Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Perbedaan Pengaruh Pemberian Propofol Pentothal Dan Etomidate Terhadap Perubahan Kadar Procalcitonin Pada Operasi Dengan General Anestesi Iwan Dwi Cahyono; Widya Istanto Nurcahyo; Hari Hendriarto Satoto
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 3, No 3 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v3i3.6439

Abstract

Latar belakang: Prokalsitonin diperkenalkan dan digunakan sebagai sebuah marker baru dari respon inflamasi terhadap infeksi. Obat induksi anestesi yang biasa digunakan telah diketahui mempengaruhi peningkatan prokalsitonin.Tujuan: Untuk menentukan perbedaan pengaruh dari propofol, pentotal dan etomidat terhadap kadar prokalsitonin dalam general anestesi.Metode: Studi eksperimental terhadap 24 pasien yang dilakukan general anestesi. Sampel dibagi menjadi 3 grup masing-masing 8 sampel tiap grup. Grup 1, 2 dan 3 mendapatkan propofol, pentotal atau etomidat sebagai obat induksi anestesi selama prosedur penelitian, dengan dosis pemberian propofol 2,5 mg/kgbb, pentotal 5 mg/kgbb dan etomidat 0,3 mg/kgbb dan rasio O2 dan N 2O 50% : 50%, sampel darah penderita diambil sebelum induksi anestesi, 4 jam setelah induksi anestesi dan 24 jam setelah induksi anestesi. Semua sampel kemudian dikirim ke laboratorium Patologi Klinik RSUP dr Kariadi Semarang untuk diperiksa kadar prokalsitonin. Data yang diperoleh dianalisa dengan tes Kruskall -Wallis dilanjutkan dengan tes Friedman.Hasil: Karakteristik umum penderita dan data variabel yang didapat kemudian dibandingkan memberikan gambaran distribusi yang merata. Pada penelitian ini menunjukkan hasil perbedaan bermakna dari kadar prokalsitonin sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok propofol (p=0,008) dan tidak bermakna pada kelompok pentotal dan etomidat dengan nilai (p=l,00). Dalam kelompok propofol, pentotal dan etomidat nilai tengah dari kadar prokalsitonin adalah (0,175±0,1), (0,05±0,05) dan (0,05±0,05). Secara meyakinkan bahwa propofol menyebabkan peningkatan kadar prokalsitonin dibandingkan pentotal dan etomidat, dengan nilai (p=0,053)Kesimpulan: Propofol secara meyakinkan meningkatkan kadar prokalsitonin dibandingkan pentotal dan etomidat.
THE RELATIONSHIP BETWEEN TEENAGE GIRL ABOUT REPRODUCTIVE HEALTH AND ATTITUDE OF DISMENORRHOEA IN SMA NEGERI 1 PURBALINGGA STUDENTS Wisnu Budi Pramono; Iwan Dwi Cahyono; Nursan Saad
Medical and Health Journal Vol 2 No 1 (2022): August
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (354.89 KB) | DOI: 10.20884/1.mhj.2022.2.1.7557

Abstract

Menstruasi merupakan peristiwa keluarnya darah dari jalan lahir yang terjadi setiap bulan yang berkaitan dengan perubahan hormon dalam tubuh wanita. Nyeri haid ( dismenorrhoea ) adalah istilah untuk rasa sakit waktu menstruasi. Sebanyak 16% wanita yang mengalami dismenorrhoea, tidak bisa diatasi dengan obat - obatan anti sakit dan memerlukan istirahat kerja. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dengan sikap menghadapi dismenorrhoea di SMA Negeri 1 Purbalingga. Penelitian ini adalah deskriptif survey non eksperimental dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah 68 siswi kelas X sampai XII SMA N 1 Purbalingga yang diambil dengan teknik simple random sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat ( uji korelasi product moment ) dengan bantuan program SPSS for windows release 11.0. Pengetahuan remaja putri tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 1 Purbalingga pada kategori baik 26 siswi ( 38,2% ), cukup baik 40 siswi ( 58,8% ), kurang baik 1 siswi ( 1,5% ), dan sangat kurang 1 siswi ( 1,5% ). Sikap menghadapi dismenorrhoea paling banyak pada kategori kurang baik 39 siswi ( 57,4% ), cukup baik 24 siswi ( 35,3% ), dan sangat kurang 5 siswi ( 7,4% ). Terdapat hubungan yang signifikan ( rhitung > rtabel ) antara pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dengan sikap menghadapi dismenorrhoea dengan nilai rhitung sebesar 0,408 dan termasuk kategori sedang. Kesimpulan yang dapat diambil adalah terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan remaja putri tentang kesehatan reproduksi dengan sikap menghadapi dismenorrhoea.
Neuroanesthesia Management in Cavernous Sinus Meningioma Craniotomy Patients Rozi, Fakhriyadi; Prihatno, MM Rudi; Cahyono, Iwan Dwi
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 13, No 1 (2024)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24244/jni.v13i1.583

Abstract

AbstractThe most prevalent primary cavernous sinus (CS) lesion is cavernous sinus meningioma (CSM). Of all intracranial neoplasms, 1% are tumors in CS, and 41% are CSM. For contemporary neurosurgeons, orbital involvement in cavernous sinus meningiomas (CSMs) poses special difficulties. The condition is known as cavernous sinus meningioma (CSM) gradually impairs vision and may ultimately result in chiastic compression. Since January 2023, a male 55-year-old had been admitted to the hospital with cephalgia and mild diplopia in his right eye. Cavernous meningiomas were discovered using CT scans, and a craniotomy procedure was scheduled to remove the tumor. In order to facilitate intubation, the patient was given a premedication of sufentanyl for analgesia and was then given general anesthesia. Rocuronium was used to relax the muscles. Desflurane is an attractive option available to anesthesiologists to maintain general anaesthesia. This surgical procedure of removing intracranial tumours requires proper induction and monitoring of the patient's condition during surgery to prevent increased intracranial pressure. Intracranial elevation can cause systemic changes such as hypertension and changes in heart rhythm, as well as cerebral artery spasm, and lead to cerebral infarction and cerebral ischemia. An effective neuroanesthesia management program can help preserve hemodynamic stability and improve results during craniotomy surgery for the removal of meningiomas.