Dyah Arum Retnowati
Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Lukisan Sebagai Materi Animasi dalam Film “Aku, Trimah Perempuan Itu” Dyah Arum Retnowati
Rekam: Jurnal Fotografi, Televisi, Animasi Rekam 8
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/rekam.v0i0.383

Abstract

A film is one of the media that is able to deliver an event andmessage as well, not only ideologically but also structurally throughdiscontinuity principle. Film as a medium to reflect an event with manystyles according to its characteristics. This film is created to bring up aphenomenon that happened in society, using animation technique stressed to frame by frame recording technique, panning and zooming system that are combined with live action technique.It is such a concern when we watch, read and hear from the mediathat contain of news about murders of his/her own family members. Amother who killed her own child, a wife who mutilated her own husband.“Me, Trimah That Woman”is an illustration about a woman who experienced and did a murder on her own way, killed her children and herhusband. What kind of thoughts and how could this happen, that made awoman, a mother, a wife is able to do this kind of thing?The story that packaged in this film tries to revive a group of pictures to represent dream and imagination world of the actor in surrealism style, and used as an effort to deliver the message non verbally through meaningful symbols. The symbol is also used to replace the violence scenes and the effects on film as well. Those entirely aimed in order to  make this film to become a reflection, to grow the empathy, sympathy and also wisely understanding to judge an incident in this life.
REPRESENTASI FANATISME SUPORTER SEPAK BOLA PADA TOKOH UTAMA MELALUI MISE-EN-SCENE DALAM PENYUTRADARAAN FILM FIKSI “SETIA BERSAMAMU” Rizal Jauhari; Dyah Arum Retnowati; Lilik Kustanto
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 3, No 2 (2020)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.439 KB) | DOI: 10.24821/sense.v3i2.5123

Abstract

AbstrakPenyutradaraan film “Setia Bersamamu” ini menyuarakan sudut pandang baru terhadap stigma masyarakat, yang selalu memihak pada sudut pandang negatif terhadap fanatisme suporter sepakbola. Menjadi suporter sepak bola memiliki sisi manusia seutuhnya yang saling mencintai dan memiliki prioritas kewajiban sebelum menjalankan haknya walaupun banyak kekurangan menjadi manusia seutuhnya.Fanatisme diibaratkan seperti cinta yang dapat mengubah hal keras menjadi lembut, yang kemudian memiliki pertimbangan logis bahwasannya diri sendiri adalah prioritas kehidupan, semua yang akan dijalankan harus dipertimbangkan matang-matang agar tidak berakhir penyesalan, bahwasannya prioritas kewajiban menjadi utama sebelum haknya terpenuhi. Bentuk fanatisme tersebut yang menjadi pondasi dalam penyutradaraan film Setia Bersamamu.Pertimbangan teknis sangat berpengaruh dalam film ini yang diimplementasikan secara hiperbola untuk mendukung konsep fanatisme melalui konsep mise-en-scene yang menjadi pondasi untuk membangun karakter utama yang secara fanatis mendukung tim favoritnya, seperti warna biru muda yang mendominasi pada setiap setting menjadi bentuk fanatisme tokoh utama dalam kehidupannya mendukung tim favoritnya sebagai warna identitas tim. Kata Kunci : Penyutradaraan, Fanatisme, Mise-en-scene, Film Fiksi Abstract“Be Faithful to you” movie has been directed for sounding a new point of view of  society stigma which always taking sides for negative stigma to soccer fanatic supporter. Being soccer club supporter is completely have a humanity point which loving each other and have priority to do their obligations before their rights even though being human always have minus point.Fanaticism is more like love who can change solid things to be soft, and then, have logically considered that our self is a priority, Everything that has to do must be carefully considered, so that not become regrets in the end. That is obligation need to be a main priority before the rights has been fulfilled. This Fanaticism being the foundation for directing this “Be Faithful to you” movie.Technical consider is most effected to this movie to be implemented for being hyperbolic, so that will support fanaticism via mise-en-scene which being founded to build main character fanatically support his favorite soccer club, Like blue color is his favorite soccer club colors, that color is dominating for every setting for creating fanaticism image in his life to support that soccer club. Keyword : directing, fanaticism, mise-en-scene, fiction movie.
PENYUTRADARAAN FILM DRAMA ”DUA PULUH EMPAT JAM LEBIH” DENGAN ANGLE KAMERA SUBJEKTIF UNTUK MENEMPATKAN PENONTON SEBAGAI TOKOH UTAMA Hananda Praditasari; Dyah Arum Retnowati; Latief Rakhman Hakim
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 2, No 2 (2019)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (587.954 KB) | DOI: 10.24821/sense.v2i2.5080

