Rofik Sinung Basuki
Balai Penelitian Tanaman Sayuran

Published : 18 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

Pengaruh Varietas, Status K-Tanah, dan Dosis Pupuk Kalium terhadap Pertumbuhan, Hasil Umbi, dan Serapan Hara K Tanaman Bawang Merah Rosliani, Rini; Basuki, Rofik Sinung
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 3 (2012): September 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Pemupukan sebaiknya didasarkan pada kebutuhan tanaman dan kesuburan lahan agar diperoleh hasil yang optimal. Adanya keragaman tanah dan lingkungan yang cukup tinggi di Indonesia menyebabkan kebutuhan pupuk berbeda dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan dosis pupuk K optimum untuk dua varietas bawang merah pada status K-tanah yang berbeda. Metode penelitian terdiri atas survei status K-tanah yang dilakukan di sentra produksi bawang merah di dataran rendah Jawa Barat dan Jawa Tengah, dan percobaan pot yang dilakukan di Rumah Kasa Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang dari Bulan Maret sampai dengan Desember 2008. Rancangan percobaan yang digunakan untuk percobaan pot ialah petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama ialah bawang merah varietas Bangkok dan Kuning. Anak petak ialah status hara  K-tanah, yaitu status K-tanah rendah (<20 ppm K2O), sedang (21–40 ppm K2O), dan tinggi (>41 ppm K2O). Anak-anak petak ialah dosis pupuk K terdiri atas 0, 60, 120, 180, dan 240 kg/ha K2O.  Pupuk N (150 kg/ha) dan P (150 kg/ha P2O5) diberikan sebagai pupuk dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara varietas, status K-tanah, dan dosis pupuk K terhadap bobot kering tanaman, luas daun, hasil bobot umbi segar, dan bobot umbi kering eskip bawang merah. Namun serapan hara K tanaman dan residu pupuk K dalam tanah dipengaruhi oleh interaksi ketiga faktor tersebut. Hubungan antara hasil umbi bawang merah varietas Bangkok dan Kuning dengan dosis pupuk K pada semua status K-tanah bersifat kuadratik. Dosis pupuk K optimum untuk varietas Bangkok ialah 126,67 kg/ha K2O pada status K-tanah rendah, 170,00 kg/ha K2O pada status K-tanah sedang, dan 1,5 kg/ha K2O pada status K-tanah tinggi, sedangkan dosis pupuk K optimum untuk varietas Kuning ialah 214,29 kg/ha K2O pada status K-tanah rendah, 216,67 kg/ha K2O pada status K-tanah sedang, dan 106,50 kg/ha K2O pada status K-tanah tinggi. Hasil umbi dan serapan hara tanaman varietas Bangkok dan Kuning pada status K-tanah tinggi nyata lebih tinggi dibandingkan pada status K-tanah rendah dan K-tanah sedang. Makin tinggi status K-tanah dan dosis pupuk K, maka makin tinggi pula residu K dalam tanah.ABSTRACT. Sumarni, N, Rosliani, R, Basuki, RS, and Hilman, Y 2012. Effects of Varieties, Soil-K Status, and K Fertilizer Dosages on Plant Growth, Bulb Yield, and K Uptake of Shallots Plant. In order to get the optimum yield, fertilization should be based on plant need of nutrient and nutrient content of soil. The presense of high diversities of soil and environment in Indonesia cause the fertilizer needed are different from one location to another. This research methodologies were survey of soil-K status on some shallots production areas in lowland of West and Central Java, and pot experiment that was carried out at Screenhouse of Indonesian Vegetable Research Institute from March to December 2008. The aim of this experiment was to find out the optimum dosage of K fertilizer for two shallots varieties on several soil fertility level (soil-K status). A split-split plot design with three replications was used in this experiment. As main plots were shallots varieties, consisted of Bangkok and Kuning varieties. Subplots were the content/status of soil-K, consisted of low (<20 ppm K2O), medium (21–40 ppm K2O), and high (>41 ppm K2O). Sub-subplots were K fertilizer dosages, consisted of 0, 60, 120, 180, and 240 kg/ha K2O. N fertilizer (150 kg/ha N) and P fertilizer (150 kg/ha P2O5) were applied as basic fertilizers. The results showed that there were no interaction between varieties, soil-K status, and K fertilizer dosages on plant leaf area, plant dry weight, fresh and dry weight of bulb yield of shallots. But K uptake by shallots plant and residual of K fertilizer in soil were affected by the three those factors. The curves of the relationship between K fertilizer dosages and bulb yield of Bangkok and Kuning varieties on all soil-K status were quadratics. The optimum dosage of K fertilizer for Bangkok variety were 126.67 kg/ha K2O on low of soil-K status, 170.00 kg/ha K2O on medium of soil-K status, and 1.50 kg/ha K2O on high of soil-K status; whereas for Kuning variety were 214.29 kg/ha K2O on low of soil-K status, 216.67 kg/ha K2O on medium of soil-K, and 106.50 kg/ha K2O on high of soil-K status.The bulb yield and K uptake of Bangkok and Kuning varieties were significantly higher on high soil-K status than on low and medium of soil-K status. The more higher of K fertilizer dosages and soil-K status gave the more higher of K residual of K fertilizer in soil.
