Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

Perbedaan Hasil Belajar Biologi Menggunakan Model Jigsaw II dan Think Pair Share (TPS) Kelas X IPA Pada Materi Ekosistem di SMA Negeri 18 Batam Alnita Saputri; Fauziah Syamsi; Notowinarto Notowinarto
SIMBIOSA Vol 9, No 1 (2020): JURNAL SIMBIOSA
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33373/sim-bio.v9i1.2474

Abstract

Pada proses pembelajaran, guru diharapkan dapat menggunakan model pembelajaran yang tepat demi ketercapaian hasil belajar dan peningkatan mutu pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran yang tepat akan memberikan dampak yang baik terhadap siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara model Jigsaw II dan Think Pair Share (TPS) pada pokok bahasan Ekosistem kelas X IPA SMAN 18 Batam Tahun Ajaran 2018/2019. Jenis penelitian adalah quasi eksperimental, dengan populasi terjangkau semua siswa kelas X IPA yang terdiri dari 3 kelas. Dalam penelitian ini sebagai sampel terpilih adalah kelas X IPA 2 sebagai kelas Jigsaw II (ekperimen 1) dan kelas X IPA 1 sebagai kelas TPS (eksperimen 2). Uji prasyarat analisis mempelihatkan distribusi data normal (X2hitung X2tabel5%) dan homogen (FhitFtab5%) pada kedua kelas eksperimen. Analisis data menggunakan Uji t (α = 5%). Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata nilai hasil belajar kelas Jigsaw II adalah 82,5 dan kelas TPS adalah 76,5. Uji t menunjukan nilai  = 2,26  = 1,99 maka  ditolak dan  diterima. Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa menggunakan Jigsaw II dan TPS kelas X IPA materi Ekosistem SMA Negeri 18 Batam. Penerapan model pembelajaran yang tepat pada materi tertentu dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Pengaruh Pupuk Organik Cair Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) terhadap Pertumbuhan Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L.) dan Implementasinya dalam Video Pembelajaran Fauziah Syamsi; Kiptiyah Kiptiyah; Yarsi Efendi
SIMBIOSA Vol 11, No 1 (2022): JURNAL SIMBIOSA
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33373/sim-bio.v11i1.4094

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik cair kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.)  terhadap pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor L.). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 kontrol, perlakuan A (dosis 10 ml), perlakuan B (dosis 15 ml), perlakuan C (dosis 20 ml), perlakuan D (dosis 25 ml), dan perlakuan E (30 dosis ml); masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali, sehingga terdapat 30 satuan pecobaan. Variabel yang dianalisis adalah tinggi tanaman, jumlah daun dan berat basah. Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan ANOVA (Analysis of varience) dan apabila perlakuan berpengaruh nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf 5%.  Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata dari pemberian pupuk organik cair kulit pisang kepok terhadap variabel pertumbuhan tinggi bayam cabut (Fhitung = 4.637 FTabel (0.05) = 2.62), tidak terdapat pengaruh nyata terhadap varibel jumlah daun bayam cabut (Fhitung = 1.855 FTabel (0.05) = 2.62), dan tidak tidak terdapat pengaruh nyata terhadap variabel berat basah bayam cabut (Fhitung = 1.011 FTabel (0.05) = 2.62).
Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Gastropoda di Ekosistem Mangrove Pulau Ngenang Kota Batam Siti Fatmawati; Yarsi Efendi; Fenny Agustina; Fauziah Syamsi; Rahmi Rahmi
SIMBIOSA Vol 11, No 2 (2022): JURNAL SIMBIOSA
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33373/sim-bio.v11i2.4527