Abstract

ABSTRAKKarya tugas akhir penyutradaraan film fiksi drama “Dua Puluh Empat Jam Lebih” merupakan sebuah karya yang dikemas dengan angle kamera subjektif. Menceritakan tentang sudut pandang seorang laki-laki yang sangat mencintai kekasihnya, namun tidak direstui dari pihak orang tua perempuan. Dirinya tidak dapat menerima kenyataan sehingga mengalami trauma dan stres berkepanjangan.Film fiksi drama yang dikemas dengan angle kamera subjektif pada umumnya jarang digunakan. Konsep ini dipilih dengan pertimbangan akan memperlihatkan bentuk halusinasi seseorang yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia yang penderitanya tidak dapat membedakan antara halusinasi dan kenyataan.Konsep estetika film “Dua Puluh Empat Jam Lebih” dengan angle kamera subjektif secara menyeluruh dari awal hingga akhir cerita. Membuat perekam dari titik pandang tokoh utama yang bertindak sebagai mata penonton. Angle kamera subjektif Adalah salah satu cara yang tepat untuk menempatkan penonton sebagai tokoh utama dalam setiap adegan. Kata Kunci : Penyutradaraan, Film Fiksi, Angle Kamera Subjektif
Penggunaan Curiousity untuk Menunjukan Perkembangan Tokoh Utama Dalam Skenario Film Fiksi “Tanda Merah” Miftachul Arifin; Endang Mulyaningsih; Dyah Arum Retnowati
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 5, No 1 (2022)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/sense.v5i1.7034

Abstract

Pemanfaatan kelainan langka pada manusia sebagai ide cerita dalam film di Indonesia masih jarang digali potensinya. Film fiksi bergenre fantasi lantas hadir untuk memperlihatkan aspek-aspek imajinatif dari kondisi tersebut. Ketika ketidakmampuan merasakan sakit dan memproduksi keringat untuk mengontrol suhu tubuh, dipertemukan dengan mutasi yang memungkinkan seseorang dapat cepat sembuh dari luka-lukanya.Penggunaan Curiosity ditujukan untuk memainkan rasa ingin tahu penonton. Curiosity yang kerap melingkupi tokoh cerita lalu turut membangun karakteristiknya. Sudut pandang sang tokoh utama menjadi medium dari rasa penasaran penonton. Ditambah beberapa bagian pendek dari sudut pandang tokoh-tokoh lain.Penciptaan skenario “Tanda Merah” menghadirkan keunikan dari kelainan langka di sebuah dunia yang berbeda. Kelainan tersebut bertemu dengan sebuah mutasi yang dapat mengubah kekurangan menjadi kelebihan. Mutasi yang sukar dijumpai ada di dunia nyata, namun tidak menutup kemungkinan bila berbicara ihwal dunia film bergenre fantasi. Bersama perjalanan tokoh utama menuju titik akhir, beragam konflik mengikutinya di masing-masing dari ketiga babak.
Memperkuat Karakter Tokoh Melalui Dialog Untuk Menciptakan Relational Conflict Dalam Penulisan Skenario Film Fiksi We Talked About “Married” Achmad Rifqon Bachrun Najah; Dyah Arum Retnowati; Agnes Karina Pritha Atmani
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 4, No 2 (2021)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (711.041 KB) | DOI: 10.24821/sense.v4i2.6796

