Rabies merupakan salah satu penyakit zoonotik yang disebabkan oleh virus Lyssavirus, family Rhabdoviridae. Rabies masih merupakan masalah kesehatan dunia termasuk juga di Indonesia. Rabies merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius karena hampir selalu menyebabkan kematian, setelah timbul gejala klinis dengan tingkat kematian mencapai 100%. Sejak tahun 2004 hingga Desember 2009 rabies telah menyebar pada 24 propinsi. Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ditemukan adanya kasus rabies pada 6 desa di Kabupaten TTS pada pertengahan tahun 2023 dan mengalami peningkatan hingga akhir tahun 2023 hingga 6,5 kali lipat, hal ini diikuti dengan anggaran dan alokasi vaksin yang belum merata ke desa-desa yang terjangkit virus ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis kolaborasi pemerintah sebagai pemangku kepentingan dengan pihak-pihak terkait dalam rangka percepatan penurunan kasus rabies di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi NTT. Metode penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif untuk dapat menjelaskan permasalahan yang terjadi dengan lebih mendalam berdasarkan teori collaborative governance dari (Ratner, 2012) melalui teknik pengambilan data berupa wawancara langsung maupun daring, observasi, dan dokumentasi. Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa anjing merupakan populasi yang berisiko terkait dengan penyebaran rabies di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Program pengendalian dan pemberantasan rabies dilaksanakan melalui vaksinasi melalui VAR, eliminasi, pemisahan hewan yang dipelihara, serta pemantauan lalu lintas laut. Target vaksinasi dan eliminasi mencakup semua hewan yang rawan terhadap rabies, terutama anjing, yang ada di daerah yang terdampak penularan. Vaksinasi dilakukan pada seluruh anjing peliharaan di wilayah yang terkena wabah, dengan jarak 10 km dari posisis awal peristiwa gigitan.