Bambang Dwi Baskoro
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU “HOAX” DAN KAITANNYA DENGAN KONSEP KEADILAN RESTORATIF Asmara, Abigail Sekar Ayu; Baskoro, Bambang Dwi; Sukinta, Sukinta
Diponegoro Law Journal Vol 7, No 2 (2018): Volume 7 Nomor 2, Tahun 2018
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (605.129 KB)

Abstract

Indonesia melindungi para korban dari perbuatan pelaku “hoax” dengan dibuatnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor  11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan sanksi pidana yang diberikan dari Undang-Undang tersebut. Untuk mencapai penyelesaian dalam menyelesaikan permasalahan pelaku “hoax” dalam menjatuhkan sanksinya dapat dengan menggunakan salah satu pendekatan yang ada dalam Hukum Pidana yaitu Keadilan Restoratif. Permasalahan yang penulis bahas dalam penulisan hukum ini adalah mengenai pengaturan hukum tentang “hoax” dan keadilan restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia serta penerapan sanksi hukum terhadap pelaku “hoax” dan implementasi Keadilan Restoratif di Indonesia.Dalam menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis  normatif. Data diperoleh dari data sekunder. Dianalisis secara kualitatif dan kemudian disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian dalam penulisan hukum ini menggambarkan. mengenai pengaturan hukum tentang “hoax” yang ada dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia dan keadilan restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Kemudian juga menggambarkan tentang penerapan sanksi hukum terhadap pelaku “hoax” dan implementasi keadilan restoratif bagi pelaku “hoax”.Keadilan restoratif dilakukan dengan semua pihak yang bersangkutan dipertemukan dalam suatu ruangan untuk secara bersama-sama menyelesaikan perkara yang dilakukan oleh pelaku untuk mengembalikan pada keadaan semula bukan pembalasan. Penerapan dalam kasus terhadap pelaku “hoax” ini tidak semuanya dapat dijalankan dengan konsep keadilan restoratif melainkan sesuai dengan sistem pemidanaan untuk menimbulkan efek jera dari akibat yang dilakukan oleh pelaku “hoax”.
“UNUS TESTIS” DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDI KASUS DI WILAYAH HUKUM PN. LUBUK BASUNG) Marwa, Syifa Nabilah; Baskoro, Bambang Dwi; Sukinta, Sukinta
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 2 (2019): Volume 8 Nomor 2, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.723 KB)

Abstract

Dalam proses pembuktian KDRT, korban kerap kesulitan dalam membuktikan kekerasan secara seksual karena ketika kekerasan ini terjadi, hanya korban yang mengetahui bagaimana tindak pidana tersebut dilakukan tanpa adanya orang lain yang mengetahui karena biasanya kekerasan seksual dilakukan di tempat yang sepi. Dalam hal ini hakim sering mengkaitkan adanya asas “Unus Testis Nullus Testis” yang berlaku dalam sistem acara pidana yang menjelaskan bahwa bagi setiap peristiwa dari tuduhan harus ada minimum dua orang saksi. Kondisi inilah yang menjadi persoalan bagi hakim dalam memutus perkara KDRT dengan adanya perbedaan antara asas “Unus Testis Nullus Testis” yang berlaku dalam sistem acara pidana dengan doktrin pembuktian dalam tindak pidana KDRT yang menyatakan bahwa satu saksi saja cukup (Unus Testis). Metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan meneliti bahan hukum sekunder yang meliputi peraturan perundang-undangan, keputusan-keputusan, teori hukum dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan.Spesifikasi penelitian yang digunakan berupa penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini, yakni dapat diketahui: 1. Asas unus testis tidak bertentangan dengan doktrin pembuktian karena diatur di dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang berarti dalam hal ini berlaku ketentuan “Lex specialis derogat legi generali” ; 2. Asas unus testis dalam doktrin pembuktian tindak pidana KDRT tidak bertentangan dengan doktrin pembuktian selama ini, terbukti dengan adanya Putusan No.104/Pid.B/2013/PN.LB.BS.
PENETAPAN GRATIFIKASI SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PEMBUKTIANNYA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA Rusadi, Fry Anditya Rahayu Putri; Sukinta, Sukinta; Baskoro, Bambang Dwi
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 2 (2019): Volume 8 Nomor 2, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (215.997 KB)