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keanekaragaman jenis dan pola distribusi gastropoda di ekosistem mangrove Pulau Ngenang. Menggunakan  metode survei dengan  pengumpulan data mmemakai transek pada dua staiun yang berbeda. Hasil dari penelitian ditemukan 6 famili dan 9 spesies. 6 famili, yaitu, Potamididae, Ceritidae, Melongenidae, Neritidae, Ellobidae dan Muricidae. Jenis yang ditemukan yaitu: Telescopium telescopium, Telescopium mauritsi,Cerithidea obtusa, Terebralia palustris, Cerithium coralium, Pugilina cochlidium, Nerita balteata, Mysotella myositis, Chicoreus capucinus. Diperoleh indeks  keanekaragaman jenis (H)’= 1,00 pada stasiun 1 dan 1,37 di stasiun 2,  kategori sedang, hal ini menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis sedang dan jenis–jenis tersebar secara mengelompok yang ditunjukan oleh nilai indeks Morisita 1,045 pada stasiun 1 dan 1,072 stasiun 2.
Struktur Komunitas Jamur Tingkat Tinggi (Basidiomycetes: Polyporaceae) di Hutan Lindung Muka Kuning Putri Sinta; Lani Puspita; Fauziah Syamsi
SIMBIOSA Vol 9, No 1 (2020): JURNAL SIMBIOSA
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33373/sim-bio.v9i1.2294

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas jamur tingkat tinggi (kelas Basidiomycetes: famili Polyporaceae) di Hutan Lindung Muka Kuning. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Survei dilakukan dengan menelusuri wilayah stasiun pengamatan di Hutan Lindung Muka Kuning. Jenis penelitian ini adalah eksploratif dan data diolah secara ekologi kuantitatif. Berdasarkan hasil identifikasi, ditemukan 6 jenis jamur famili Polyporaceae, yaitu: Gloephyllum odoratum, Microporus xanthopus, Pycnoporus sanguineus, Trametes suaveolens, Trametes conchifer, dan Trametes versicolor. Substrat jamur yang ditemukan pada saat penelitian ini adalah batang kayu yang sudah mati. Berdasarkan analisis struktur komunitas, diperoleh Indeks Keanekaragaman Jenis yang tergolong sedang (nilai berkisar 1.05 - 1.63), Indeks Keseragaman Jenis yang tergolong tinggi (nilai berkisar 0.756 - 0.911), dan Indeks Dominansi yang tergolong rendah hingga sedang (nilai berkisar 0.223 - 0.452). Kerapatan jamur famili Polyporaceae berkisar antara 11 - 12 individu/m².
Alopecia in Bats from Tropical Urban Islands Syamsi, Fauziah; Novarino, Wilson; Dahelmi, Dahelmi; Chairul, Chairul
JURNAL PEMBELAJARAN DAN BIOLOGI NUKLEUS Vol 11, No 2: Jurnal Pembelajaran Dan Biologi Nukleus June 2025
Publisher : Universitas Labuhanbatu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36987/jpbn.v11i2.7188

Abstract

Background: Alopecia or alopecic syndrome is a hair loss condition on the body. Alopecia is caused by a wide variety of factors both internal to the individual (i.e. androgen activity, nutritional deficiencies, metabolic stress, hormonal imbalances) and external (i.e. human-induced pressures, allergens, ectoparasites, fungal dermatitis, bacterial, toxicities, environmental contaminant exposure, idiopathic disease, poor habitat conditions, anthropogenic activities, zinc deficiency, and ingestion of plant toxins). Methods: This study was conducted at four locations in Batam City, consisting of two fragmented forests in the city center and two islands far from the city area. Bats were captured using mist nets and harp traps with a total sampling effort of 120 net nights and 120 harp trap nights. Findings: This study captured 417 bats across seven species, with an overall alopecia prevalence of 10.79 %. The highest prevalence was found in Pipistrellus tenuis (100%), Kerivoula pellucida (50 %), and Macroglossus minimus (20 %), likely due to the small sample sizes of these species. Larger sample sizes resulted in lower prevalence rates: Balionycteris maculata (22.2 %), Cynopterus horsfieldii (11.1 %), C. brachyotis (9.2 %), and C. sphinx (6.86 %). The most severe hair loss generally occurs on the shoulders and neck. Some individuals show hair loss on the back, head, chest, abdomen, and other parts of the body. Alopecia is found in both males and females from mild to severe. The prevalence of alopecia in all species was higher in fragmented forests in urban to periurban, and rural areas. This was associated with differences in the level of anthropogenic pressure. Contribution: These findings provide a scientific contribution to understanding the relationship between alopecia in bats and anthropogenic pressures and highlight the importance of habitat conditions in population health in fragmented environments.