p-Index From 2020 - 2025
0.408
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Diponegoro Law Journal
Sukinta, Sukinta
Unknown Affiliation

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU “HOAX” DAN KAITANNYA DENGAN KONSEP KEADILAN RESTORATIF Asmara, Abigail Sekar Ayu; Baskoro, Bambang Dwi; Sukinta, Sukinta
Diponegoro Law Journal Vol 7, No 2 (2018): Volume 7 Nomor 2, Tahun 2018
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (605.129 KB)

Abstract

Indonesia melindungi para korban dari perbuatan pelaku “hoax” dengan dibuatnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor  11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan sanksi pidana yang diberikan dari Undang-Undang tersebut. Untuk mencapai penyelesaian dalam menyelesaikan permasalahan pelaku “hoax” dalam menjatuhkan sanksinya dapat dengan menggunakan salah satu pendekatan yang ada dalam Hukum Pidana yaitu Keadilan Restoratif. Permasalahan yang penulis bahas dalam penulisan hukum ini adalah mengenai pengaturan hukum tentang “hoax” dan keadilan restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia serta penerapan sanksi hukum terhadap pelaku “hoax” dan implementasi Keadilan Restoratif di Indonesia.Dalam menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis  normatif. Data diperoleh dari data sekunder. Dianalisis secara kualitatif dan kemudian disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian dalam penulisan hukum ini menggambarkan. mengenai pengaturan hukum tentang “hoax” yang ada dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia dan keadilan restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Kemudian juga menggambarkan tentang penerapan sanksi hukum terhadap pelaku “hoax” dan implementasi keadilan restoratif bagi pelaku “hoax”.Keadilan restoratif dilakukan dengan semua pihak yang bersangkutan dipertemukan dalam suatu ruangan untuk secara bersama-sama menyelesaikan perkara yang dilakukan oleh pelaku untuk mengembalikan pada keadaan semula bukan pembalasan. Penerapan dalam kasus terhadap pelaku “hoax” ini tidak semuanya dapat dijalankan dengan konsep keadilan restoratif melainkan sesuai dengan sistem pemidanaan untuk menimbulkan efek jera dari akibat yang dilakukan oleh pelaku “hoax”.
“UNUS TESTIS” DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDI KASUS DI WILAYAH HUKUM PN. LUBUK BASUNG) Marwa, Syifa Nabilah; Baskoro, Bambang Dwi; Sukinta, Sukinta
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 2 (2019): Volume 8 Nomor 2, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.723 KB)

Abstract

Dalam proses pembuktian KDRT, korban kerap kesulitan dalam membuktikan kekerasan secara seksual karena ketika kekerasan ini terjadi, hanya korban yang mengetahui bagaimana tindak pidana tersebut dilakukan tanpa adanya orang lain yang mengetahui karena biasanya kekerasan seksual dilakukan di tempat yang sepi. Dalam hal ini hakim sering mengkaitkan adanya asas “Unus Testis Nullus Testis” yang berlaku dalam sistem acara pidana yang menjelaskan bahwa bagi setiap peristiwa dari tuduhan harus ada minimum dua orang saksi. Kondisi inilah yang menjadi persoalan bagi hakim dalam memutus perkara KDRT dengan adanya perbedaan antara asas “Unus Testis Nullus Testis” yang berlaku dalam sistem acara pidana dengan doktrin pembuktian dalam tindak pidana KDRT yang menyatakan bahwa satu saksi saja cukup (Unus Testis). Metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan meneliti bahan hukum sekunder yang meliputi peraturan perundang-undangan, keputusan-keputusan, teori hukum dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan.Spesifikasi penelitian yang digunakan berupa penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini, yakni dapat diketahui: 1. Asas unus testis tidak bertentangan dengan doktrin pembuktian karena diatur di dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang berarti dalam hal ini berlaku ketentuan “Lex specialis derogat legi generali” ; 2. Asas unus testis dalam doktrin pembuktian tindak pidana KDRT tidak bertentangan dengan doktrin pembuktian selama ini, terbukti dengan adanya Putusan No.104/Pid.B/2013/PN.LB.BS.
PENETAPAN GRATIFIKASI SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PEMBUKTIANNYA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA Rusadi, Fry Anditya Rahayu Putri; Sukinta, Sukinta; Baskoro, Bambang Dwi
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 2 (2019): Volume 8 Nomor 2, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (215.997 KB)

Abstract

Gratifikasi merupakan suatu pemberian dalam arti luas kepada aparatur sipil negara atau penyelenggara negara dapat berpotensi kearah suap apabila berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban aparatur negara. Namun dalam penegakan dan penerapan hukumnya penerima gratifikasi cenderung tidak mengetahui mekanisme pelaporan gratifikasi dan pembuktiannya sebagai tindak pidana korupsi. Hasil penelitian, pelaporan gratifikasi dapat dilakukan oleh penerima gratifikasi, masyarakat dan korporasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterimadan pembuktian gratifikasi sebagai tindak pidana korupsi adalah menggunakan sistem pembalikan beban pembuktian yang bersifat terbatas dan berimbang. Kebijakan gratifikasi yang telah ada saat ini memerlukan perbaikan dan pengaturan mengenai penetapan objek pemberian gratifikasi, penerapan sistem pembalikan beban pembuktian terhadap perkara gratifkasi, dan ketidaksinkronan perumusan norma pembalikan beban pembuktian dalam Pasal 12B, serta diperlukannya sosialisasi hukum yang mendalam mengenai sistem ini terhadap para penegak hukum maupun masyarakat.
PERANAN PSIKOLOGI FORENSIK DALAM MENGUNGKAPKAN KASUS-KASUS PEMBUNUHAN BERENCANA (RELEVANSI "METODE LIE DETECTION" DALAM SISTEM PEMBUKTIAN MENURUT KUHAP) Syam, Dani Ramadhan; Baskoro, Bambang Dwi; Sukinta, Sukinta
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 4 (2017): Volume 6 Nomor 4, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (451.089 KB) | DOI: 10.14710/dlj.2017.19775