Respons Pertumbuhan, Hasil Umbi, dan Serapan Hara NPK Tanaman Bawang Merah terhadap Berbagai Dosis Pemupukan NPK pada Tanah Alluvial Sumarni, Nani; Rosliani, Rini; Basuki, Rofik Sinung
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 4 (2012): Desember
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tanaman bawang merah memerlukan ketersediaan hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dalam jumlah yang cukup dan berimbang di dalam tanah untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan kebutuhan pupuk N, P, dan K optimum untuk dua varietas bawang merah pada jenis tanah Alluvial. Penelitian lapangan dilakukan di daerah Ciledug-Cirebon (Jawa Barat), dari Bulan Juli sampai dengan Oktober 2009. Rancangan percobaan yang digunakan ialah petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama ialah varietas bawang merah, terdiri atas varietas Bima Curut dan Bangkok. Anak petak yaitu dosis pupuk N, P, dan K, terdiri atas 11 kombinasi dosis N-P2O5-K2O yang disusun secara terpusat (central design). Kisaran dosis pupuk yaitu 0–270 kg/ha N, 0–180 kg/ha P2O5, dan 0–180 kg/ha K2O. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara varietas dan dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan tanaman dan serapan NPK tanaman bawang merah, sedangkan hasil umbi bawang merah dipengaruhi oleh interaksi antara varietas dan dosis pupuk NPK. Dosis pupuk N, P, dan K optimum untuk varietas Bima Curut ialah 146 kg/ha N, 111 kg/ha P2O5, dan 100 kg/ha K2O dengan tingkat hasil umbi kering eskip rerata 25,77 t/ha, sedangkan dosis pupuk N, P, dan K optimum untuk varietas Bangkok ialah 248 kg/ha N, 98 kg/ha P2O5, dan 103 kg/ha K2O dengan tingkat hasil umbi kering eskip rerata 35,44 t/ha. Untuk menghasilkan hasil umbi kering eskip maksimum, varietas Bima Curut  menyerap 64,26 kg/ha N, 18,03 kg/ha P2O5, dan 123,39 kg/ha K2O yang diperoleh dengan pemberian pupuk sebanyak 180 kg/ha N, 120 kg/ha P2O5, dan 60 kg/ha K2O, sedangkan varietas Bangkok  menyerap 69,65 kg/ha N, 22,88 kg/ha P2O5, dan 149 kg/ha K2O yang diperoleh dengan pemberian pupuk sebanyak 270 kg/ha N, 120 kg/ha P2O5, dan 120 kg/ha K2O. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk NPK dan hasil umbi bawang merah. Shallots plants need balance of NPK nutrient supply in soil to get optimally plant growth and bulb yield. This experiment was conducted at a farmer field in Ciledug-Cirebon, West Java Province, from July until October 2009. The objective of this experiment was to find out the optimum dosage of NPK fertilizer application for two shallots varieties on Alluvial soil type. A split plot design with three replications was used. Two shallots varieties (Bima Curut and Bangkok) were assigned to main plot, and 11 combinations of N-P2O5-K2O dosages were assigned to subplot. The range of N, P, and K dosages were 0–270 kg/ha N, 0–180 kg/ha P2O5, and 0-180 kg/ha K2O. The results revealed that there were no interaction between varieties and NPK dosages on plant growth and NPK uptake by shallots plant. But both shallots varieties of Bima Curut and Bangkok gave different response to NPK fertilization, expressed by dry bulb yield. The optimum dosage of NPK for Bima Curut variety was146 kg/ha N, 111 kg/ha P2O5, and 100 kg/ha K2O that gave dry bulb yield of 25.77 t/ha, while the optimum dosage of NPK for Bangkok variety was 248 kg/ha N, 98 kg/ha P2O5, and 103 kg/ha K2O that gave dry bulb yield of 35,44 t/ha. To get the maximum yield of dry bulb weight, Bima Curut variety absorbed 64.26 kg/ha N, 18.03 kg/ha P2O5, and 123.39 kg/ha K2O which obtained by applying of 180 kg/ha N, 120 kg/ha P2O5, and 60 kg/ha K2O, while  Bangkok variety absorbed 69.65 kg/ha N, 22.88 kg/ha P2O5, and 149 kg/ha K2O which obtained by applying of 270 kg/ha N, 120 kg/ha P2O5, and 120 kg/ha K2O. The results can be applied to increase the efficiency of NPK fertilizer for growing shallots on Alluvial soil type.
