Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Callus induction and proliferation of Centella asiatica L. generated from leaves and petioles in the presence of Dicamba and BAP Rahayu, Suci; Saptadi, Darmawan; Azmi, Chotimatul; Kusumanegara, Kusumawaty; Handayani, Tri; Roostika, Ika; Bermawie, Nurliani; Maulana, Haris
Kultivasi Vol 22, No 3 (2023): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v22i3.50581

Abstract

Centella's need for industrial raw materials is high as a medicinal plant. These needs can be met through rapid multiplication using tissue culture techniques. In this study, induction and proliferation for a callus of centella cv. Castina 3 was conducted in the MS basal medium plus 4 mgL-1 Dicamba withand enriched with 7 concentrations of BAP (0, 0.1, 0.3, 0.5, 0.7, 0.9, and 1.1 mgL-1). Two kinds of explant were used, i.e., leaf and petiole. The results revealed that the addition of BAP in MS plus Dicamba medim stimulated better and produced a higher callus growth rate, both from leaf and petiole explants, than that media with Dicamba alone. Furthermore, 4 mgL-1 Dicamba + 1.1 mgL-1 BAP had a friable callus in the induction phase and a friable-compact callus in the proliferation phase. From this finding, it can be considered to use a combination of 4 mgL-1 Dicamba with 1.1 mgL-1 BAP in callus induction and proliferation for Centella rapid multiplication. 
Yield components and seed attribute of nine varieties of open-pollinated chili. Azmi, Chotimatul; Sembiring, Asma; Kurniawan, Helmi
Jurnal AGRO Vol 11, No 1 (2024)
Publisher : Jurusan Agroteknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/23133

Abstract

Many studies related to chili varieties and productivity have been conducted. However, studies on the potential of seed production based on seed rendements to fulfil the need for chilli seeds are still limited. The study aimed to present rendement results, yield, and quality of the nine open-pollinated chilli seed varieties owned by the Indonesian Vegetable Research Institute (IVegRI), i.e. were Tanjung-2, Lembang 1, Ciko, Lingga, Kencana, Prima Agrihorti, Rabani Agrihorti, Carvi Agrihorti, and Branang, planted in a screen house. This study was conducted from January to December 2019. Cultivation techniques and seed certification followed the applicable Procedures. Data were analysed using descriptive methods. Observations were made on harvested fruits for yield and quality of seeds produced. The study revealed that Branang had the highest chili productivity (34.15 gm-2). Meanwhile, the highest seed rendement was Lembang 1 (5.48%). All varieties had good germination, namely above 75%. Based on the results, the breeders are expected to obtain information related to seed productivity from chili varieties owned by the Indonesian Vegetable Crops Research Institute (IVegRI). Penelitian terkait varietas dan produktivitas cabai telah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian tentang potensi produksi benih berdasarkan rendemen benih untuk memenuhi kebutuhan benih cabai masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan hasil rendemen, daya hasil, dan mutu sembilan varietas benih cabai menyerbuk terbuka milik Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) yaitu Tanjung-2, Lembang 1, Ciko, Lingga, Kencana, Prima Agrihorti, Rabani Agrihorti, Carvi Agrihorti, dan Branang yang ditanam di rumah kaca. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Desember 2019. Teknik budidaya dan sertifikasi benih mengikuti Prosedur yang berlaku. Data dianalisis dengan metode deskriptif. Pengamatan dilakukan terhadap buah yang dipanen untuk mengetahui daya hasil dan mutu benih yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Branang memiliki produktivitas cabai tertinggi (34,15 gm-2). Sementara itu, rendemen benih tertinggi adalah Lembang 1 (5,48%). Semua varietas memiliki daya berkecambah yang baik, yaitu di atas 75%. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan para pemulia tanaman dapat memperoleh informasi terkait produktivitas benih dari varietas cabai yang dimiliki Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa).
Yield components and seed attribute of nine varieties of open-pollinated chili. Azmi, Chotimatul; Sembiring, Asma; Kurniawan, Helmi
Jurnal AGRO Vol. 11 No. 1 (2024)
Publisher : Jurusan Agroteknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/23133