Abstract

Gratifikasi merupakan suatu pemberian dalam arti luas kepada aparatur sipil negara atau penyelenggara negara dapat berpotensi kearah suap apabila berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban aparatur negara. Namun dalam penegakan dan penerapan hukumnya penerima gratifikasi cenderung tidak mengetahui mekanisme pelaporan gratifikasi dan pembuktiannya sebagai tindak pidana korupsi. Hasil penelitian, pelaporan gratifikasi dapat dilakukan oleh penerima gratifikasi, masyarakat dan korporasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterimadan pembuktian gratifikasi sebagai tindak pidana korupsi adalah menggunakan sistem pembalikan beban pembuktian yang bersifat terbatas dan berimbang. Kebijakan gratifikasi yang telah ada saat ini memerlukan perbaikan dan pengaturan mengenai penetapan objek pemberian gratifikasi, penerapan sistem pembalikan beban pembuktian terhadap perkara gratifkasi, dan ketidaksinkronan perumusan norma pembalikan beban pembuktian dalam Pasal 12B, serta diperlukannya sosialisasi hukum yang mendalam mengenai sistem ini terhadap para penegak hukum maupun masyarakat.
PERSETERUAN KPK DENGAN POLRI DALAM UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI Bambang Dwi Baskoro
Masalah-Masalah Hukum Masalah-Masalah Hukum Jilid 42, Nomor 3, Tahun 2013
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3434.675 KB) | DOI: 10.14710/mmh.42.3.2013.336-345

Abstract

Abstract The course of the wiped out corruption has been  still found a lot of constraint although in the age of reformation has beeen changed many paradigms .It could be happened because the law enforcement institutions seek the truth themselves, that arrived enmity among the law enforcement institutions.This enmity  would be result the wiped out corruption became weaken and made an effort to formed clean and good government became very  difficult. Keywords: Enmity, Among Law Enforcement Institutions,Weaken Abstrak   Jalannya pemberantasan korupsi masih menemui banyak kendala meskipun di era reformasi sudah terjadi perubahan paradigma. Hal itu dapat terjadi disebabkan lembaga-lembaga  penegak  hukum  mencari  pembenaran sendiri yang berakibat munculnya perseteruan antar lembaga penegak hukum. Perseteruan ini akan melemahkan upaya-upaya bangsa di dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi dan usaha mewujudkan negara yang bersih dan bebas dari KKN akan sulit terwujud. Kata Kunci: Perseteruan, Antar Lembaga Penegak Hukum, Memperlemah
PERANAN PSIKOLOGI FORENSIK DALAM MENGUNGKAPKAN KASUS-KASUS PEMBUNUHAN BERENCANA (RELEVANSI "METODE LIE DETECTION" DALAM SISTEM PEMBUKTIAN MENURUT KUHAP) Syam, Dani Ramadhan; Baskoro, Bambang Dwi; Sukinta, Sukinta
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 4 (2017): Volume 6 Nomor 4, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (451.089 KB) | DOI: 10.14710/dlj.2017.19775

Abstract

Konsep penegakan hukum acara pidana adalah untuk mendapatkan kebenaran materiil. Salah satu cara untuk mencapai kebenaran materiil tersebut adalah dengan memastikan keterangan saksi maupun pelaku berkesesuaian satu sama lain dan keterangan tersebut diberikan secara jujur. Dalam rangka memperoleh kebenaran sejati ini diperlukan dukungan ilmu lain yakni psikologi forensik. Psikologi forensik memiliki peran yang cukup penting dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Ilmu Psikologi forensik berusaha untuk mengungkapkan bukti-bukti yang berkaitan dengan mengapa seseorang melakukan kejahatan dari perspektif ilmu perilaku (psikologi). Semakin rumitnya permasalahan di masyarakat juga menuntut psikologi forensik untuk memberikan penyelesaian dengan dasar dan pertimbangan yang kuat. Dasar atau pertimbangan yang diperoleh Psikologi forensik dilakukan dengan berbagai macam metode, salah satu metodenya yakni dengan menggunakan Metode Lie Detection. Hasil dari penelitian diketahui bahwa, walaupun peranan psikologi forensik dengan metode Lie Detection masih berjalan cukup lambat, karena masih dipertanyakan tingkat keakurasianya, namun metode Lie Detection ini dapat juga dijadikan sebagai alat bukti yang sah yakni yakni alat bukti petunjuk maupun alat bukti surat.