Sistem Pengadaan dan Distribusi Benih Bawang Merah pada Tingkat Petani di Kabupaten Brebes Basuki, rofik Sinung
Jurnal Hortikultura Vol 20, No 2 (2010): Juni 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui sumber benih, cara pengadaan, dan kualitas benih yang ditanampetani, serta ketersediaan benih bawang merah bermutu untuk petani di Brebes. Hasil penelitian digunakan sebagaimasukan pembuatan kebijakan untuk memperbaiki sistem perbenihan bawang merah di Brebes. Penelitian deskriptifini dilakukan di Brebes pada bulan September 2007. Penelitian dilakukan di tiga desa yang dipilih secara purposiveberdasarkan jenis varietas dominan yang ditanam di lokasi tersebut. Responden dipilih secara purposive berdasarkanjenis varietas yang ditanam, yaitu 35 petani yang menanam benih varietas lokal dan 10 petani yang menanam benihvarietas impor. Selain petani, juga dipilih secara purposive sembilan responden pedagang atau penangkar benih. Dataprimer dikumpulkan melalui wawancara individual dengan responden menggunakan kuesioner. Data yang terkumpuldianalisis menggunakan metode statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber benih varietaslokal yang ditanam oleh sebagian besar petani responden (94%) berasal dari benih yang dihasilkan petani sendiridari penyisihan hasil bawang konsumsi musim sebelumnya dan sebagian kecil (6%) berasal dari benih yang dibelidari petani lain, sedangkan benih varietas impor yang ditanam petani, seluruhnya (100%) berasal dari pembelian ditoko atau pedagang benih. Petani memproduksi benih sendiri dengan cara menyisihkan sebagian dari hasil bawangkonsumsi musim sebelumnya yang pertumbuhan tanamannya masih bagus, produktivitas, dan kemurnian varietasnyamasih tinggi. Kualitas benih yang dihasilkan petani cukup baik dalam hal daya tumbuh (99,1%), tingkat infeksi olehpenyakit tular benih (1,7%), dan persentase kemurnian varietas (99,3%). Benih yang tersedia di lokasi penelitian,sebagian besar (>94%) berasal dari benih hasil produksi petani, tidak ada yang berasal dari hasil penangkaran benihsecara khusus.ABSTRACT. Basuki, R.S. 2010. Procurement and Distribution System of Shallots Seed at Farmer Level atBrebes District. The objectives of the research were to understand the sources, procurement methods, and qualityof shallots seed planted by farmers as well as the availability of good quality seed for farmers in Brebes. The resultof this study was used as policy input for improving the existing shallots seed system in Brebes. Descriptive researchwas conducted in Brebes on September 2007, in three villages selected purposively based on the dominant shallotsvarieties planted by farmers in the locations. Respondents were selected purposively based on the shallots varietiesplanted, consisted of 35 farmers who planted local varieties and 10 farmers who planted imported variety of shallotsseed. In addition, nine shallots seed growers or traders were also selected purposively as respondents. Primary datawas collected through individual interview with respondents. The results showed that most farmers (94%) who plantedlocal varieties used their own seed obtained from previous harvest, and only 6% used their seed from other farmers.Meanwhile, all farmers (100%) who planted imported seed they bought from seed stores or traders. Farmers obtainedtheir own shallots seed from the healthy, productive, and high purity variety from previous harvest. The quality offarmers’ seed was good in terms of high percentage of seed growth (99.1%), low disease infected seed (1.7%), andhigh purity of variety (99.3%). The availability of seed mostly (>94%) was farmers’ seed, and almost no sources ofseed obtained from special seed growers.
