Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Pengaruh Terapi Latihan Dan Kinesio Taping Pada Lesi Nerve Peroneus E.C Kusta Kuswardani Kuswardani; Zainal Abidin; Suci Amanati; Muhammad Ma`ruf
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi Vol 3 No 1 (2019): Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi
Publisher : Universitas Widya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.13 KB) | DOI: 10.33660/jfrwhs.v3i1.38

Abstract

Lesi Nerve Peroneus e.c Kusta adalah kelumpuhan otot di anterior dan lateral pada kaki akibat kerusakan atau cidera pada saraf peroneus. Kusta adalah penyakit menular kronis yangdisebabkan oleh Mycobacterium leprae. Penyakit ini menyerang kulit, saraf perifer, mukosa saluran pernapasan bagian atas, dan mata. Kusta dapat disembuhkan dan pengobatan pada tahap awal dapat mencegah kecacatan. Permasalahan yang timbul pada pasien Lesi Nerve Peroneus e.c Kusta ini adalah kelemahan pada extremitas bawah yang menyebabkan penurunan sifat fisiologis otot, keterbatasan lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan otot dan atrofi otot. Terapi yang diberikan pada kasus ini dengan menggunakan terapi latihan gerak aktif-asisted, pasif dan stretching untuk menjaga lingkup gerak sendi dan menjaga sifat fisiologis otot, Kinesio taping diberikan untuk support muscle. Tujuan : Mengetahui pengaruh terapi latihan dan kinesio taping pada kasus lesi nerve peroneus dalam meningkatkan kekuatan otot dan peningkatan kemampuan fungsional kaki. Hasil : Setelah dilakukan terapi selama enam kali, hasilnya adalah peningkatan nilai kekuatan otot p value (Asymp. Sig 2 tailed) sebesar 0,002 yang berarti dibawah nilai kritis < 0,005 bermakna bahwa terjadi peningkatan kekuatan otot yang signifikan, sedangkan untuk kemampuan fungsional kaki tidak menunjukkan perubahan yang signifikan hal ini ditunjukkan dengan p value sig (2-tailed) sebesar 0,899 yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah terapi. Kesimpulan : berdasarkan penelitian ini menunjukkan bahwaterapi latihan dan penggunaan kinesiotaping dapat meningkatkan kekuatan otot tetapi tidak dapat meningkatkan kemampuan fungsional kaki secara signifikan.
PENGARUH TERAPI LATIHAN, TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION DAN KINESIOLOGY TAPING PADA POST REKONSTRUKSI ANTERIOR CRUCIATUM LIGAMEN Akhmad Alfajri Amin; Suci Amanati; Wisda Novalanda
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi Vol 2 No 2 (2018): Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi
Publisher : Universitas Widya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (74.239 KB) | DOI: 10.33660/jfrwhs.v2i2.39

Abstract

Latar Belakang: Cidera anterior cruciatum ligamen merupakan salah satu cidera sendi lutut yang diakibatkan oleh trauma langsung pada bagian lateral lutut. Cedera tersebut mengakibatkan robekan pada area anterior cruciatum ligamen sehingga harus ditangani dengan operasi arthroscopy. Berdasarkan beberapa penelitian jumlah cedera yang dialami atlet semakin meningkat setiap tahunnya. Penanganan yang kurang maksimal dapat menimbulkan penurunan kemampuan dan prestasi dari atlet yang mengalami cedera. Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh terapi latihan, transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), dan kinesiology taping pada post rekonstruksi (ACL) anterior cruciatum ligamen rupture terhadap peningkatan kemampuan fungsional kaki partisipan. Hasil: Setelah dilakukan penanganan penatalaksanaan fisioterapi dengan terapi latihan, transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), dan kinesiology taping pada post rekonstruksi anterior cruciatum ligamen (ACL) rupture didapatkan peningkatan kemampuan fungsional yang ditunjukkan dengan nilai p (sig.) sebesar 0,005 yang bermakna ada peningkatan kemampuan aktivitas fungsional kaki partisipan. Kesimpulan: Pemberian modalitas berupa terapi latihan, Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)dan kinesiology taping dapat meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional kaki partisipan.
PENGARUH INFRA RED, MASSAGE DAN TERAPI LATIHAN PADA CONGENITAL MUSCULAR TORTICOLLIS Akhmad Alfajri Amin; Suci Amanati; Neneng Nahdiyah
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi Vol 2 No 1 (2018): Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi
Publisher : Universitas Widya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (178.692 KB) | DOI: 10.33660/jfrwhs.v2i1.44

