah tangga per desa di Jatim dan 50 ibu rumah tangga per desa di NTB. Data yang dikumpulkan adalah keadaan sosial-ekonomi keluarga, konsumsi garam beriodium, pengetahuan tentang penyakit gondok endemik dan ketersediaan garam beriodium. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa lebih dari 86% responden di Jatim menggunakan garam beriodium sehari-hari sedangkan di NTB hanya 10-16%. Di Jatim nampaknya responden sudah mengetahui manfaat garam beriodium disamping ditunjang oleh ketersediaan garam beriodium di desa sehingga penggunaan garam beriodiium di Jatim lebih tinggi. Hanya sebagian kecil responden di Jatim yang tidak menggunakan garaam beriodium karena faktor kebiasaan dan harga garam beriodium yang dirasakan lebih mahal. Responden desa-desa penelitian di Jatim memperoleh pengetahuan tentang penyakit gondok dan manfaat garam beriodium dari kader Posyandu dan petugas Puskesmas. Di NTB persentase ibu rumah tangga yang menggunakan garam beriodium masih rendah. Hal ini disebabkan sebagian besar (78-90%) responden belum mengetahui manfaat garam beriodium karena di desa-desa penelitian di NTB belum ada kegiatan penyuluhan yang berkaitan dengan penyakit gondok endemik. Selain itu juga disebabkan oleh ketersediaan garam beriodium di NTB yang nampaknya masih kurang.