Adopsi Inovasi Teknologi Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat (PTKJS) di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur Ridwan, Hilmi Kahmir; Sabari, -; Basuki, Rofik Sinung; Sutarya, Rahmat; Ruswandi, Agus
Jurnal Hortikultura Vol 20, No 1 (2010): Maret 2010
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Produktivitas dan mutu buah jeruk di Indonesia saat ini masih rendah dan perlu ditingkatkan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura telah melaksanakan program penelitian dan pengkajian penerapan pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat (PTKJS) di beberapa provinsi sentra produksi jeruk. Pengelolaan terpadu kebun jeruk sehat meliputi (a) penggunaan bibit berlabel bebas penyakit, (b) pengendalian OPT terutama vektor penyakit CVPD, (c) sanitasi kebun yang baik, (d) pemeliharaan tanaman secara optimal, dan (e) konsolidasi pengelolaan kebun. Tujuan penelitian adalah untuk  mengetahui adopsi inovasi teknologi PTKJS oleh petani. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, dari bulan April sampai dengan Desember 2006,  menggunakan metode survai. Hasil penelitian menunjukan bahwa inovasi teknologi PTKJS dari komponen teknologi, seperti penggunaan bibit unggul berlabel bebas penyakit, konsolidasi pengelolaan kebun, dan subkomponen teknologi, seperti penggunaan perangkap kuning, penyiraman tanah dengan insektisida, penggunaan sex feromon, pemberongsongan, penyulaman dengan bibit berlabel, pemangkasan, penyiraman tanaman, dan pemanenan secara benar, tidak diadopsi oleh sebagian besar petani jeruk di Kabupaten Ponorogo.   ABSTRACT. Ridwan, H.K, Sabari, Rofik, S.B., Rahman, S., and Agus, R. 2010. Adoption of Integrated Crop Management for Healthy Citrus Orchard in Ponorogo, East Java. Productivity and quality of citrus fruit in Indonesia were still low and need to be increased. The Indonesian Center for Horticulture Research and Development had conducted research and assessment program of Integrated  Crop Management for Healthy Citrus Orchad (ICMHCO) in several provinces. The technology package of ICMHCO consisted of (a) the used of labeled and free deseases planting materials, (b) pest and deseases control especially for the CVPD vector, (c) good field sanitation, (d) optimum cultural practices, and (e) field management consolidation. The objective of this research was to access the adoption of technology package of ICMHCO by the farmers. The research was conducted at Ponorogo District, East Java, from April to Desember 2006, using survey method. The results showed that only a part of technology package of ICMHCO had been adopted by the citrus farmers in Ponorogo District. There were some technological components that had not been adopted yet by farmers, such as labeled free deseases planting materials, consolidation of orchard management, yellow trap application, drenching of insecticide solution, sex pheromone application, fruit wrapping, replanting with labelled seeds, pruning, irrigation, and good harvesting practices.
Analisis Kelayakan Teknis dan Ekonomis Teknologi Budidaya Bawang Merah dengan Benih Biji Botani dan Benih Umbi Tradisional Basuki, Rofik Sinung
Jurnal Hortikultura Vol 19, No 2 (2009): Juni 2009
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kelayakan teknis dan ekonomis teknologi budidaya bawangmerah menggunakan benih biji botani dibandingkan dengan benih umbi tradisional. Percobaan dilakukan di lahan petanidi Brebes, ketinggian + 8 m dpl, dengan jenis tanah Aluvial, pH = 6,7, pada musim kemarau dari bulan April sampaidengan Agustus 2008. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak kelompok dengan 3 ulangan. Perlakuanyang dicoba adalah 13 macam perlakuan, terdiri dari 10 perlakuan pengaturan kerapatan tanaman dari benih bijibotani (TSS) varietas Tuk Tuk dan Hibrida dengan mengkombinasikan faktor jarak tanam, jumlah bibit ditanam perlubang, serta asal persemaian bibit, dan 3 perlakuan benih umbi menggunakan varietas lokal Bima Curut yang dibelidari toko dan asal petani serta varietas impor Tanduyung yang dibeli dari toko sebagai pembanding. Analisis budgetpartial digunakan untuk menilai kelayakan ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan TSS layaksecara teknis karena dapat meningkatkan hasil sampai 2 kali lipat dibanding penggunaan benih umbi tradisional danlayak secara ekonomis karena dapat meningkatkan pendapatan bersih antara 22-70 juta rupiah per ha dibanding benihumbi tradisional. Penggunaan TSS varietas Tuk Tuk yang memberikan tingkat hasABSTRACT. Basuki, R.S. 2009. Analysis of Technical and Economical Feasibility of Shallots Cultivation fromTrue Shallot Seed and Traditional Bulb Seed. Experiment was conducted in farmer’s field in Brebes (altitude + 8 masl, Aluvial soil type and pH = 6.7), from April to August 2008. The experiment was arranged in a randomized blockdesign with 3 replications. The total of 13 treatments was applied, consisted of 10 treatments of plant population ofTSS of Tuk Tuk and Hibrida varieties by combining plant spacing, number of seedling per hole, and source of seedling,and 3 control treatments of traditional bulb seed, i.e. local variety of Bima Curut bought from store and from farmer,and imported variety of Tanduyung. Budget partial analysis was used to measure the economical feasibility. Results ofthe research showed that the use of TSS was technically feasible because it increased the yield of shallots 2 times ascompared to bulb seed, and economically feasible because it increased the net income from 22 to 70 million IDR/haas compared to bulb seed. The highest yield and net income from TSS as compared to bulb seed was obtained byplanting single seedling of TSS with population of 150 plants per m2.