Abstract

Many studies related to chili varieties and productivity have been conducted. However, studies on the potential of seed production based on seed rendements to fulfil the need for chilli seeds are still limited. The study aimed to present rendement results, yield, and quality of the nine open-pollinated chilli seed varieties owned by the Indonesian Vegetable Research Institute (IVegRI), i.e. were Tanjung-2, Lembang 1, Ciko, Lingga, Kencana, Prima Agrihorti, Rabani Agrihorti, Carvi Agrihorti, and Branang, planted in a screen house. This study was conducted from January to December 2019. Cultivation techniques and seed certification followed the applicable Procedures. Data were analysed using descriptive methods. Observations were made on harvested fruits for yield and quality of seeds produced. The study revealed that Branang had the highest chili productivity (34.15 gm-2). Meanwhile, the highest seed rendement was Lembang 1 (5.48%). All varieties had good germination, namely above 75%. Based on the results, the breeders are expected to obtain information related to seed productivity from chili varieties owned by the Indonesian Vegetable Crops Research Institute (IVegRI). Penelitian terkait varietas dan produktivitas cabai telah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian tentang potensi produksi benih berdasarkan rendemen benih untuk memenuhi kebutuhan benih cabai masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan hasil rendemen, daya hasil, dan mutu sembilan varietas benih cabai menyerbuk terbuka milik Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) yaitu Tanjung-2, Lembang 1, Ciko, Lingga, Kencana, Prima Agrihorti, Rabani Agrihorti, Carvi Agrihorti, dan Branang yang ditanam di rumah kaca. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Desember 2019. Teknik budidaya dan sertifikasi benih mengikuti Prosedur yang berlaku. Data dianalisis dengan metode deskriptif. Pengamatan dilakukan terhadap buah yang dipanen untuk mengetahui daya hasil dan mutu benih yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Branang memiliki produktivitas cabai tertinggi (34,15 gm-2). Sementara itu, rendemen benih tertinggi adalah Lembang 1 (5,48%). Semua varietas memiliki daya berkecambah yang baik, yaitu di atas 75%. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan para pemulia tanaman dapat memperoleh informasi terkait produktivitas benih dari varietas cabai yang dimiliki Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa).
Polymorphics SSR Markers of Chilli Parental and Breeding Lines in Chilli Resistance to Pepper Yellow Leaf Curl Virus (PYLCV) Manzila, Ifa; Syukur, M.; Priyatno, Tri Puji; Reflinur; Azmi, Chotimatul; Wulandari, Astri Widia; Gunaeni, Neni; Azizah, Nur
Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI) Vol. 12 No. 2 (2021): Jurnal Hortikultura Indonesia
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jhi.12.2.126-137

Abstract

Aksesi cabai IPBC12 telah diketahui memiliki gen ketahanan dominan terhadap PYLCV dan dapat dimanfaatkan sebagi donor gen untuk perakitan varietas cabai tahan PYLCV. PYLCV merupakan salah satu virus patogen penting pada pertanaman cabai di Indonesia. Identifikasi marka SSR polimorfik pada populasi persilangan antara IPBC12 dan varietas Yuni dilakukan untuk mendapatkan marka yang dapat digunakan untuk seleksi progeni hasil persilangan dan terpaut dengan sifat ketahanan terhadap PYLCV. Sebanyak 20 marka SSR dianalisis polimorfismenya pada dua tetua persilangan, kemudian marka yang polimorfik diuji pada galur generasi F1 dan F2. Hasil penelitian menunjukkan ada empat marka polimorfik pada kedua tetua persilangan, tetapi ketika diuji pada galur-galur keturunannya hanya 3 marka (CaBR61, CaBR64, dan CaBR98) yang polimorfik. Berdasarkan analisis marka, 14 galur F1 terkonfirmasi hasil persilangan antar aksesi IPBC12 dan varietas Yuni. Marka yang secara konsisten mendeteksi penurunan alel dari kedua tetua pada progeni F1 adalah CaBR61. Marka tersebut berpotensi sebagai marka seleksi galur-galur hasil persilangan pada tanaman cabai. Analisis molekuler pada galur-galur F2 tidak mendapatkan keterpautan antara marka dengan sifat ketahanan. Perlu analisis lebih lanjut menggunakan jumlah marka yang mencukupi dan tersebar merata dalam genom cabai untuk memetakan gen ketahanan terhadap PYLCV pada populasi persilangan antara aksesi IPBC12 dan varietas Yuni. Kata kunci: aksesi IPBC12, Capsicum annuum, seleksi berpandu marka, varietas Yuni
Performa fase vegetatif bawang merah persilangan (Allium fistulosum L. x Allium cepa L. var. aggregatum) dengan aplikasi dark septate endophyte Azmi, Chotimatul; Saadah, Imas Rita; Pinilih, Joko; Faoji, Noor; Ahmadi, Noor Roufiq; Surono, Surono; Karjadi, Asih Kartasih; Soedomo, Prasodjo
Buitenzorg: Journal of Tropical Science Vol 1 No 1 (2024): Buitenzorg: Journal of Tropical Science
Publisher : Innovation Centre for Tropical Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70158/buitenzorg.v1i1.5

