This Author published in this journals
All Journal Hemera Zoa
Fadjar Sumping Tjatur Rasa
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

EQ-2 Establishment of Equine Disease Free Zone (EDFZ) in Jakarta to Facilitate the Equestrian Competitions During The 18th Asian Games, 2018 Sri Hartarti; Susanne Munsterman; Fadjar Sumping Tjatur Rasa; Syafrison Idris
Hemera Zoa Proceedings of the 20th FAVA & the 15th KIVNAS PDHI 2018
Publisher : Hemera Zoa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (750.192 KB)

Abstract

The 18th Asian Games, which include the Olympic equestrian disciplines of jumping, dressage and eventing, were held in Jakarta from 18 August to 2 September 2018.Equestrian sport in the Asian region is well developed in only a few countries and, in general there is little agreement between the member nations of the region about animal health regulations for horse movement between these countries. Few countries are approved for reentry of horses that have visited them to the European Union (“approved third countries”), hence making it difficult for Europe based Asian horses to travel to and to return from some countries in the region. Indonesia is one of the countries with no approval.In order to facilitate competition horse movement to specific international events, the World Organisation of Animal Health (OIE) has developed the concept of Equine Disease Free Zone (EDFZ), which is based on the fundamental principle of zoning and compartmentalisation as defined in the OIE Terrestrial Animal Health Code (Chapter 4.3, 4.4).The basic principle of EDFZ is to demonstrate that the equine health of a defined core zone and its surroundings have high health standards which are acceptable to the trading partners. The stepwise approach taken in Indonesia consisted of (1) an assessment of the equine health status and the identification of critical diseases; (2) the definition of a core zone (the venue) and a surveillance zone; (3) the application of biosecurity measures and protocols; (4) international and national health certificates, specifically developed for the Asian Games; (5) a self declaration of the EDFZ submitted to the OIE; and (6) acceptance and publication of the application for regionalization by the European Commission. If both of these applications are approved, participating nations can be reassured that sanitary conditions at the equestrian venue have met the international standards as set by the OIE and the EU.
OH-4 Upaya Keberlanjutan Program Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis Tertarget dan PIB dengan Pendekatan One Health Melalui Pemanfaatan Dana Desa Chornelly Kusuma Yohana; Megawaty Iskandar; Irpan Batubara; Pebi Purwo Suseno; Wahid Fakhri Husein; Andri Jatikusumah; Ratmoko Eko Saputro; Ahmad Gozali; Elly Sawitri; Fadjar Sumping Tjatur Rasa
Hemera Zoa Proceedings of the 20th FAVA & the 15th KIVNAS PDHI 2018
Publisher : Hemera Zoa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (481.111 KB)

Abstract

PENDAHULUANMunculnya kembali Penyakit Infeksi Baru/Berulang (PIB-Emerging infectious diseases (EIDs)) semakin cepat terjadi. Diperkirakan lima PIB muncul setiap tahun, tiga diantaranya bersifat zoonosis. Pendekatan One Health dianggap sebagai solusi dari permasalahan yang timbul akibat wabah zoonosis dan PIB. Pendekatan One Health menekankan kerja sama antar disiplin, berbagi informasi dan kolaborasi di semua tingkat dari pengambil kebijakan hingga petugas lapangan, terutama dalam surveilans. Keterbatasan SDM di tingkat lapangan dengan cakupan area yang sangat luas dianggap dapat diatasi dengan pelibatan peran aktif masyarakat dalam meningkatkan upaya deteksi dini dan pelaporan awal zoonosis dan PIB. Namun demikian program tersebut memiliki tantangan signifikan terkait dana operasional kader yang merupakan bagian dari masyarakat.
OH-5 Tata Laksana Kasus Gigitan Terpadu (TAKGIT) Sebagai Model Implementasi One Health dalam Optimalisasi Pengendalian Rabies di Bali . Nurhayati; Pebi Purwo Suseno; Wahid Fakhri Husein; Andri Jatikusumah; Ahmad Gozali; Ratmoko Eko Saputro; Elly Sawitri; I Made SukernI; I Wayan Pujana; I Wayan Masa Tenaya; Fadjar Sumping Tjatur Rasa
Hemera Zoa Proceedings of the 20th FAVA & the 15th KIVNAS PDHI 2018
Publisher : Hemera Zoa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (486.179 KB)