Abstract

Latar Belakang: Data Statistik di Indonesia menunjukkan 1 dari 300 bayi lahir dengan tortikolis otot bawaan. Kelainan ini lebih sering terjadi pada anak pertama. Tortikolis terjadi pada 0,4 % dari seluruh kelahiran. Sedangkan untuk noncongenital muscular torticollis, rata-rata terjadi pada usia 40 tahun. Perempuan lebih sering terkena dengan perbadingan 2 : 1 dibandingkan lakilaki (Putri, 2010). Penelitian ini dilakukan di RSUD Kajen di Kota Pekalongan pada bulan November 2017 dengan mengambil sampel sebanyak 8 orang partisipan. Metode penelitian menggunakan pretest-posttest dengan quasi eksperimen. Tindakan fisioterapi yang diberikan pada kasus ini adalah dengan infra red, massage dan terapi latihan. Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh fisioterapi dengan modalitas Infra Red, Massage, dan Terapi Latihan pada kasus Congenital Muscular Torticollis. Hasil: Berdasarkan hasil uji hipotesis untuk panjang otot sternocleidomastoideus untuk posisi netral didapatkan terjadi perubahan signifikan pada partisipan antara sebelum terapi dibandingkan setelah terapi ditunjukkan dengan nilai sig (2tailed) sebesar 0,005 yang berada pada batas kritis <0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima dan untuk nilai panjang otot sternocleidomastoideusuntuk posisi terulur didapatkan hasil 0,001 yang bermakna <0,05, yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu terjadi perubahan yang signifikan antara sebelum dengan sesudah terapi. Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian kali ini menunjukkan bahwa penggunaan Infra red, Massage dan terapi latihan berupa relaxed passive movement dan stretching mampu meningkatkan panjang dan elastisistas otot sternocleidomastoideus secara signifikan, dengan peningkatan panjang otot saat netral menunjukkan spasme pada otot tersebut berkurang.
PENGARUH TERAPI LATIHAN PADA POST TOTAL HIP REPLACEMENT ET CAUSA NEGLECTED CLOSE FRACTURE NECK FEMUR Akhmad Alfajri Amin; Suci Amanati; Tedi Siswanto
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi Vol 2 No 1 (2018): Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi
Publisher : Universitas Widya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.533 KB) | DOI: 10.33660/jfrwhs.v2i1.46

Abstract

Latar Belakang : . Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 didapatkan sekitar 2.700 orang mengalami insiden fraktur, 56% penderita mengalami kecacatan fisik, 24% mengalami kematian, 15% mengalami kesembuhan dan 5% mengalami gangguan psikologis atau depresi terhadap adanya kejadian fraktur. Menurut data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2010, kasus patah tulang mengalami peningkatan setiap tahun sejak 2007. pada 2007 ada 22.815 insiden patah tulang, pada 2008 menjadi 36.947, 2009 jadi 42.280 dan pada 2010 ada 43.003 kasus. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit dr. Loekmono Hadi Kudus dengan mengambil sampel sebanyak 8 orang partisipan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2017 menggunakan metode pretest-posttest dengan quasi eksperiman. Tujuan : untuk mengetahui pengaruh terapi latihan pada kasus Post Total Hip Replacement et causa Neglected Fracture Neck Femur dalam menurunkan nyeri serta menjaga kekuatan Otot dan LGS, serta meningkatkan kemampuan Fungsional Aktifitas pasien Hasil : Pada penelitian ini mendapatkan hasil berupa terjadi perubahan yaitu penurunan derajat nyeri yang signifikan antara sebelum dengan sesudah terapi ditunjukkan dengan nilai sig (2-tailed) < 0,05, sedangkan untuk skor FADI terjadi perubahan yaitu peningkatan kemampuan aktivitas fungsional kaki yang signifikan antara sebelum dengan sesudah terapi ditunjukkan dengan nilai sig (2-tailed) < 0,05. Kesimpulan : Terapi Latihan dengan teknik Ankle Pumps, AAROM exercise, AROM exercise,Muscle Setting, Core Exercise, serta transfer dan ambulasi pada kasus total hip replacementefektif dalam menurunkan nyeri, dan peningkatan kemampuan fungsionalj aktifitas kakipartisipan.
PENGARUH TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION, LASER DAN TERAPI LATIHAN PADA PASCA OPERASI TOTAL KNEE REPLACEMENT Zainal Abidin; Suci Amanati; Kuswardani Kuswardani; Alamsyah Alamsyah
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi Vol 2 No 1 (2018): Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi
Publisher : Universitas Widya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.094 KB) | DOI: 10.33660/jfrwhs.v2i1.47

