Sipora Blandina Warella
Institut Agama Kristen Negeri Ambon

Published : 13 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Keberpihakan Yesus (Analisis Sosio-Teologis Terhadap Teks Yohanes 4:1-42) Sipora Blandina Warella; Karel M Siahaya; Flora Maunary
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.244

Abstract

Konteks cerita teks dan sosial masyarakat teks ini tampak kekuatan struktural dari segi agama dan etnis Yahudi kuat membentuk keseragaman kultural bahwa secara hierarkhi masyarakat dengan latar kultur itu adalah unggul karena pemilihan Yahweh. Hal ini menimbulkan cara pandang dan sikap bahwa mereka masyarakat kelas satu sedangkan masyarakat Samaria dan yang lain adalah kelas dua, masalah perbedaan sosial yang tidak mengalami moderasi. Para rohaniawan Yahudi dalam kekuasaan dan status tidak dapat melakukan kontrol sosial di tengah struktur kekuasaan sosio-religius masyarakatnya yang melanggengkan perbedaan dan segregasi. Yesus memiliki mind set dan tindakan moderat dengan membangun percakapan moderasi bersama perempuan Samaria. Kesimpulannya ialah moderasi ala Yesus menjadi bencana bagi eksklusivisme dan dominasi masyarakat Yahudi yang mapan dalam kelas sosialnya, sebaliknya menjadi harapan bagi penataan konstruk sosial masyarakat moderat yang mengalami keslamatan universal. Kebaruan penelitian ialah moderasi ala Yesus dengan sikap menjumpai perempuan itu, membangun dialog mentransformasi bangunan ruang sosial bersama dalam perbedaan yang menghadirkan keslamatan universal, dimulai dengan sikap, tindakan dialogis dengan perempuan Samaria.
Keberpihakan Yesus (Analisis Sosio-Teologis Terhadap Teks Yohanes 4:1-42) Sipora Blandina Warella; Karel M Siahaya; Flora Maunary
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.244

Abstract

Konteks cerita teks dan sosial masyarakat teks ini tampak kekuatan struktural dari segi agama dan etnis Yahudi kuat membentuk keseragaman kultural bahwa secara hierarkhi masyarakat dengan latar kultur itu adalah unggul karena pemilihan Yahweh. Hal ini menimbulkan cara pandang dan sikap bahwa mereka masyarakat kelas satu sedangkan masyarakat Samaria dan yang lain adalah kelas dua, masalah perbedaan sosial yang tidak mengalami moderasi. Para rohaniawan Yahudi dalam kekuasaan dan status tidak dapat melakukan kontrol sosial di tengah struktur kekuasaan sosio-religius masyarakatnya yang melanggengkan perbedaan dan segregasi. Yesus memiliki mind set dan tindakan moderat dengan membangun percakapan moderasi bersama perempuan Samaria. Kesimpulannya ialah moderasi ala Yesus menjadi bencana bagi eksklusivisme dan dominasi masyarakat Yahudi yang mapan dalam kelas sosialnya, sebaliknya menjadi harapan bagi penataan konstruk sosial masyarakat moderat yang mengalami keslamatan universal. Kebaruan penelitian ialah moderasi ala Yesus dengan sikap menjumpai perempuan itu, membangun dialog mentransformasi bangunan ruang sosial bersama dalam perbedaan yang menghadirkan keslamatan universal, dimulai dengan sikap, tindakan dialogis dengan perempuan Samaria.
Keberpihakan Yesus (Analisis Sosio-Teologis Terhadap Teks Yohanes 4:1-42) Sipora Blandina Warella; Karel M Siahaya; Flora Maunary
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.244

