Abstract – In forensic anthropology, sex identification is the initial step in individual identification, with a probability level of 50%, influencing subsequent examinations such as age and height estimation. The skull is the second-best choice after the pelvis for determining sex, with an accuracy of up to 90%. Morphological and metric methods are less reliable due to the high variability of skulls, while DNA analysis is ineffective on burned or damaged bones. Therefore, this study applies Correlation-Based Feature Selection (CFS) with a Backpropagation Neural Network (BPNN) to improve classification accuracy. The dataset used originates from Dr. William Howells, consisting of 2,524 skull samples with 85 variables. CFS was applied with two thresholds, 0.1 and 0.01, and the division of training data and test data using k-fold cross validation with k=10. The BPNN parameters included learning rates of 0.01 and 0.001, along with three different architectures based on the number of input neurons. The results indicate that CFS improved accuracy from 92.06% to 93.25% under the CFS threshold of 0.01, with a learning rate of 0.001 and a BPNN architecture of [72; 95; 1]. This study confirms that combining CFS and BPNN enhances sex classification accuracy based on skull bones.Abstrak – Pada antropologi forensik, identifikasi jenis kelamin adalah langkah awal dalam mengidentifikasi individu dengan tingkat probabilitas 50%, yang berpengaruh pada pemeriksaan lain seperti perkiraan usia dan tinggi badan. Tulang tengkorak menjadi pilihan terbaik kedua setelah tulang panggul dalam menentukan jenis kelamin dengan akurasi hingga 90%. Metode morfologi dan metrik kurang dapat diandalkan karena variabilitas tengkorak yang tinggi, sementara analisis DNA tidak efektif pada tulang yang terbakar atau rusak. Oleh karena itu, penelitian ini menerapkan Correlation-Based Feature Selection (CFS) dengan Backpropagation Neural Network (BPNN) untuk meningkatkan akurasi klasifikasi. Dataset yang digunakan berasal dari Dr. William Howells, terdiri dari 2.524 sampel tengkorak dengan 85 variabel. Pada CFS digunakan dua ambang batas yaitu 0,1 dan 0,01, serta pembagian data latih dan uji data menggunakan k-fold cross validation dengan k=10. Parameter BPNN yang digunakan meliputi learning rate (0,01 dan 0,001) serta tiga arsitektur berbeda sesuai dengan jumlah neuron input. Hasil menunjukkan bahwa CFS meningkatkan akurasi dari 92,06% menjadi 93,25% pada konfigurasi ambang batas CFS 0,01 dengan learning rate 0,001 dan arsitektur BPNN [72; 95; 1]. Penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi CFS dan BPNN dapat meningkatkan akurasi klasifikasi jenis kelamin berdasarkan tulang tengkorak.