Abstract

LATAR BELAKANG : Total Knee Replacement (TKR) adalah prosedur operasi pengganti sendi lutut yang tidak normal dengan material buatan. Dalam pembedahan penggantian totalsendi lutut, bagian ujung tulang akan diganti dengan bahan logam dan plastic (polyethylene). Laporan tindakan sebanyak 70 pasien berusia 50 - 85 tahun yang menjalani total kneereplacement pada periode Januari 2011 - Januari 2012 yang dilakukan oleh dokter bedah di Rumah Sakit Universitas Aalborg, Denmark (Buletin Orthopedi, 2013). Penelitian ini dilakukan di RSUD Bendan kota Pekalongan dengan menggunakan sampel sebanyak 8 partisipan menggunakan metode quasi eksperimen dengan pretest dan posttest. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2017. Terapi yang digunakan antara lain : TENS, LASER dan Terapi Latihan. Tujuan : untuk mengetahui pengaruh Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation, Laser, dan Terapi Latihan pada penderita Total Knee Replacement sinistra. Hasil : Berdasarkan hasil pengujian didapat nilai sig. (2-tailed) untuk nilai VAS yang tampak pada sebesar 0,001, hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan derajat nyeri yang signifikan. Hasil uji hipotesis untuk lingkup gerak sendi mendapatkan nilai sig (2-tailed). Hal ini berarti terjadi peningkatan lingkup gerak sendi yang signifikan. Sedangkan hasil uji hipotesis untuk skor Jette dengan nilai sig (2tailed) test sebesar 0,000 yang berarti terjadi peningkatan yang signifikan untuk kemampuan aktivitas fungsional pasien. Kesimpulan : Modalitas TENS, LASER dan Terapi latihan pada pasien post total knee replacement dapat mengurangi nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi dan meningkatkan aktifitas fungsional lutut partisipan secara signifikan.
PENGARUH TERAPI LATIHAN PADA DEVELOPMENTAL DELAY Suci Amanati; Didik Purnomo; Zainal Abidin; Irawan Wibisono
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi Vol 2 No 1 (2018): Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi
Publisher : Universitas Widya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (224.532 KB) | DOI: 10.33660/jfrwhs.v2i1.48

Abstract

Latar Belakang : Prevalensi keterlambatan perkembangan motorik yang signifikan di dalam populasi anak tidak diketahui. Melalui perhitungan statistik, 2-3% bayi berada di luar rentang tonggak pencapaian motorik normal. Dari angka tersebut, sebagian kecil (15-20%) diketahui mempunyai diagnosis gangguan neuromotor signifikan berupa serebral palsi atau defek pada saat lahir. Terapi latihan yang digunakan adalah neuro senso motor reflex development and synchronization, mobilisasi trunk, dan latihan gerak fungsional. Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tindakan fisioterpai fisioterapi dengan terapi latihan pada developmental delay. Hasil : Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan paired sample t test dengan hasil yang tampak menunjukkan nilai sig (2-tailed) sebesar 0,104 (> 0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Berdasarkan data tersebut, terapi yang diberikan berupa Neuro senso motor reflex development and synchronization, Mobilisasi Trunk dan latihan gerak fungsional tidak efektif pada penelitian kali ini, Hal ini terjadi karena tidak ada perubahan yang signifikan pada partisipan antara sebelum terapi dengan sesudah terapi. Kesimpulan : terapi latihan Neuro senso motor reflex development and synchronization, Mobilisasi Trunk dan latihan gerak fungsional tidak efektif pada penelitian kali ini, karena tidak ada perubahan yang signifikan padapartisipan antara sebelum terapi dengan sesudah terapi. Tidak adanya perubahan yang signifikan pada pasien dapat disebabkan oleh gangguan terjadi pada sistem saraf pusat yang membutuhkan waktu terapi lebih lama dan kerjasama yang baik antara terapis, partisipan dan keluarga partisipan.
PENGARUH INFRA RED, ELECTRICAL STIMULATION DAN TERAPI LATIHAN PADA DROP HAND ET CAUSA POST OPERASI FRAKTUR HUMERUS Akhmad Alfajri Amin; Suci Amanati; Didik Purnomo; Ade Pratama Putra
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi Vol 2 No 1 (2018): Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi
Publisher : Universitas Widya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.661 KB) | DOI: 10.33660/jfrwhs.v2i1.49

