Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Mendorong Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara dan Kriteria Hukum yang Hidup dalam Masyarakat yang Anti Diskriminatif bagi Kelompok Rentan Ervita, Mona; Albariansyah, Hamonangan; Nurillah, Isma
Proceedings Series on Social Sciences & Humanities Vol. 23 (2025): Proceedings of Seminar Nasional Kebaharuan KUHP Nasional dan Urgensi Pembaharuan KUH
Publisher : UM Purwokerto Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/pssh.v23i.1552

Abstract

Indonesia saat ini telah memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut “KUHP”) Nasional yang secara yuridis positif akan diberlakukan pada tanggal 2 Januari 2026. Pasal 2 KUHP Nasional memberlakukan Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat (selanjutnya disebut “HYHDM”), kemudian tata cara dan kriteria penetapan HYHDM tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah. Rancangan Peraturan Pemerintah (selanjutnya disebut “RPP Tata Cara Kriteria HYHDM”) ini akan dijadikan sebuah rujukan bagi Pemerintah Daerah untuk menetapkan hukum adat yang ada di wilayah daerah tersebut dalam sebuah Peraturan Daerah (selanjutnya disebut “Perda”). Penulis berangkat dari sebuah kekhawatiran, bahwa Perda yang akan dibentuk, sarat akan kepentingan politik, minimnya partisipasi bermakna yang melibatkan kelompok rentan, dan menimbulkan kriminalisasi mengatasnamakan moral yang berdampak pada kelompok rentan. Adapun tujuan dari Penelitian ini, yakni memberikan masukan kepada Pemerintah di dalam RPP tentang Tata Cara dan Kriteria Penetapan HYHDM yang nantinya akan digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk membuat Rancangan Perda atau Peraturan Kepala Daerah yang anti Diskriminatif bagi kelompok rentan. Beberapa rumusan masalah dalam Penelitian ini adalah, pertama apa urgensi RPP Tata Cara dan Kriteria Penetapan HYHDM memberikan perlindungan hukum bagi kelompok rentan dan kedua bagaimana mekanisme perumusan RPP Tata Cara dan Kriteria HYHDM yang ideal. Metode yang dipakai dalam Penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal dengan pendekatan normatif yuridis dan studi kepustakaan. Adapun hasil dari penelitian ini adalah memberikan dorongan kepada pembentuk kebijakan yang berlandaskan asas partisipasi dan keadilan bagi masyarakat adat, kesetaraan gender, transparansi, kemanusiaan, kepentingan nasional dan lingungkan. Kemudian, dalam mekanisme pembentukan Perda yang anti-diskriminatif harus melalui proses identifikasi, validasi dan verifikasi agar rancangan Peraturan Pemerintah tersebut sesuai dengan nilai-nilai sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) KUHP Nasional.
Perlindungan Pembela HAM-Lingkungan dari Kriminalisasi atas Tuduhan Konten Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong: Perspektif Anti-SLAPP Ervita, Mona; Jiwanti, Ainun
PUSKAPSI Law Review Vol. 5 No. 2 (2025): Desember 2025 (On Progress)
Publisher : Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) FH UNEJ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/puskapsi.v5i2.53781

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap tantangan penerapan Anti-SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation) serta merekomendasikan reformasi hukum guna memastikan kebebasan berekspresi dan perlindungan terhadap lingkungan hidup beserta pembela HAM-lingkungan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum doktrinal dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Novelty Penelitian ini menyoroti konflik hukum antara perlindungan pembela HAM-Lingkungan dalam Pasal 66 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) dan kriminalisasi melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Penelitian ini menganalisis 2 (dua) kasus, yakni kasus Daniel Tangkilisan dan Fatia-Haris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, salah satu upaya yang dilakukan oleh Pembela HAM-Lingkungan adalah melakukan advokasi dan kampanye baik secara langsung maupun menggunakan media sosial. Namun, keberadaan pasal yang mengatur mengenai pembatasan hak kebebasan berekspresi dan berpendapat di internet, yakni pasal penyebaran konten pencemaran nama baik dan berita bohong dalam UU ITE juga mengancam para Pembela HAM-Lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus kriminalisasi terhadap Pembela HAM-Lingkungan dengan tuduhan telah melakukan pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong. Sementara Pasal 66 UU PPLH atau Pasal Anti-SLAPP telah mengamanahkan perlindungan bagi Pembela HAM-Lingkungan yang memperjuangkan hak atas lingkungan. Pasal 66 UU PPLH sebagai Pasal Anti-SLAPP menegaskan bahwa pejuang lingkungan tidak dapat dipidana maupun digugat secara perdata. Namun, dalam kasus Daniel dan Fatia-Haris, UU ITE justru digunakan untuk mengkriminalisasi dengan pasal pencemaran nama baik dan berita bohong. Meskipun tetap memvonis bebas, pengadilan belum sepenuhnya mengakui prinsip Anti-SLAPP, terutama dalam menegaskan status Fatia-Haris sebagai Pembela HAM-Lingkungan.