Abstract

Konsep penegakan hukum acara pidana adalah untuk mendapatkan kebenaran materiil. Salah satu cara untuk mencapai kebenaran materiil tersebut adalah dengan memastikan keterangan saksi maupun pelaku berkesesuaian satu sama lain dan keterangan tersebut diberikan secara jujur. Dalam rangka memperoleh kebenaran sejati ini diperlukan dukungan ilmu lain yakni psikologi forensik. Psikologi forensik memiliki peran yang cukup penting dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Ilmu Psikologi forensik berusaha untuk mengungkapkan bukti-bukti yang berkaitan dengan mengapa seseorang melakukan kejahatan dari perspektif ilmu perilaku (psikologi). Semakin rumitnya permasalahan di masyarakat juga menuntut psikologi forensik untuk memberikan penyelesaian dengan dasar dan pertimbangan yang kuat. Dasar atau pertimbangan yang diperoleh Psikologi forensik dilakukan dengan berbagai macam metode, salah satu metodenya yakni dengan menggunakan Metode Lie Detection. Hasil dari penelitian diketahui bahwa, walaupun peranan psikologi forensik dengan metode Lie Detection masih berjalan cukup lambat, karena masih dipertanyakan tingkat keakurasianya, namun metode Lie Detection ini dapat juga dijadikan sebagai alat bukti yang sah yakni yakni alat bukti petunjuk maupun alat bukti surat.
ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM PADA TINDAK PIDANA PENGHINAAN (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN CILACAP NOMOR 159/PID.B/2021/PN CLP) Sitorus, Elloynoor Mangiring Tua; Sukinta, Sukinta; Utama, Kartika Widya
Diponegoro Law Journal Vol 13, No 2 (2024): Volume 13 Nomor 2, Tahun 2024
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/dlj.2024.43674

Abstract

Belakangan ini, banyak terjadi tindak pidana. Salah satunya tindak pidana penghinaan pada kasus dengan Nomor Perkara 159/Pid.B/2021/PN Clp. Dalam kasus tersebut, Santi Nanda Sari ditetapkan menjadi terdakwa. Adapun perbuatan dari terdakwa ini dilakukan saat rapat malam hari yang membahas terkait sanksi bagi Ayah terdakwa. Penelitian kualitatif ialah pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Data primer dan sekunder diterapkan dalam membuat tugas akhir dengan bentuk studi kasus hukum. Adapun data – data didapatkan dari hasil wawancara terbuka serta secara pustaka. Berdasarkan analisis, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Hakim memutus Perkara Nomor 159/Pid.B/2021/PN Clp, menggunakan berbagai pertimbangan. Bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penghinaan sebagaimana yang diatur pada pasal 310 KUHP ayat (1), sehingga terdakwa dijatuhi hukuman penjara satu bulanpenjara dengan masa percobaan dua bulan, di mana pengenaan pidana tersebut suidah sesuai dengan tujuan pemidanaan berdasarkan teori relatif.
TINJAUAN TENTANG KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG DALAM PEMERIKSAAN KASASI PERKARA PIDANA PADA SISTEM PERADILAN INDONESIA Mayendra, Muhammad Cahye; Sukinta, Sukinta; Utama, Kartika Widya
Diponegoro Law Journal Vol 13, No 4 (2024): Volume 13 Nomor 4, Tahun 2024
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/dlj.2024.45488

Abstract

Mahkamah Agung memiliki wewenang untuk memeriksa dan memutus perkara yang diatur dalam undang-undang. Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus perkara kasasi berperan sebagai judex juris artinya hakim yang melakukan pemeriksaan terhadap pengadilan sebelumnya dan memastikan apakah ada pelanggaran yang terjadi dalam menerapkan hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kewenangan Mahkamah Agung dalam sistem peradilan di Indonesia dan Bagaimana Mahkamah Agung melaksanakan wewenangnya dalam memeriksa perkara kasasi terhadap Putusan Pegadilan Tinggi Surabaya Nomor: 672/Pid.Sus/2018/PT,Sby. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal (normatif), dan spesifikasinya adalah deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung memiliki kewenangan untuk memutuskan permohonan kasasi, sengketa kewenangan mengadili, permohonan peninjauan kembali, uji materiil, memberikan nasehat, dan mengawasi penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawahnya. Dalam melaksanakan kewenangannya terhadap putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 672/Pid.Sus/2018/PT.Sby, Mahkamah Agung menemukan adanya kesalahan penerapan hukum sehingga perlu membatalkan putusan sebelumnya dan mengadili sendiri perkara tersebut.