Abstract

Latar Belakang : Pasien drop hand akan mengalami kelemahan dari grup otot extensor dari tangan, jari-jari, dan pergelangan tangan sehingga terlihat fleksi jari- jari. Di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cidera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan trauma benda tajam atau tumpul. Kasus fraktur femur 39%, fraktur humerus 15%,fraktur tibia fibula 11%, diantara kasus tersebut, 20-50 juta orang lainnya mengalami disabilitas. Terapi pada penelitian ini, meliputi Infra Red. Electrical Stimulation dan Terapi Latihan. Tujuan : untuk mengetahui pengaruh Infra Red, Electrical Stimulation dan terapi latihan pada Drop Hand e.c Post Operasi Fraktur Humerus. Hasil : Hasil uji hipotesis untuk nilai MMT ekstensor carpi ulnaris didapatkan sig (2-tailed) 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan kekuatan otot yang signifikan setelah dilakukan terapi. Hasil uji hipotesis untuk nilai MMT ekstensor carpi radialis didapatkan sig (2-tailed) 0,019 < 0,05. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan kekuatan otot yang signifikan setelah dilakukan terapi. Hasil uji hipotesis untuk nilai MMT abduktor policis didapatkan sig (2-tailed) 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan kekuatan otot yang signifikan setelah dilakukan terapi. Hasil uji hipotesis untuk skor WHDI didapatkan sig (2-tailed) 0,001 < 0,05. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan fungsional aktivitas tangan partisipan. Kesimpulan : Infra Red (IR), Electrical Stimulation (ES), Terapi Latihan (TL), dan edukasi dapat, meningkatkan kekuatan otot ekstensor tangan, meningkatkan lingkup gerak sendi, dan menambah fungsional aktifitas seperti BAB, BAK, Mandi, Berpakaian.
PENGARUH INFRARED, ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN PADA FACIITIS PLANTARIS Kuswardani Kuswardani; Suci Amanati; Novian Unggul Yudhanto
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi Vol 2 No 1 (2018): Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi
Publisher : Universitas Widya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.969 KB) | DOI: 10.33660/jfrwhs.v2i1.50

Abstract

Latar Belakang: Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Suzan, ditemukan bahwa fasciitis plantaris menyumbang 41,5% masalah pada kasus musculoskeletal di setiap pusat perawatan tersier di California, Amerika Serikat. Menurut data yang diperoleh dari laporan bulanan poli rehab medik Rumah Sakit Tentara Bhakti Wira Tamtama Semarang Jawa Tengah pada tahun 2017 angka pasien yang mengalami fasciitis plantaris pada bulan januari sampai bulan Desember terdapat 67 pasien yang mengalami kasus fasciitis plantaris tersebut. Tujuan: untuk mengetahui pengaruh infrared, ultrasound dan terapi latihan dalam membantu untuk mengurangi nyeri tekan dan gerak, meningkatkan nilai kekuatan otot dan meningkatkan aktivitas fungsional sendi ankle pada pasien fasciitis plantaris. Hasil: hasil pengujian didapatkan bahwa nilai sig (2tailed) untuk nilai VAS sebesar 0,004, nilai MMT plantar fleksi engkel sebesar 0,007, nilai MMT dorsal fleksi engkel sebesar 0,000 dan nilai skor total FADI sebesar 0, 006 berada pada < 0,05 sebagai batas kritis penilaian signifikansi, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal tersebut berarti terjadi perubahan yang signifikan meliputi penurunan derajat nyeri, peningkatan kekuatan otot untuk gerakan dorsal fleksi dan plantar fleksi engkel dan peningkatan kemampuan aktivitas fungsional partisipan. Kesimpulan: penggunaan dengan modalitas infrared, ultrasound dan terapi latihan berupa stretching, towel stretch, stretch and scroll serta latihan penguatan pada kasus plantar fascitis dengan jumlah partisipan sebanyak 8 orang terbukti efektif mengurangi derajat nyeri, meningkatkan kekuatan otot engkel untuk gerakan plantar fleksi dan dorsal fleksi serta meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional kaki partisipan.
PENGARUH INFRA RED, ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN PADA POST RELEASE DE QUERVAIN'S SYNDROME Didik Purnomo; Suci Amanati; Nurul Sholikah
Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi Vol 1 No 2 (2017): Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi
Publisher : Universitas Widya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.189 KB) | DOI: 10.33660/jfrwhs.v1i2.59