Analisis Tingkat Preferensi Petani terhadap Karakterisitik Hasil dan Kualitas Bawang Merah Varietas Lokal dan Impor Basuki, Rofik Sinung
Jurnal Hortikultura Vol 19, No 2 (2009): Juni 2009
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Varietas lokal bawang merah yang kompetitif terhadap varietas impor perlu diketahui untuk mengurangipenggunaan varietas impor. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi varietas lokal yang lebih disukai petanidibanding varietas impor di sentra produksi di Kabupaten Brebes. Penelitian dilakukan di 2 desa di Kabupaten Brebespada bulan Juli-Oktober 2005. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian partisipatif yang didukung denganpercobaan lapangan. Percobaan lapangan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Perlakuan yangditeliti adalah 10 varietas lokal dan 2 varietas impor. Plot percobaan lapangan digunakan sebagai petak observasi bagipetani partisipan, 28 orang di Desa Kemukten dan 32 orang di Desa Slatri. Data penelitian partisipatif dikumpulkandari jawaban tertulis petani partisipan pada kuesioner yang dibagikan peneliti pada saat petani melakukan observasipada plot percobaan lapangan. Data petani berupa skor tingkat preferensi (TP) petani terhadap atribut karakteristikdaya hasil, jumlah anakan, bentuk umbi, ukuran umbi, warna umbi, dan aroma dari 12 varietas yang diteliti dianalisismenggunakan metode perceived quality. Hasil penelitan menunjukkan bahwa dari 10 varietas lokal yang diuji, varietaslokal Bima Curut adalah yang paling disukai petani. Walaupun secara agronomis tingkat hasil dan ukuran umbi hasil,varietas impor lebih unggul dibanding varietas lokal Bima Curut, namun TP petani terhadap varietas lokal Bima Curutlebih tinggi 10-23% dibanding TP petani terhadap varietas impor Tanduyung dan Ilokos. Hal ini terjadi karena totalkarakteristik Bima Curut dalam hal daya hasil, jumlah anakan, bentuk umbi, ukuran umbi, warna umbi, dan aromalebih disukai petani dibanding total karakteristik yang dimiliki kedua varietas impor tersebut. Diperlukan dukunganperakitan komponen teknologi pemupukan, budidaya, serta pengendalian hama dan penyakit agar keunggulan varietasBima Curut dapat lebih dioptimalkan.ABSTRACT. Basuki, R.S. 2009. Analysis of Farmer’s Preference on Yield and Quality Characteristic of Localand Imported Shallots Variety. Local variety of shallots that had competitiveness to imported variety needed tobe identified in order to reduce the use of imported seed variety. The objective of this research was to identify localvariety more preferred by farmers than that of imported variety. Research was conducted in Brebes District fromJuly to October 2005. The approach of research was farmer participatory research supported by field trial plot. Thefield trial design used was RCBD, with 10 local varieties and 2 imported varieties as treatments and 3 replications.The field trial plot was used as an observation plot for farmers participants, 28 farmers in Kemukten Village and 32farmers in Slatri Village. The data from farmer participatory research were collected from farmer’s written answers onthe questionnaire distributed by researchers. Farmers’ data were the level of farmer’s preference to the characteristicsof yield, number of sprouts, bulb shape, bulb size, bulb color, and flavor of 12 shallot varieties tested in the fieldtrial. The data were analyzed using perceived quality methods. The results showed that among local varieties, BimaCurut variety was the most preferred by farmers. Agronomically, the yield of imported varieties were higher and thebulb were bigger than that of Bima Curut. However, the level of farmers preference on Bima Curut were 10 to 23% higher than that of the imported varieties of Tanduyung and Ilokos. The reason was that the total characteristicsof Bima Curut in terms of yield, number of sprouts, bulb shape, bulb size, bulb color, and flavor were preferred byfarmers more than that of the total characteristics of imported varieties. Nonetheless, technological components offertilization, cultivation, disease and pest control still need improvements to increase the competitiveness of BimaCurut variety.