Abstract

ABSTRAK Penciptaan skenario We Talked About “Married” merupakan skenario film fiksi berdurasi 60 menit dengan format program cerita lepas sekali tayang.   Tema Pernikahan dan cinta merupakan hal yang sengaja diangkat dan dijadikan topik utama dalam cerita. Menceritakan dua karakter yang merupakan sepasang kekasih yang memiliki masalah ketika keduaya membicarakan tentang pernikahan. Dialog karakter menjadi aspek utama dalam membangun cerita dan tensi dramatik sehingga nantinya akan menciptakan relational conflict. Berbagai macam karakteristik karakter akan terrepresentasikan melalui dialog seperti misalnya karakteristik sosial budayanya, karakteristik intelektualnya, karakteristik piskisnya, status profesinya, status sosialnya, latar budayanya, logika berpikirnya, dan kepribadiannya. Interaksi kedua karakter mengakibatkan munculnya konflik, konflik muncul ketika kedua karakter memperdebatkan pandangan mereka terkait pernikahan. Keduannya memiliki pandangan yang berbeda. Kedua karakter berdialog dan saling mempertahankan pandangannya masing-masing, hal itu membuat hubungan keduannya berada di ambang perpisahan.   Kata Kunci: Karakter, Dialog, Relational Conflict
Penyutradaraan Film Drama Komedi “Undian” Menggunakan Punchline Sebagai Penguat Humor Fitriana Lestari; Dyah Arum Retnowati; Deddy Setyawan
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 1, No 1 (2018): SENSE
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (452.949 KB) | DOI: 10.24821/sense.v1i1.3317

Abstract

Punchline biasanya digunakan untuk menulis materi stand up comedy. Biasanya dihadirkan monolog sebagai aksi panggung pertunjukan. Skripsi karya seni berjudul “Penyutradaraan Film Drama Komedi “Undian” Menggunakan Punchline Sebagai Penguat Humor” ini justru bertujuan untuk mengahadirkan punchline sebagai bentuk audio visual yaitu film.Objek penciptaan karya seni ini adalah film fiksi drama komedi “Undian” yang menceritakan tentang konflik rumah tangga antara Uus dan Warsih. Uus sangat gemar mengikuti berbagi undian berhadiah, sedangkan Warsih tidak menyukai hal tersebut dan memilih untuk mengkredit sebuah barang yang bisa dipergunakan. Pebedaan pendapat antara suami istri ini menjadi konflik rumah tangga yang harus diselesaikan dikemas menggunakan punchline sehingga menimbulkan humor dari aksi para tokoh.Penciptaan karya film drama komedi ini ditekankan pada konsep penyutradaraan menggunakan punchline dengan memilih beberapa scene pada skenario. Punchline biasanya hadir di babak ketiga dalam sebuah cerita. Sehingga harus memilih beberapa scene pada skenario yang telah dibuat kemudian membentuk Punchline melalui adegan dari aksi tokoh, shot, hinggga teknik editing. Hal ini dilakukan demi terwujudnya humor yang ingin dihadirkan sehingga menimbulkan aksi tawa dari peonton. Penciptaan Film Drama Komedi “Undian” merupakan film fiksi berdurasi 25 menit untuk segementasi masyarakat kalangan menengah kebawah.
MEMBANGUN KEDALAMAN RUANG SEBAGAI REPRESENTASI KONFLIK INTERNAL DALAM PENYUTRADARAAN FILM FIKSI “HUMA AMAS” Muhammad Al Fayed; Dyah Arum Retnowati; Raden Roro Ari Prasetyowati
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 3, No 1 (2020)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (172.549 KB) | DOI: 10.24821/sense.v3i1.5093