Abstract

Konteks cerita teks dan sosial masyarakat teks ini tampak kekuatan struktural dari segi agama dan etnis Yahudi kuat membentuk keseragaman kultural bahwa secara hierarkhi masyarakat dengan latar kultur itu adalah unggul karena pemilihan Yahweh. Hal ini menimbulkan cara pandang dan sikap bahwa mereka masyarakat kelas satu sedangkan masyarakat Samaria dan yang lain adalah kelas dua, masalah perbedaan sosial yang tidak mengalami moderasi. Para rohaniawan Yahudi dalam kekuasaan dan status tidak dapat melakukan kontrol sosial di tengah struktur kekuasaan sosio-religius masyarakatnya yang melanggengkan perbedaan dan segregasi. Yesus memiliki mind set dan tindakan moderat dengan membangun percakapan moderasi bersama perempuan Samaria. Kesimpulannya ialah moderasi ala Yesus menjadi bencana bagi eksklusivisme dan dominasi masyarakat Yahudi yang mapan dalam kelas sosialnya, sebaliknya menjadi harapan bagi penataan konstruk sosial masyarakat moderat yang mengalami keslamatan universal. Kebaruan penelitian ialah moderasi ala Yesus dengan sikap menjumpai perempuan itu, membangun dialog mentransformasi bangunan ruang sosial bersama dalam perbedaan yang menghadirkan keslamatan universal, dimulai dengan sikap, tindakan dialogis dengan perempuan Samaria.
Kepedulian Sosial Sebagai Identitas Mutlak (Eksegese Sosiologi Terhadap Teks I Tesalonika 4:9-12) Sipora Blandina Warella; Anisa Salakory
Mitra Sriwijaya: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol. 3 No. 1 (2022): Juli 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46974/ms.v3i1.50

Abstract

Abstract: Social care is a real action of each individual or group. Every human being has the freedom to act and behave. One form of human social freedom can do good and bad and even make mistakes. Such a context can be found in the Thessalonian Christian community which has an absolute identity. In the midst of the manifestation of this identity, this community is in a hedonic, individualist tendency, namely fornication which is contrary to their absolute identity. Paul uses the media of letters to praise but at the same time advise them of their existence. In this regard, the writer uses qualitative research methodology, literature study method using sociology exegesis and absolute identity theory used in exegesis, the result is that social care as an absolute identity that is inherent in the individual and Christian community is a special feature. Abstrak: Kepedulian sosial adalah suatu tindakan nyata dari setiap individu maupun kelompok. Setiap manusia memiliki kebebasan untuk bertindak dan berperilaku. Salah satu bentuk kebebasan sosial manusia dapat melakukan kebaikan dan ketidakbaikan bahkan kesalahan. Konteks demikian dapat dijumpai pada komunitas Kristen Tesalonika yang memiliki identitas mutlak. Di tengah perwujudan identitas itu, komunitas ini berada dalam kecenderungan hedonis, individualis yaitu percabulan yang bertentangan dengan identitas mutlak mereka. Paulus menggunakan media surat untuk memuji tetapi sekaligus menasihatkan mereka akan eksisitensi yang dimiliki. Terhadap hal ini penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif, metode studi pustaka dengan menggunakan eksekese sosiologi dan teori identitas mutlak digunakan dalam eksegese, hasilnya bahwa kepedulian sosial sebagai identitas mutlak yang inherent pada individu dan komunitas Kristen menjadi ciri khusus.
Keberpihakan Yesus (Analisis Sosio-Teologis Terhadap Teks Yohanes 4:1-42) Sipora Blandina Warella; Karel M Siahaya; Flora Maunary
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.244