Evaluasi Daya Hasil Kultivar Lokal Bawang Merah di Brebes Sofiari, Eri; Kusmana, -; Basuki, Rofik Sinung
Jurnal Hortikultura Vol 19, No 3 (2009): September 2009
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Varietas lokal bawang merah di Kabupaten Brebes telah berkembang menjadi varian-varian baruyang merupakan hasil seleksi petani. Keberadaan varian-varian varietas tersebut perlu diuji untuk mengetahuikeunggulannya. Penelitian bertujuan mendapatkan kultivar bawang merah lokal yang sesuai ditanam di Slatri,Brebes. Jumlah kultivar yang diuji sebanyak 10 buah ditambah 2 kultivar pembanding, yaitu Tanduyung dan Ilokos.Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak kelompok dengan 3 ulangan. Populasi tanaman per plot terdiriatas 500 tanaman. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kultivar yang sesuai di Slatri adalah kultivar KuningSidapurna dan Kuning Tablet yang memiliki potensi hasil sama baiknya dengan kultivar impor yang populer dipetani, yaitu kultivar Ilokos.ABSTRACT. Sofiari, E., Kusmana, and R.S. Basuki. 2009. Evaluation of Potential Yield of Local Varieties ofShallots at Brebes. Shallot local variety in Brebes has been developed to be more variations as a results of selectiondone by farmers. Superiority of this variances need to be evaluated. The objective of the research was to evaluate shallotcultivars which have high yielding at Slatri, Brebes. Twelve cultivars were used in this study, including 2 popularimport varieties as check, namely Tanduyung and Ilokos. Experimental design used was randomized complete blockdesign with 3 replications. Population per plot was 500 plants. The results indicated that cultivars Kuning Sidapurnaand Kuning Tablet performed high yielding at Brebes that were comparable to import variety of Ilokos
Uji Adaptasi Lima Varietas Bawang Merah Asal Dataran Tinggi dan Medium pada Ekosistem Dataran Rendah Brebes Kusmana, -; Basuki, Rofik Sinung; Kurniawan, H
Jurnal Hortikultura Vol 19, No 3 (2009): September 2009
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Bawang merah umumnya ditanam di dataran rendah pada musim kemarau, karena pada musim hujanlahan dataran rendah yang biasa ditanami bawang dipergunakan untuk pertanaman padi. Penanaman serempakbawang merah dilakukan di musim kemarau. Penanaman secara bersamaan pada musim kemarau sering menyebabkankekurangan bibit, sehingga diperlukan pasokan bibit dari daerah dan sentra produksi di daerah dataran medium dandataran tinggi. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan varietas bawang merah asal dataran tinggi dan medium yangcocok ditanam pada agroekosistem dataran rendah Brebes. Lima varietas dataran tinggi dan medium ditambah 3varietas pembanding yang banyak dibudidayakan di Brebes, yaitu varietas Tanduyung, Ilokos, dan Bima Curut, diujidalam suatu percobaan yang ditata sesuai dengan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Populasi tanaman perplot sebanyak 500 tanaman. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelima varietas yang diuji dapat beradaptasi diBrebes. Varietas yang berdaya hasil tinggi adalah Batu Ciwidey (27,3 t/ha berat basah), dengan potensi hasil yangsetara dengan varietas Tanduyung (26,8 t/ha berat basah), dan Bima Curut (24,9 t/ha berat basah). Varietas BatuCiwidey menghasilkan umbi ukuran besar yang nyata lebih besar dari varietas Bima Curut dan TanduyungABSTRACT. Kusmana, R.S. Basuki, and H. Kurniawan. 2009. Adaptation Trial of Five Shallots VarietiesOriginated from High and Mid Altitudes in Lowland Ecosystem Brebes. Shallots are mostly grown in lowlandelevation at dry season. At the rainy season the land are not fit because it was used for planting paddy. Growingshallots at the same time in the dry season causes insufficient of planting materials. Therefore, seed supply wasneeded from other mid and high elevation production areas. The objective of the research was to select mid and highelevation shallots varieties which were suitable in Brebes. Five mid and high elevation shallot varieties (MentengKupa, Maja, Bali Karet Maja, Batu Ciwidey, and Bali Karet Batu), and 3 local varieties from Brebes (Tanduyung,Ilokos, and Bima Curut) were planted in the field using cultivation technique applied by farmers. The experimentwas arranged in a randomized complete block design with 3 replications. The population was 500 hills per plot. Theresults indicated that the highest yield was obtained by variety Batu Ciwidey (27.3 t/ha) and did not significantlydifferent with Tanduyung (26.8 t/ha), and Bima Curut (24.9 t/ha). In addition, Batu Ciwidey variety had bigger tubersize compared to those of Bima Curut and Tanduyung varieties.