Abstract

ABSTRAKFilm fiksi atau film cerita adalah suatu film yang biasa digunakan untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan masyarakat setiap harinya. Film fiksi “Huma Amas” ini bertujuan untuk menyuarakan isu yang terjadi di Kalimantan Timur yaitu tentang lingkungan dan masyarakat kecil khususnya daerah sekitar tambang batubara.Karya film fiksi ini dalam visualisasinya menggunakan kedalaman ruang (depth of field) yang berbeda-beda sebagai representasi konflik internal tokoh utama. Hal ini bertujuan untuk memberikan impresi, makna, nuansa, emosional karakter dan memberikan penekanan konflik tokoh utama. Objek yang diangkat dalam karya film fiksi ini adalah masalah seorang petani yaitu Pak Yusni yang harus mengalami kebimbangan dan harus memilih untuk menjual tanah sawahnya kepada pihak tambang batubara atau mempertahankannya demi harta warisan keluarga.Kedalaman ruang (depth of field) dan focal length pada lensa juga ikut meningkat dari penggunaan focal length 16mm hingga 200mm. Meningkatnya focal length pada lensa dapat memberikan efek ilusi depth yang diciptakan dari lensa. Kata Kunci : Penyutradaraan, Kedalaman Ruang, Konflik Internal, Film Fiksi.
MEMBANGUN VISUAL STORYTELLING DENGAN KOMPOSISI DINAMIK PADA SINEMATOGRAFI FILM FIKSI “ASMARADANA” Tri Adi Prasetyo; Dyah Arum Retnowati; Latief Rakhman Hakim
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 1, No 2 (2018): SENSE
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1162.818 KB) | DOI: 10.24821/sense.v1i2.3492

Abstract

Karya tugas akhir penciptaan seni yang berjudul Membangun Visual Storytelling Dengan Komposisi Dinamik Pada Sinematografi Film Fiksi “Asmaradana” merupakan sebuah karya film pendek yang mengangkat kisah sepasang suami istri yang baru saja menikah. Konflik utama yang terjadi adalah tokoh Jaya selalu mengorbankan perasaan dan fisiknya demi bukti cinta kepada tokoh Ratih, tetapi justru Ratih mengalami atau menderita sebuah kelainan seksual.Secara umum film dapat dibagi atas dua unsur pembentuk yakni, unsur naratif dan unsur sinematik. Di dalam unsur sinematik terbagi menjadi beberapa bagian yaitu sinematografi, mise-en-scene, editing, dan suara. Sinematografi dapat dikatakan sebagai menulis dengan cahaya ke dalam sebuah gerakan gambar, sehingga sangat bergantung serta berhubungan erat pada bidang fotografi.Konsep estetik pada penciptaan karya seni film fiksi “Asmaradana” menggunakan komposisi dinamik sebagai media untuk membangun sebuah visual storytelling pada film fiksi. Visual Storytelling adalah penyampaian cerita secara naratif melalui urutan kejadian-kejadian tertentu dengan menggunakan image- image visual atau grafik, baik bergerak maupun diam. Penggunaan komposisi dinamik pada sinematografi film fiksi “Asmaradana” bertujuan untuk menyampaikan ketidakharmonisan antar karakter tokoh cerita, melalui dominasi ukuran dan posisi objek utama pada penataan elemen-elemen visual komposisi gambar di dalam bidang sinematografi.
Penerapan Model Hero’s Journey untuk Mengembangkan Karakter Tokoh Utama Lewat Kisah Petualangan pada Penulisan Skenario Fiksi “A Boy and The Legend of South Sea” Khoironnisa Wildayanti; Dyah Arum Retnowati; Endang Mulyaningsih
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 4, No 1 (2021)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (68.846 KB) | DOI: 10.24821/sense.v4i1.5852

