Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA TANAMAN KEDELAI Sri Wahyuni Indiati; Marwoto Marwoto
Buletin Palawija Vol 15, No 2 (2017): Buletin Palawija Vol 15 No 2, 2017
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v15n2.2017.p87-100

Abstract

Pengendalian Hama Terpadu, memberi ruang dan hak kehidupan bagi semua komponen biota ekologi, tanpa terjadinya kerusakan pada tanaman yang dibudidayakan. Sasaran pengendalian hama terpadu  adalah mengurangi penggunaan pestisida dengan memadukan teknik pengendalian hayati dan pengendalian kimiawi.  Pada tahun 1986 Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 yang menjadi Tonggak sejarah PHT di Indonesia,  diawali dengan instruksi presiden nomor 3 tahun 1986 tentang larangan penggunaan 57 formulasi pestisida untuk tanaman padi. Perkembangan selanjutnya adalah UU No 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman yang menyatakan bahwa “ Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).Pengendalian hama pada tanaman kedelai hingga kini masih tertumpu pada penggunaan insektisida, cara pengendalian yang lain masih belum banyak di lakukan.  Penggunaan insektisida secara berlebihan berdampak timbulnya resurgensi hama sasaran, dan pencemaran lingkungan pertanian, sehingga Pengendalian Hama Terpadu (PHT) perlu di lakukan  Pengendalian Hama Terpadu pada tanaman kedelai merupakan teknik pengelolaan keseimbangan lingkungan pertanian melalui ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Strategi PHT adalah mensinergikan semua teknik atau metode pengendalian hama dan penyakit yang kompatbel didasarkan pada asas ekologi dan ekonomi. Prinsip operasional yang digunakan dalam PHT adalah 1) Budidaya tanaman sehat, 2. Penyeimbangan komponen ekobiota lingkungan, 3) Pelestarian musuh alami, 4) Pemantauan ekosistem secara terpadu, 5) Mewujudkan petani aktif sebagai ahli PHT. 
ULAT JENGKAL PADA KEDELAI DAN CARA PENGENDALIANNYA Alfi Inayati; Marwoto Marwoto
Buletin Palawija No 22 (2011): Buletin Palawija No 22, 2011
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v0n22.2011.p63-70

Abstract

Ulat jengkal (looper) pada tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) terdiri dari tiga jenis, yaitu Plusia chalcites (Esper) (=Chrysoideixis chalcites), Pseudoplusia includens (Walker), dan Thysanoplusia oricachlea. Pada tanaman kedelai di Indonesia ulat\ jengkal tergolong hama utama yang memakan daun. Kerusakan daun yang disebabkan oleh ulat jengkal dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai dengan 18%. Pengendalian ulat jengkal harus dilakukan dengan cermat dengan memperhatikan ambang kendali agar tindakan pengendalian yang diambil tepat, hemat secara ekonomi dan aman bagi lingkungan, sesuai dengan konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Komponen PHT ulat jengkal pada kedelai terdiri dari pengaturan pola tanam, penggunaan varietas tahan, pemanfaatan musuh alami dan penggunaan insektisida yang efektif.
Potensi Ekstrak Biji Mimba Sebagai Insektisida Nabati S. W. Indiati; Marwoto Marwoto
Buletin Palawija No 15 (2008): Buletin Palawija No 15, 2008
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bul palawija.v0n15.2008.p9-14

Abstract

Resistensi hama terhadap insektisida merupakan fenomena global yang dirasakan oleh semua pemangku kepentingan (Stakeholders) terutama petani baik di negara maju maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Mimba, Azadirachta indica merupakan salah satu insektisida nabati yang efektif dan relatif aman terhadap lingkungan. Tanaman mimba mengandung senyawa azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin, dan nimbidin yang dapat mempengaruhi aktivitas biologi serangga hama. Azadirachtin dapat mengganggu pertumbuhan serangga, bertindak sebagai penurun nafsu makan dan pemandul. Salanin bekerja sebagai zat penurun nafsu makan hama dan meliantriol sebagai penghalau hama (repellent). Serbuk biji mimba berpotensi cukup efektif untuk mengendalikan hama kutu kebul (Bemisia tabaci), ulat grayak (Spodoptera litura), dan hama penggerek polong, Maruca testulalis pada tanaman kacang-kacangan.
ULAT JENGKAL PADA KEDELAI DAN CARA PENGENDALIANNYA Alfi Inayati; Marwoto Marwoto
Buletin Palawija No 22 (2011): Buletin Palawija No 22, 2011
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.855 KB) | DOI: 10.21082/bulpa.v0n22.2011.p63-70

Abstract

Ulat jengkal (looper) pada tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) terdiri dari tiga jenis, yaitu Plusia chalcites (Esper) (=Chrysoideixis chalcites), Pseudoplusia includens (Walker), dan Thysanoplusia oricachlea. Pada tanaman kedelai di Indonesia ulat\ jengkal tergolong hama utama yang memakan daun. Kerusakan daun yang disebabkan oleh ulat jengkal dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai dengan 18%. Pengendalian ulat jengkal harus dilakukan dengan cermat dengan memperhatikan ambang kendali agar tindakan pengendalian yang diambil tepat, hemat secara ekonomi dan aman bagi lingkungan, sesuai dengan konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Komponen PHT ulat jengkal pada kedelai terdiri dari pengaturan pola tanam, penggunaan varietas tahan, pemanfaatan musuh alami dan penggunaan insektisida yang efektif.
Potensi Ekstrak Biji Mimba Sebagai Insektisida Nabati S. W. Indiati; Marwoto Marwoto
Buletin Palawija No 15 (2008): Buletin Palawija No 15, 2008
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bul palawija.v0n15.2008.p9-14