Preferensi Petani Brebes terhadap Klon Unggulan Bawang Merah Hasil Penelitian Basuki, rofik Sinung
Jurnal Hortikultura Vol 19, No 3 (2009): September 2009
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui preferensi petani Brebes terhadap klon unggulan bawangmerah hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang. Penelitian dilakukan di Desa Slatri,Brebes, pada bulan Juni sampai Agustus 2003. Metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi antara percobaanlapangan dan penelitian partisipatif petani. Percobaan lapangan dimanfaatkan sebagai petak observasi bagi 20 petanipartisipan. Percobaan lapangan menggunakan rancangan acak kelompok. Perlakuan terdiri dari 9 klon unggulanbawang merah dan kontrol varietas lokal Bima Brebes dengan 3 ulangan. Data penelitian partisipatif dikumpulkandari jawaban tertulis petani partisipan pada kuesioner yang dibagikan peneliti pada saat petani melakukan observasilapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara agronomis, daya hasil dan ukuran umbi klon unggulan Balitsatidak lebih unggul dibanding varietas lokal Bima Brebes kecuali klon No. 9. Di antara klon unggulan yang diuji,klon No. 8 merupakan klon yang paling potensial diadopsi petani karena pertumbuhan tanaman dan hasil panennyadisukai petani. Klon No. 9 kurang disukai petani karena warnanya pucat, sehingga perlu perbaikan warna umbiuntuk meningkatkan peluang adopsi oleh petani. Preferensi petani dan pemulia terhadap klon unggulan berbedasangat nyata. Klon No. 9 yang paling disukai pemulia namun kurang disukai petani. Penelitian preferensi petaniperlu diintegrasikan dalam penelitian perakitan varietas unggul untuk meningkatkan peluang adopsi varietas unggultersebut setelah dilepas.ABSTRACT. Basuki, R.S. 2009. Farmers’ Preferences in Brebes to Shallots Promising Clones Generatedfrom IVEGRI. The objective of the research was to understand farmer’s preferences to promising shallots clonescreated by the Indonesian Vegetable Research Institute (IVEGRI). Research was conducted in Slatri, Brebes, fromJune to August 2003. A combination of field experiment and farmer’s participatory was used in the research. Thefield experiment was used as an observation plot for 20 farmer participants. The field experiment was arranged in arandomized complete block design with 3 replications. The treatments consisted of 9 promising shallots clones and alocal variety of Bima Brebes as control. Data from farmer participatory research were collected from farmer’s writtenanswers on the questionnaire distributed by researchers. Results showed that agronomically the yield and tuber sizeof the promising clones, except clone No.9, were not significantly higher or bigger than that of local variety of BimaBrebes. Among the promising clones, only clone No.8 has the potential to be adopted by farmers because farmerswas in favor with the growth and tuber quality of the clone. In order to increase the potential adoption of clone No.9improvement of the tuber color from pale red to red is needed. Farmers and breeder preferences to the promisingclones were significant difference, due to the different criteria used in evaluating the clones. Research on farmerspreference should be integrated into the research on creating a new variety to increase the potential adoption of thenew variety after released.
