Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Praktik Kolonialisme dalam Eksistensi Uang Kebon pada Perkebunan Sumatera Timur Abad Ke-19-20 (Sebuah Pendekatan Arkeologi Marxis) Andri Restiyadi; Churmatin Nasoichah
Berkala Arkeologi Sangkhakala Vol 20 No 1 (2017)
Publisher : Balai Arkeologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3062.496 KB) | DOI: 10.24832/bas.v20i1.48

Abstract

AbstractMoney that served as a medium of exchange, in fact has various hidden meanings in social practice in the society. One of the highlights is the existence of uang kebon employed by Tuan Kebun, in this case located in the plantation of Tanah Deli, or better known as the East Sumatra Plantation. In this context there is a problem related to the presence of the uang kebon that is how the practice of colonialism which is reflected in the uang kebon? Through Marxist Archeologies scalpel obtained meaning gardener money as a hegemonies practice tool conducted by Tuan Kebun against the workers/ Kuli.AbstrakUang yang berfungsi sebagai alat tukar menyimpan berbagai makna tersembunyi dalam praktik sosialnya di masyarakat. Salah satu yang menarik adalah keberadaan uang kebon yang digunakan oleh para Tuan Kebun dalam hal ini berlokasi di Tanah Deli atau yang lebih dikenal dengan Sumatera Timur. Dalam konteks ini terdapat sebuah permasalahan yang berkaitan dengan keberadaan uang kebon yaitu bagaimanakah praktik kolonialisme yang tercermin dalam uang kebon? Melalui pisau bedah arkeologi Marxis didapatkan makna uang kebon sebagai alat praktik hegemoni yang dilakukan oleh para Tuan Kebun terhadap Kuli/ pekerjanya.
Naskah Bambu Namanongon Ribut: Salah Satu Teks dari Batak Mandailing yang Tersisa Churmatin Nasoichah
Berkala Arkeologi Sangkhakala Vol 16 No 2 (2013)
Publisher : Balai Arkeologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3904.251 KB) | DOI: 10.24832/bas.v16i2.98

Abstract

AbstractStudies on ancient scripts have been deemed significant nowadays due to past cultural heritage that may provide valuable information on social, cultural, economic, religious, or other aspects. This importance, however, is hampered by the reduced, broken, or sold heritage abroad. This study focuses on an ancient script 'Namanongon Ribut' in the Regency of Mandailing Natal, North Sumatera. Through inductive and qualitative methods, the research has resulted various poems or work of literature of rich meaning such as the making of scripts, messages, and mantra.AbstrakKajian terhadap naskah kuna semakin penting dewasa ini, karena banyak naskah warisan budaya masa lalu yang dapat memberikan informasi penting terhadap berbagai aspek sosial, budaya, ekonomi, religi, maupun aspek lainnya. Padahal keberadaannya semakin berkurang dan kondisinya justru semakin rusak atau bahkan dijual ke negara lain. Studi ini memfokuskan perhatian pada Naskah kuna yang bernama Namanongon Ribut di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Dengan menggunakan metode induktif kualitatif, penelitian menghasilkan berbagai syair atau karya sastra yang memiliki berbagai makna, di antaranya berupa pembuatan naskah, pesan, dan mantra.
JEJAK BAHASA PROTO-AUSTRONESIA PADA PRASASTI GUNUNG TUA (LOKANĀTHA) Churmatin Nasoichah; Dwi Widayati; Mulyadi
Naditira Widya Vol 15 No 1 (2021): NADITIRA WIDYA VOLUME 15 NOMOR 1 APRIL 2021
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v15i1.455