Abstract

Resistensi hama terhadap insektisida merupakan fenomena global yang dirasakan oleh semua pemangku kepentingan (Stakeholders) terutama petani baik di negara maju maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Mimba, Azadirachta indica merupakan salah satu insektisida nabati yang efektif dan relatif aman terhadap lingkungan. Tanaman mimba mengandung senyawa azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin, dan nimbidin yang dapat mempengaruhi aktivitas biologi serangga hama. Azadirachtin dapat mengganggu pertumbuhan serangga, bertindak sebagai penurun nafsu makan dan pemandul. Salanin bekerja sebagai zat penurun nafsu makan hama dan meliantriol sebagai penghalau hama (repellent). Serbuk biji mimba berpotensi cukup efektif untuk mengendalikan hama kutu kebul (Bemisia tabaci), ulat grayak (Spodoptera litura), dan hama penggerek polong, Maruca testulalis pada tanaman kacang-kacangan.
Strategi Pembangunan dan Pengelolaan Hutan Kota Sabak di Kelurahan Rano Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi Pramudia Agusni; Fuad Muchlis; Marwoto Marwoto; Rts Suwairini
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol 22, No 2 (2022): Juli
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/jiubj.v22i2.2054

Abstract

This study aims to analyze the natural resources potential of the Sabak City Forest, analyze the benefits of development and management of the Sabak City Forest for the surrounding community both Ecologically, Economically, and Socially and Culturally, and Formulate the Development and Management Strategy of the Sabak City Forest. Based on the results of research using vegetation analysis, it shows that the potential flora in the Sabak City Forest area has a high diversity value with plant species at the Tree level and Pole level having an INP of more than 15% while for the Sapling level there are 7 species that have an INP of more than 10%. and the Semai level has 5 species that have an INP of more than 10%, meanwhile the types of Fauna are potential for the development of educational and educational attractions. This study also shows that the benefits of the development and management of the Sabak City Forest from the Ecological aspect to reduce urban environmental degradation, from the Economic aspect of the Sabak City Forest can be an opportunity to improve the economy through business opportunities, work opportunities, increase craft creativity, and provide benefits in social aspects. culture as a space for social interaction, recreational facilities, and as a cultural landmark of the city. The results of the stakeholder analysis show that the amalgamation of Quadrant I (subjects) with quadrant III (Context setters) in the development and management of the Sabak City Forest can be a major force that greatly influences the development and management of the Sabak City Forest. The strategy for the development and management of the Sabak City Forest is with the support of parties who have influence and interest in the development and management of the Sabak City Forest.
Analisis Stakeholder dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi Rinaldi Rinaldi; Asmadi Saad; Marwoto Marwoto
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol 23, No 3 (2023): Oktober
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/jiubj.v23i3.4603

Abstract

Land and forest fire management including aspect; prevention, countermeasures, and handling post forest and land fire. All stakeholders have respective roles in each aspect and expected can contribute and collaborate so that efforts to control fire forests and land in the Batang Hari District can be done effectively and efficiently. There are 31 (thirty-one) stakeholders involved in the land and forest fire management in the Batang Hari District, such as the Technical Implementation Unit of the Ministry of Environment and Forestry, Government of Jambi Province, Government district of Batang Hari, Communities, Plantation and Forestry Entrepreneurs, Social Community Institutions, and Universities. Out of 31 (thirty-one) stakeholders, there are 14 (fourteen) stakeholders enter the category Keyplayer, there are 7 (seven) stakeholders have a role as Subject, 3 (three) stakeholders have a role as Context Setter, and 7 (seven) stakeholders play a role as Crowd.
Persepsi dan Partisipasi Anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) dalam Pelaksanaan Agroforestri di Areal Kemitraan PT Restorasi Ekosistem Indonesia Provinsi Jambi Leilea Azizathul Mukhtiya; Marwoto Marwoto; Hamzah Hamzah
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol 23, No 3 (2023): Oktober
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/jiubj.v23i3.4276

Abstract

The aim of this research is to analyze socio-economic characteristics as well as to analyze people's perceptions and participation as well as the relationship between the two variables. This research is descriptive with a quantitative approach. Analysis of socio-economic characteristics was tested by crosstab test and analysis of perceptions and participation and categorization using a 3 (three) point Likert scale and score interval equations, while analysis of the relationship between perception and participation variables used Spearman's correlation analysis. The results showed that there was a relationship between socio-economic characteristics (age, education, arable area, distance to agroforestry, monthly income, number of family dependents, farming experience, cosmopolitanity) with the perception and participation of KTH members in agroforestry development activities with a value of Approx. The sig of the perception variable is 0.049 and the perception variable is 0.046. The level of perception is in good category with 92.45% good category perception, 5.66% medium category perception, and 5.66% moderate category perception. The level of participation is in the medium category with 32.08% participation in the high category, 37.74% participation in the medium category, and 30.19% participation in the low category. Based on the results of the Spearman's rho correlation test, there is no significant relationship between perceptions and participation of KTH members on agroforestry development, which is 0.071 with a significance of 0.613 (very weak).