Abstract

Dark septate endophyte (DSE) application on shallot is still quite uncommon. This study investigated DSE application on crossed-shallot (Allium fistulosum L. x Allium cepa L. var. aggregatum) in the highlands of Lembang, West Java, Indonesia. Four treatments (Dendrothyrium sp. strain CPP 1.1.44, Curvularia sp. strain TKC 22, and Cladosporium sp. strain KSP.1 and control) with four replications on crossed shallot were investigated. Fresh weight, number of bulbs, number of pseudo-stems, number of leaves, plant height, pseudo-stem diameter, and leaf diameter were measured at 5, 7, 9, 11, and 13 weeks after planting (WAP). All treatments were freshly picked and weighed at 16 WAP. The results showed that crossed-shallots have different responses among treatments. However, all treatments showed the same response for maximum growth time. The highest values for the number of pseudo-stems, number of leaves, plant height, pseudo-stem diameter, and leaves diameter were reached at 13, 11, 9, 9, and 9 WAP, respectively. All treatments were harvested at 16 WAP, 3–8 weeks longer than shallot parental plants (A. cepa L. var. aggregatum). Applying three DSEs was likely to reduce the number of pseudo-stems from crossing lines of shallots and bunching onions. DSE KSP.1 treatment demonstrated an increase in plant height and the number of bulbs. Meanwhile, TKC 22 treatment showed to increase plant height, pseudo-stem, leaf diameter, and fresh weight.   Keywords: dark septate endophyte, shallot, harvest time, pseudo-stem
Agronomic responses of four garlic genotypes in two different locations Aswani, Nazly; Azmi, Chotimatul; Cartika, Ika; Basuki, Rofik Sinung; Harmanto
Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy) Vol. 51 No. 1 (2023): Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy)
Publisher : Indonesia Society of Agronomy (PERAGI) and Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, IPB University, Bogor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (561.546 KB) | DOI: 10.24831/ija.v51i1.45161

Abstract

Mengevaluasi pertumbuhan dan produksi varietas di lokasi yang berbeda dapat menjelaskan potensinya untuk beradaptasi secara luas. Varietas yang sama seringkali memiliki performa yang lebih baik di lingkungan tertentu atau bahkan di beberapa lingkungan dan sebaliknya. Penelitian ini mengevaluasi empat varietas bawang putih di dua lokasi dataran tinggi. Varietas yang diuji meliputi Lumbu Putih, Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, dan Tawangmangu Baru. Varietas-varietas ini ditanam di Lembang, Jawa Barat (1.250 m dpl) dan Ciwidey, Jawa Barat (1.200 m dpl). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi yang signifikan antara varietas dan lokasi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang semu, bobot segar, bobot kering, dan diameter umbi kering. Lumbu Kuning menghasilkan rata-rata bobot segar tertinggi per sampel dengan perbedaan yang cukup besar di kedua lokasi (Lembang: 52,01 g, Ciwidey: 31,87 g). Varietas ini juga memiliki bobot kering tertinggi 24,65 g ketika ditanam di Lembang. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Lembang memberikan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan dan hasil dari ketiga varietas kecuali Lumbu Hijau.