Abstract

Konteks cerita teks dan sosial masyarakat teks ini tampak kekuatan struktural dari segi agama dan etnis Yahudi kuat membentuk keseragaman kultural bahwa secara hierarkhi masyarakat dengan latar kultur itu adalah unggul karena pemilihan Yahweh. Hal ini menimbulkan cara pandang dan sikap bahwa mereka masyarakat kelas satu sedangkan masyarakat Samaria dan yang lain adalah kelas dua, masalah perbedaan sosial yang tidak mengalami moderasi. Para rohaniawan Yahudi dalam kekuasaan dan status tidak dapat melakukan kontrol sosial di tengah struktur kekuasaan sosio-religius masyarakatnya yang melanggengkan perbedaan dan segregasi. Yesus memiliki mind set dan tindakan moderat dengan membangun percakapan moderasi bersama perempuan Samaria. Kesimpulannya ialah moderasi ala Yesus menjadi bencana bagi eksklusivisme dan dominasi masyarakat Yahudi yang mapan dalam kelas sosialnya, sebaliknya menjadi harapan bagi penataan konstruk sosial masyarakat moderat yang mengalami keslamatan universal. Kebaruan penelitian ialah moderasi ala Yesus dengan sikap menjumpai perempuan itu, membangun dialog mentransformasi bangunan ruang sosial bersama dalam perbedaan yang menghadirkan keslamatan universal, dimulai dengan sikap, tindakan dialogis dengan perempuan Samaria.
Analisis konstruksi sosiologis Yohanes 4 tentang religiositas Yesus Siahaya, Karel Martinus; Warella, Sipora Blandina; Daud, Yulius
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 7, No 2: Teologi Menstimulasi Nilai-nilai Kemanusiaan dan Kehidupan Bersama dalam Bingkai Kebang
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v7i2.219

Abstract

Social injustice has been exposed to the surface which results in communities that do not prosper together. It is said that they are not prosperous together, considering that the strong social class is in a condition that remains prosperous while the weak ones remain in a state of not prosperity, while both the strong and weak social classes are compatriots who are bound by regulations rooted in Yahweh which want justice and prosperity to be upheld. In other words, a good community character is wanted to be achieved, namely the character of a community that does not like the existence or strengthens conditions of poverty and injustice. The development of social and economic conditions in Israel changed when social classes were formed. The socio-economic structure that was created bringing the problems of poverty began to strengthen in reality. It is predicted not because of the financial economy that was not visible in later Israeli life, for the side-by-side resilience of a financial economic system and a principal of the barter system or the exchange of goods while in Palestine at its inception. But a change in social and economic structure in Israel since the period of the kingdom which experienced rapid development, including increasing state taxes, is burdening the economic life of the rural peasants. This condition felt the need for economic liberation.
Relegiusitas Yahweh Dalam Tranformasi Sistem Politik Israel Zaman PL Sipora Blandina Warella
TANGKOLEH PUTAI Vol. 15 No. 2 (2018): Jurnal Ilmiah Tangkoleh Putai
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (591.245 KB)

Abstract

Confederation the tribes of Israel adopted the belief in Yahweh. This religiousitas have implication to politic sistem of Israel starting from the desert until Israel monarchy. Relegiousitas Yahweh appears on theocracy is take place in politic system, social, economy in Israel. This is make political system around the nation with Israel: Kings no no wrong, the King is god or son of god, system captalism and feudalism. Relegiousitas Yahweh has a power within the leadership of king of Israel economy, social revolution. But the transformation of Israel’s system into the same system with nation about getting noticed serius writers of The Old Testament, like writers Ur-Deuteronomy in Deuteronoy 17:14-20. The theory of the political system, David Easton is used in line with the contribution of the results of the hermeneutist text is the Israel political system must be fixed so that theocracy organization values living together can maintain the exixtence of Israel within the patern agrrement suzerain vassal.
SPIRITUALITAS PEREMPUAN BERZINA: Analisis SosioHistoris terhadap teks Yohanes 8:1-11 Sipora Blandina Warella
TANGKOLEH PUTAI Vol. 17 No. 1 (2020): Jurnal Ilmiah Tangkoleh Putai
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (707.571 KB) | DOI: 10.37196/tp.v17i1.41

Abstract

Women who commit adultery in the construct of Jewish religious structures are not taken into account. This is because the role and function of adulterous women in society according to the Law of Moses is not correct. Women who commit adultery are judged to have no spirituality. Adultery women are in a discriminatory position. In this study, the researcher used qualitative research methods, in this case, literature review with socio historical analysis to examine it using Piedmont's theory of spirituality and found that the spirituality dialogue of Jesus or sharing spirituality with adulterous women is oriented towards the transformation of humanity. The author realizes that research into the spirituality of women who commit adultery in this text remains limited and requires further research.
PERNIKAHAN KRISTEN DAN PERCERAIAN (TAFSIR READER RESPONSE TERHADAP TEKS 1 KORINTUS 7:1-16) Sandra Juliet Latarissa; Anastasya Silooy; Giulio Latuputty; Sipora Blandina Warella; Febby Nancy Patty
NOUMENA: Jurnal Sosial Humaniora dan Keagamaan Vol 4, No 1 (2023): NOUMENA: Jurnal Sosial Humaniora dan Keagamaan
Publisher : IAKN AMBON