Abstract

PENDAHULUANIndonesia merupakan salah satu negara endemis rabies. Salah satu provinsi dengan jumlah kasus rabies yang tinggi adalah Provinsi Bali. Sejak November 2008 Provinsi Bali dinyatakan tertular rabies dengan jumlah manusia meninggal karena rabies dari tahun 2008 - 2017 mencapai 170 orang, sedangkan Kasus positif rabies HPR berjumlah 1.716 kasus.Beberapa upaya pengendalian telah dilakukan untuk menekan kejadian kasus rabies. Salah satu program yang cukup efektif adalah program pengendalian yang dilaksanakan secara terpadu dan lintas sektor yang sering disebut Tata laksana Kasus Gigitan Terpadu (TAKGIT). TAKGIT merupakan salah satu implementasi pendekatan “ONE Health” dan merupakan panduan bagi petugas lapangan dalam merespon dan menindaklanjuti kejadian kasus gigitan hewan diduga rabies yang dikoordinasikan lintas sektor (kesehatan manusia dan kesehatan hewan). Tujuan penulisan ini adalah untuk menggambarkan peran TAKGIT dalam merespon kasus gigitan diduga hewan pembawa rabies (HPR) dan kontribusinya menurunkan kasus pada manusia.
OH-9 Master Trainer One Health: Jejaring Dan Peran Dalam Pencegahan Dan Pengendalian Zoonosis Dan Penyakit Infeski Baru/Berulang Secara Berkelanjutan Yunita Widayati; Pebi Suseno; Andri Jatikusumah; Arif Wicaksono; Elly Sawitri; Wahid Fakhri Husein; Fadjar Sumping Tjatur Rasa
Hemera Zoa Proceedings of the 20th FAVA & the 15th KIVNAS PDHI 2018
Publisher : Hemera Zoa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (641.632 KB)

Abstract

PENDAHULUANIndonesia merupakan salah satu hot spot didunia untuk kasus penyakit infeksi baru/berulang (PIB)-Emerging Infectious Disease (EID).  Adanya ancaman yang nyata dari PIB dan Zoonosis tertarget membutuhkan pendekatan One Health (OH).  Penanggulangan dan pengendalian penyakit zoonosis dan PIB secara global bergerak ke arah OH.  Konsep One Health dikembangkan dengan maksud untuk menjawab tantangan ini.  Konsep ini menitikberatkan pada pendekatan multi sektoral serta kerjasama dan kolaborasi lintas sektor .Untuk melaksanakan kegiatan tersebut diperlukan peningkatan kapasitas bagi petugas lapangan.  Petugas lapangan merupakan petugas terdepan dalam melakukan pencegahan dan pengendalian zoonosis dan PIB.  Peran petugas lapangan menjadi sangat krusial terutama dalam upaya mencegah penakit atau wabah menyebar lebih besar dan pencegahan awal.Peningkatan kapasitas petugas lapangan merupakan upaya yang terus berlanjut.  Peningkatan kompetensi petugas lapangan merupakan investasi jangka panjang.  Untuk itu dalam memastikan upaya keberlanjutan diperlukan suatu program peningkatan kapasitas yang disalurkan melalui Master Trainer.  Master trainer dianggap suatu pendekatan efisien dan berkelanjutan selain juga merupakan bentuk knowledge transfer dari suatu program.Tujuan dari kegiatan ini adalah:Membentuk MT OH lintas sector yang handal dan menjadi fasilitator dalam membentuk kompentesi para petugas lapanganMembentuk kerangka kerja pembentukan MT OH lintas setor yang dapat diadopsi oleh Pemerintah RIMembentuk MT untuk keberlanjutan kegiatan peningkatan kapasitas One Health lintas sector