Abstract

ABSTRAKPenciptaan skenario fiksi “A Boy and The Legend of South Sea” merupakan skenario dengan genre fantasi petualangan yang mengisahkan perjuangan seorang anak laki-laki tenggelam kemudian masuk ke dalam peradaban manusia di bawah laut, ia ingin kembali ke daratan tetapi dilarang oleh pemimpin peradaban tersebut. Sumber ide dari penulisan skenario ini terinspirasi dari isu kontroversi seputar Atlantis benua yang hilang berada di Indonesia dan adanya dua tokoh legenda kepercayaan masyarakat Jawa tentang penguasa laut selatan. Keresahan mengenai isu lingkungan juga menjadi sumber ide cerita. Ide tersebut kemudian dikemas menjadi cerita fantasi petualangan yang menyasar target audience remaja. Penuturan cerita menggunakan model Hero’s Journey yang di setiap babaknya terdapat 12 tahapan cerita. Skenario ini juga mengajak penonton ikut berpetualang di bawah laut dan mengunjungi tempat yang belum pernah dilihat sebelumnya. Penciptaan skenario ini dibuat untuk film berdurasi 90 menit, diharapkan film ini dapat menjadi sarana hiburan yang edukatif dan juga menarik.Kata kunci: Skenario fiksi, Hero’s Journey, Petualangan
Mengamati Kehidupan Owa Jawa Dalam Penyutradaraan Film Dokumenter "Habitat" Dengan Bentuk Penuturan Perbandingan Kawakibi Muttaqien; Dyah Arum Retnowati; Gregorius Arya Dhipayana
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 2, No 1 (2019)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (77.537 KB) | DOI: 10.24821/sense.v2i1.5069

Abstract

ABSTRACTDocumentary is one among many ways to tell a fact and information from surroundings. One of it are endemic animals called Javan Gibbon.This thesis documentary tells about Javan Gibbon who lives in three different habitat which are wild life, rehabilitation center and zoo. Different environment influences the daily activiy of each Javan Gibbon. For Javan Gibbon, jungle is their natural habitat. Rehabilitaion center is a place for them to be rehabilitate before being release to wild life. While zoo is a place for preservation and education for people.This thesis, Observing the Life of Javan Gibbon in Directing Documentary “Habitat” with Narrative Form of Comparison, contains the comparison of Javan Gibbon on three different habitats. The comparison is delivered with sequences of footages between each habitat through activities of Javan Gibbon. The activity consists of the process of getting food, socialize between each Gibbon, interacting with humans and during rainy seasons. keywords: documentary, javan gibbons habitat, comparison, directing ABSTRAKFilm dokumenter merupakan satu dari sekian banyak cara untuk menyampaikan sebuah fakta dan informasi dari apa yang terjadi di sekitar kita. Salah satunya adalah satwa endemik yaitu owa Jawa.Karya tugas akhir film dokumenter ini menceritakan tentang owa Jawa yang hidup di tiga habitat yaitu alam liar, penangkaran rehabilitasi dan kebun binatang. Lingkungan yang berbeda mempengaruhi pola kehidupan sehari-hari dari masing- masing owa Jawa. Bagi owa Jawa, hutan merupakan habitat alaminya. Penangkaran merupakan tempat rehabilitasi sebelum dikembalikan ke alam liar. Sedangkan kebun binatang merupakan tempat pelestarian dan sarana edukasi bagi masyarakat.Perbandingan owa Jawa ini dikemas dalam karya tugas akhir yang berjudul Mengamati Kehidupan Owa Jawa dalam Penyutradaraan Film Dokumenter “Habitat” dengan Bentuk Penuturan Perbandingan. Perbandingan ini disampaikan dengan menyajikan runtutan gambar antara habitat satu dengan habitat lainnya melalui kegiatan owa Jawa. Kegiatan tersebut meliputi proses mendapatkan makanan, bersosialisasi dengan sesama owa Jawa, berinteraksi dengan manusia, dan menghadapi kondisi cuaca seperti hujan. kata kunci: film dokumenter, habitat owa jawa, perbandingan, penyutradaraan