Abstract

The problem of this research is how the PAN traces at the phonological, morphological, and syntactic levels on the Gunung Tua Inscription (Lokanātha). The purpose of this study was to determine the PAN traces at the phonological, morphological, and syntactic levels of the inscription. The method used is descriptive qualitative method. Based on the analysis carried out on that inscription, it is known that at the phonological level there are two words, namely /juru/ 'clever person' and /pāṇḍai/ 'clever, skilled’. The word /juru/ 'clever person' is a loan word from Sanskrit while the word /pāṇḍai/ 'clever, skilled' has the form PAN */paṇḍai/ 'clever, skilled'. Based on the morphological level, there are two words, namely {barbwat} 'making' and {tatkāla} 'when'. The word {barbwat} is formed from the free morpheme {bwat} 'make' and the second {bar-} bound morpheme is a PAN derivative. Meanwhile {tatkāla} 'when' is not a derivative of PAN but a loan word from Sanskrit which consists of two morphemes, namely {tāt} 'so' and {kālá} 'time' so that it becomes {tātkālá}. Based on the syntactic level, it can be concluded that BMK has a grammatical structure consisting of FAdv as adverb of time, FN as subject and object, and FV as predicate that are transitive in form.
NASKAH KUNO “KAGHAS 1 SUKU SEMIDANG”: SEBUAH KAJIAN KRITIK SUMBER Wahyu Rizky Andhifani; Churmatin Nasoichah
AMERTA Vol. 39 No. 1 (2021)
Publisher : Penerbit BRIN (BRIN Publishing)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract. Ancient Manuscript “Kaghas 1 Semidang Tribe”: A Critical Source Study. Inscriptions and ancient Ulu script are found in South Sumatra and since 2009 an inventory has been carried out. The condition of these local inscriptions and manuscripts is generally well preserved and treated specially in the storage process and is a hereditary legacy that must be preserved. These ancient inscriptions and manuscripts are still widely owned by the community because they contain instructions or life guidelines for their children and grandchildren. This ancient manuscript is made of halim tree bark in the shape of sheets that are folded in rectangles similar to an accordion or an ancient book. The problem to be resolved is a review of source criticism of the ancient manuscripts of the Kaghas 1 Semidang tribe. The goal to be achieved is to examine the text from the point of view of source criticism by using the analytical description method. The script used is the Ulu script using the Pagaralam or Pasemah dialect. This manuscript contains Islamic teachings related to local genius or assimilation between the teachings of Islam and the culture of the Pasemah area. Abstrak. Prasasti dan naskah kuno beraksara Ulu sangat banyak ditemukan di wilayah Sumatra Selatan dan sejak tahun 2009 telah dilakukan inventarisasi. Kondisi prasasti dan naskah lokal tersebut secara umum terawat dan diperlakukan khusus dalam proses penyimpanannya dan merupakan warisan turun-menurun yang harus dijaga. Prasasti dan naskah kuno tersebut masih banyak dimiliki oleh masyarakat karena berisikan petunjuk atau pedoman hidup bagi anak cucu mereka. Naskah kuno ini terbuat dari kulit kayu pohon halim berbentuk lembaran yang dilipat-lipat segi empat mirip alat musik akordeon atau sebuah buku zaman dahulu. Permasalahan yang akan diselesaikan yaitu tinjauan kritik sumber terhadap naskah kuno kaghas 1 Suku Semidang. Tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk menelaah naskah tersebut dari sudut pandang kritik sumber dengan menggunakan metode deskripsi analisis. Aksara yang digunakan adalah aksara Ulu dengan menggunakan bahasa Melayu dialek Pagaralam atau Pasemah. Naskah ini memuat ajaran Islam terkait dengan local genius atau asimilasi antara ajaran Agama Islam dan budaya daerah Pasemah.
JEJAK BAHASA PROTO-AUSTRONESIA PADA PRASASTI GUNUNG TUA (LOKANĀTHA) Churmatin Nasoichah; Dwi Widayati; Mulyadi
Naditira Widya Vol. 15 No. 1 (2021): Naditira Widya Volume 15 Nomor 1 April Tahun 2021