Pengetahuan Petani dan Keefektifan Penggunaan Insektisida oleh Petani dalam Pengendalian Ulat Spodoptera exigua Hubn. pada Tanaman Bawang Merah di Brebes dan Cirebon Basuki, rofik Sinung
Jurnal Hortikultura Vol 19, No 4 (2009): Desember 2009
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi pengetahuan dan keefektifan penggunaan insektisidaoleh petani dalam pengendalian ulat Spodoptera exigua Hubn. pada tanaman bawang merah. Penelitian dilakukanpada bulan November 2005 menggunakan metode survei, di Kecamatan Losari dan Pabedilan, Kabupaten Cirebonserta di Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes. Data dikumpulkan melalui teknik diskusi kelompok dan wawancaraindividual menggunakan kuesioner. Total jumlah responden yang diwawancara adalah 100 orang. Data yang terkumpuldianalisis menggunakan metode statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hama utama bagi petanidi Brebes dan Cirebon adalah S. exigua, S. mauritia, dan Liriomyza sp.. Untuk mengendalikan serangan hama S.exigua, petani di Brebes dan Cirebon mempunyai keterbatasan pengetahuan dan sumber informasi dalam memilihjenis insektisida yang efektif. Petani di Brebes dan Cirebon melakukan penyemprotan insektisida secara rutin, dengankonsentrasi formulasi 150-200% lebih tinggi dari rekomendasi dan interval penyemprotan pendek 1-2 hari sekali. Adaindikasi kuat bahwa penggunaan insektisida yang intensif oleh petani dipicu oleh kurang efektifnya jenis insektisidayang digunakan petani. Hama S. exigua di Brebes diduga telah resisten terhadap 3 dari 7 jenis insektisida (48%)yang digunakan petani, sedangkan di Cirebon telah resisten terhadap 5 dari 8 jenis insektisida (63%) yang digunakanpetani. Sebagian besar petani menggunakan insektisida campuran untuk mengendalikan hama S.exigua. Di Brebes,dari 17 petani yang menggunakan campuran 2 jenis insektisida, 8 petani (47%) menggunakan campuran yang bersifatsinergistik dan 2 petani (12%) menggunakan campuran yang bersifat antagonistik, sedangkan sisanya belum diketahui.Di Cirebon, dari 18 petani yang menggunakan campuran 2 jenis insektisida, 6 petani (33%) menggunakan campuranyang bersifat sinergistik, 5 petani (28%) menggunakan campuran yang bersifat antagonistik, dan sisanya tidak diketahui.Pengendalian hama S.exigua menggunakan insektisida yang dilakukan oleh 54% petani di Brebes dan 74% petani diCirebon masih belum efektif, dengan kerusakan tanaman oleh hama >10%. Komponen teknologi pengendalian yangdibutuhkan dan sesuai dengan kondisi petani adalah teknik memilih jenis insektisida yang efektif dan pencampuraninsektisida yang bersifat sinergistik.ABSTRACT. Basuki, R.S. 2009. Farmers’ Knowledge and the Effectiveness of Insecticide-use Practiced byFarmers to Control Spodoptera exigua on Shallots in Brebes and Cirebon. The objective of the research was tounderstand farmer’s knowledge and effectiveness of insecticides application done by farmers to control Spodopteraexigua on shallots in Brebes and Cirebon. Research was conducted in November 2005 through a survey in Losari andPabedilan Subdistricts in Cirebon District, and Wanasari Subdistrict in Brebes District. Data were collected through agroup discussion and individual interview using a questionnaire. Total respondents interviewed was 100 farmers. Datawas analyzed using descriptive statistics. The results showed that the main pest for farmers in Brebes and Cirebonwere S. exigua, S. mauritia, and Liriomyza sp.. Farmers in Brebes and Cirebon had a lack of knowledge and source ofinformation in selecting effective insecticides to control S. exigua. Farmers in Brebes and Cirebon sprayed insecticides ina routine basis, using a high concentration of formulation, 150-200% of the recommended rate, with interval of sprayingevery day or 2 days, in order to control the existing damages by S. exigua not becoming more severe. There was a strongindication that intensive application of insecticides done by farmers was triggered by ineffective insecticides selectedand used by farmers. Spodoptera exigua in Brebes was resistant to 3 from 7 types of insecticides (48%) used by farmers,whereas in Cirebon was resistant to 5 from 8 types of insecticides (63%) used by farmers. Most farmers applied a mixedinsecticides to control S.exigua. In Brebes, from 17 farmers who used a mixture of 2 insecticides, 8 farmers (47%)used a mixture with a sinergistics effect, 2 farmers (12%) used a mixture with an antagonistics effect, and the rest wasunknown. In Cirebon, from 18 farmers who used a mixture of 2 insecticides, 6 farmers (33%) used a mixture with asinergistics effect, 5 farmers (28%) used a mixture with an antagonistics effect, and the rest was unknown. Applicationof insecticides to control S. exigua done by 54% farmers in Brebes and 74% farmers in Cirebon were not effective.The plant damages by the pest still >10%. The technological components required by farmers and suitable for farmerscondition were techniques for selecting effective insecticides and mixing insecticides with sinergistics effect.