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (783.441 KB)

Abstract

Pernikahan merupakan tahap yang dimasuki oleh pasangan laki-laki dan perempuan yang meresmikan hubungan baik dari segi agama maupun hukum negara. Perkawinan marak diwarnai kerengganan, keretakan yang berujung pada perceraian.Tidak dapat dipungkiri, kerenggangan yang mendorong terjadinya tingkat perceraian hingga rusaknya hubungan pasangan suami-istri dalam pernikahan, menjadi salah satu kasus yang sering terjadi dewasa ini. Esensi pernikahan Kristen menjadi bergeser karena perceraian. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode tafsir Reader Response, melalui metode ini peneliti menganalisis respon reader terhadap teks di konteks masa kini terkait pernikahan Kristen dan perceraian untuk menemukan makna teks yang menjadi kontribusi bagi pemahaman pembaca.  Terhadap obyek material peneitian ini telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelum dengan mempedomani metodologi penelitian kualitatif dengan penerapan prinsip-prinsip Hermeneutik, yaitu metode eksegesis, dimana hasil penelitiannya menyatakan “Ketidakbertahannya suatu lembaga pernikahan akibat faktor perselingkuhan dan perceraian” hasil penelitiannya menemukan bahwa “sebagai pasangan Kristen, seharusnya menjaga keutuhan pernikahan dengan berlandaskan bahwa pernikahan merupakan ketetapan yang bersumber dari Allah”. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan metode study pustaka dan pendekatan tafsir reader response. Hasil penelitian yang diperoleh oleh peneliti saat ini berbeda dengan peneliti sebelumnya. Peneliti menemukan bahwa masalah perkawinan Kristen yang kawin muda akhirnya bermuara pada perselingkuhan, perceraian dan merunjuk pada lemahnya resistensi pasangan terhadap janji nikah dan esensi pernikahan Kristen yang dibangun.Kata Kunci: Pernikahan; Perceraian; Reader Response; 1 Korintus 7:1-16
Misconceptions of the Sabbath as Rest: The Social Interpretation of Exodus 23:1-12 and Its Relevance Jusuf Haries Kelelufna; Sipora Blandina Warella; Brayen Aliong Patty; Dery Anthon Gaszpers; Yohanis Sefwin Noya
Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat Vol 7, No 2 (2023): July 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Simpson Ungaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46445/ejti.v7i2.627

Abstract

This article is driven by the many problems related to Sunday activities and land problems in the Moluccas. According to J.H Elliott, the authors analyze the text of Exodus 23:1–12 using the social sciences critique method. Meanwhile, the theory used as an analytical tool is the Structural-Functional theory proposed by Emile Durkheim and Jean Jacques Rousseau’s social contract theory. The results of the analysis are then discussed in relation to the church context in the Moluccas. The study's results found that originally, Sabbath meant to rest within the context of work. "Work," as understood by the concept of Sabbath, means working with God in promoting social care, economic sustainability, and environmental concern. Misunderstandings of the Sabbath as Rest cause certain elements in the structure of Moluccan society not to function as they should because the Sabbath is misconstrued to perpetuate laziness, ignore others, hinder economic growth, and ignore the environment. In actuality, the Sabbath provides balance, not only balancing work with rest but also balancing rest with work. The Sabbath needs to be interpreted as 'working' in the context of communion with God, social care, guaranteeing economic sustainability, and concern for the environment. Local wisdom and regional culture as a social contract are still necessary in caring for humanity and preserving the territory, so such local wisdom and particular aspects of regional culture must be preserved and strengthened.