Abstract

Latar belakang : Di Indonesia dari hasil survei sementara di rental di desa Bener, Kecamatan ngrampal, Kabupaten Sragen. Pada 20 orang penggemar play station ada 5 orang terindikasi De Quervain Syndrome atau 25% dari sampel yang terindikasi dengan keluhan ibu jarinya merasa baal, kesemutan dan nyeri bila digerakkan (Hidayat, 2011). Penelitian ini dilakukan di RST Bhakti Wira Tamtama Semarang pada bulan Desember 2017 dengan jumlah partisipan 8 orang. Metode penelitian dengan quasi eksperimen jenis pretest-posttest. Intervensi yang diberikan berupa infra red, ultrasound dan terapi latihan. Tujuan : Mengetahui pengaruh penggunaan Ultrasound dan terapi latihan pada post release de quervain’s syndrome Hasil : Hasil uji normalitas dengan saphiro wilk test nilai sig. VAS sebelum terapi 0.408, nilai sig. VAS setelah terapi 0.408, nilai sig. MMT sebelum terapi 0.129, nilai sig. MMT sesudah terapi 0.383, nilai sig. WHDI sebelum terapi 0.638 dan nilai sig. WHDI setelah terapi 0.456. berdasarkan data tersebut sig. memiliki nilai > 0,05. Hal ini berarti distribusi data tersebut normal. Uji hipotesis dengan paired sample t test nilai sig 2-tailed untuk nilai VAS sebesar 0.001, nilai sig 2-tailed untuk nilai MMT sebesar 0.004 dan nilai sig 2-tailed untuk skor WHDI sebesar 0.000, maka nilai sig 2 tailed seluruh data <0,05 berarti terjadi perubahan yag signifikan untuk penurunan derajat nyeri, peningkatan kekuatan otot dan peningkatan aktivitas fungsional partisipan. Kesimpulan : Penggunaan infra red, ultrasound dan terapi latihan efektif pada kasus post release de quervain's syndrome karena terjadi penurunan derajat nyeri, peningkatan kekuatan otot dan peningkatan aktivitas fungsional partisipan.
Profil Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Fisioterapi melalui Self Assessment dan Peer Assessment Rose Ash Sidiqi Marita; Zainal Abidin; Suci Amanati
Prosiding University Research Colloquium Proceeding of The 7th University Research Colloquium 2018: Bidang MIPA dan Kesehatan
Publisher : Konsorsium Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (PTMA) Koordinator Wilayah Jawa Tengah - DIY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1076.91 KB)

Abstract

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan pendekatankuantitatif dan kualitatif yang bertujuan untuk memperoleh profilkemampuan berpikir kritis mahasiswa Akademi Fisioterapi WidyaHusada Semarang melalui self assessment dan peer assessment. Halini berarti penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengungkapkemampuan berpikir kritis mahasiswa dengan mengacu pada Ennis,yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilandasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lebih lanjut danmenyusun taktik dan strategi. Penelitian ini menghasilkan profilkemampuan berpikir kritis mahasiswa dalam menyelesaikan masalahdan pegambilan keputusan melalui self assessment dan peerassessment. Penelitian dengan subjek sebanyak 90 mahasiswa. Datadikumpulkan dengan menggunakan self assessment dan peerassessment yang dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa rerata kemampuan berpikir kritismahasiswa masih tergolong cukup, yaitu kemampuan mahasiswadalam memberikan penjelasan sederhana tergolong baik, yaitusebesar 78% (self assessment) dan 77,5% (peer assessment);kemampuan mahasiswa dalam membangun keterampilan dasartergolong dalam kriteria baik, yaitu sebesar 77% (self assessment)dan 74,5% (peer assessment); kemampuan mahasiswa dalammenyimpulkan tergolong dalam kriteria baik, yaitu sebesar 77% (selfassessment) dan 82,5% (peer assessment); kemampuan mahasiswadalam membuat penjelasan lebih lanjut tergolong dalam kriteriacukup, yaitu sebesar 73% (self assessment) dan 73,5% (peerassessment); dan Kemampuan mahasiswa dalam menyusun taktikdan strategi tergolong dalam kriteria cukup, yaitu sebesar 62% (selfassessment) dan 67% (peer assessment). Jadi, dapat disimpulkanbahwa kemampuan berpikir kritis mahasiswa dalam kategori cukupbaik melalui self assessment dengan rerata sebesar 71% maupunpeer assessment dengan rerata sebesar75%. Tentunya hal ini sangatdipengaruhi proses pembelajaran, efektif tidaknya pembelajaran danaktivitas mahasiswa dalam menggali kemampuan berpikir kritis.