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada prasasti Gunung Tua (Lokanātha) ditemukan sejumlah kata yang mengindikasikan bahasa Proto-Austronesia. Jejak bahasa Proto-Austronesia tersebut berupa kata turunan dan/atau kalimat-kalimat, yang dapat dianalisis pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Permasalahan penelitian ini adalah mengetahui tataran fonologi dan morfologi bahasa Proto-Austronesia pada prasasti Gunung Tua (Lokanātha), dan tataran sintaksis dari struktur kalimat bahasa Melayu kuno pada prasasti tersebut. Tujuan penelitian ini untuk memahami signifikasi bahasa Proto-Austronesia pada Prasasti Gunung Tua (Lokanātha). Metode penelitian ini bersifat kualitatif yang dijabarkan secara deskriptif, serta analisis data yang dilakukan dengan metode padan dan agih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tataran fonologi, terdapat dua kata, yaitu juru atau ‘orang pandai’, dan pāṇḍai atau ‘pandai (terampil)’. Pada tataran morfologi, ditemukan dua kata, yaitu tatkala atau ‘ketika’, dan barbwat atau ‘membuat’. Ternyata, kata juru dan tatkala merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta, sedangkan kata pāṇḍai dan barbwat merupakan kata turunan dari bahasa Proto-Austronesia. Berdasarkan tataran sintaksis, dapat disimpulkan bahwa struktur kalimat pada prasasti Gunung Tua (Lokanātha) berbentuk kalimat aktif transitif atau kalimat yang memerlukan objek. The Gunung Tua (Lokanātha) inscription contained words indicating the Proto-Austronesian language. Traces of the Proto-Austronesian language were evident from derivative words and/or sentences written in the inscription, and these could be analyzed at levels of phonology, morphology, or syntax. This research was carried out to recognize the phonological and morphological level of the Proto-Austronesian language on the Gunung Tua (Lokanātha) inscription, and the syntactic level of sentence structure of the ancient Malay language. The purpose of this study was to understand the significance of the Proto-Austronesian language in the Gunung Tua (Lokanātha) inscription. This research method is qualitative, and data were portrayed descriptively. Data analysis was carried out using methods of identity and distributional. Research results showed that at the phonological level, two words were recognized, which were ‘juru’ or smart person, and ‘pāṇḍai’ or smart (skilled). At the morphological level, two words were identified, which were ‘tatkala’ or when, and ‘barbwat’ or make. Apparently, the words ‘juru’ and ‘tatkala’ were loanwords from Sanskrit, while the words ‘pāṇḍai’ and ‘barbwat’ were derivative words of the Proto-Austronesian language. At a syntactic level, it could be concluded that the sentence structure of the Gunung Tua (Lokanātha) inscription was transitive active.
PRASASTI RAJA SORITAON DAN LATAR BELAKANG PENULISANNYA Churmatin Nasoichah
Naditira Widya Vol. 11 No. 1 (2017): Naditira Widya Volume 11 Nomor 1 April Tahun 2017
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Banyak prasasti di Indonesia, masih harus diteliti dengan seksama karena sekalipun sudah dibaca dan diterbitkan, tetapi masih dalam bentuk alih aksara dan alih bahasa, seperti Prasasti Raja Soritaon. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Prasasti Raja Soritaon dan latar belakang penulisannya. Penelitian ini menggunakan penalaran induktif, dengan mengumpulkan fakta yang dianalisis dengan pendekatan kritik teks, hasilnya digunakan untuk membantu membuat interpretasidan kesimpulan. Prasasti Raja Soritaon berbahan batu, dibuat dengan cara dipahat, dan bentuknya pipih persegi. Prasasti ini dituliskan menggunakan aksara dan bahasa Batak Angkola. Inskripsi berada di makam Batak kuno, makam pendiri huta/kampung yang bernama Raja Soritaon, dan prasasti tersebut berfungsi sebagai penanda kubur. Isi prasasti menggambarkan Raja Soritaon sebagai sosok orang kaya, pendiri kampung Padang Bujur, orang yang dituakan dan dihormati, serta orang yang dapat memutuskan segala permasalahan tanpa bisa diganggu gugat. Many of inscriptions in Indonesia still need to be carefully examined, though many of it have been read and published, but still in the form of transcription and translation, such as Raja Soritaon inscription. This paper purposes todescribe Raja Soritaon inscription and its writing background. The study was done through inductive reasoning by fact collecting, then the data are analyzed by text-critical approach to sum up interpretation and conclusion. The inscription is from stone, made by chiseled, and has flat square shape. This inscription is written using Angkola Batak script and language, at the Bataknese ancient tomb of huta (village) founder, namely Raja Soritaon, and the inscription was served as a tomb marker. The inscription portrayed Raja Soritaon as a rich man, the founder of Padang Bujur village, respected elder person, and one who can decide all the problems without inviolable.