Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

KEPASTIAN HUKUM KEPEMILIKAN RUMAH SUSUN BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH Betty Rubiati; Yani Pujiwati; Mulyani Djakaria
Bina Hukum Lingkungan Vol 1, No 2 (2017): BINA HUKUM LINGKUNGAN
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.84 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v1i2.19

Abstract

ABSTRAKKepemilikan rumah susun yang ada saat ini menyatukan rumah susun dengan hak atas tanahnya yang harganya tinggi sehingga sulit dijangkau oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Dalam perkembangannya pengaturan rumah susun yang baru sudah memisahkan bangunan rumah susun dengan hak atas tanahnya sesuai dengan asas pemisahan horizontal, yaitu satuan rumah susun yang berdiri di atas tanah barang milik pemerintah/daerah dan tanah wakaf dengan cara sewa. Namun hal ini masih memerlukan pengaturan lebih lanjut. Hasil yang dicapai adalah bahwa sampai saat ini belum ada peraturan pelaksanaan yang mengatur tata cara pendaftaran kepemilikan bangunan gedung satuan rumah susun dan penerbitan Sertipikat Kepemilikan Bangunan Gedung Satuan Rumah Susun (SKBG Sarusun), namun sudah ada upaya pemerintah untuk membuat Rancangan Peraturan Pemerintah tentang SKBG Sarusun dan kelembagaannya yang melibatkan instansi tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota sebagai instansi teknis yang mengatur tentang perumahan dan bangunan gedung.Kata Kunci: Pendaftaran, Kelembagaan, SKBG Sarusun ABSTRACTThe existing ownership of apartment comprise the ownership of apartment and land ownership which has high price with the result it hard to reach for low-income people. In its evolution, the new regulation of Apartment which separate apartment building and the rights over land is accordance with the principle of horizontal separation, which is apartment unit which stand above the land owned by the government and benefaction land by way of lease. However, this problem needs further regulation. The result that achieved is that until today there are no procedural regulation which regulates the procedure of ownership of strata title registration and the issuance of certificate of ownership of Strata Title unit , however, there is certain efforts made by the government to create the government regulation in regards with certificate of ownership of Strata Title unit and about the institution beside inviolving central institution, province or district/town as technical institution has regulation in regards with housing and building structure.Keywords: Registration, Institution, Certificate of ownership of Strata Title unit.
KEPASTIAN HUKUM KEPEMILIKAN RUMAH SUSUN BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH Betty Rubiati; Yani Pujiwati; Mulyani Djakaria
Bina Hukum Lingkungan Vol. 1 No. 2 (2017): Bina Hukum Lingkungan, Volume 1, Nomor 2, April 2017
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (495.23 KB)

Abstract

Kepemilikan rumah susun yang ada saat ini menyatukan rumah susun dengan hak atas tanahnya yang harganya tinggi sehingga sulit dijangkau oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Dalam perkembangannya pengaturan rumah susun yang baru sudah memisahkan bangunan rumah susun dengan hak atas tanahnya sesuai dengan asas pemisahan horizontal, yaitu satuan rumah susun yang berdiri di atas tanah barang milik pemerintah/ daerah dan tanah wakaf dengan cara sewa. Namun hal ini masih memerlukan pengaturan lebih lanjut. Hasil yang dicapai adalah bahwa sampai saat ini belum ada peraturan pelaksanaan yang mengatur tata cara pendaftaran kepemilikan bangunan gedung satuan rumah susun dan penerbitan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Satuan Rumah Susun (SKBG Sarusun), namun sudah ada upaya pemerintah untuk membuat Rancangan Peraturan Pemerintah tentang SKBG Sarusun dan kelembagaannya yang melibatkan instansi tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota sebagai instansi teknis yang mengatur tentang perumahan dan bangunan gedung.
ASPEK HUKUM ADMINISTRASI KEPENDUDUDKAN DIHUBUNGKAN DENGAN KEPEMILIKAN TANAH SECARA ABSENTEE Mulyani Djakaria
Bina Hukum Lingkungan Vol. 1 No. 1 (2016): Bina Hukum Lingkungan, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2016
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (690.697 KB)

Abstract

Secara implisit, ketentuan Pasal 10 UU No. 5/1960 menetapkan larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee. Agar tanah pertanian hanya dapat dikerjakan secara aktif oleh pemiliknya, maka dibuatlah ketentuan untuk menghapuskan pengusaan tanah pertanian secara absentee dengan beberapa pihak yang dikecualikan dari ketentuan larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif, data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dianalisis secara normatif kualitatif. Semua bentuk pemindahan hak milik atas tanah pertanian melalui jual beli, tukar menukar, atau hibah yang mengakibatkan pemilikan baru tanah pertanian secara absentee dilarang. Tanah-tanah pertanian yang terkena larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee akan dikuasai oleh pemerintah untuk selanjutnya dijadikan objek land reform (diredistribusikan) kepada petani yang memerlukan tanah dan kepada bekas pemilik tanah pertanian secara absentee diberikan ganti kerugian. Namun dalam praktik masih banyak pemilikan tanah secara absentee oleh masyarakat/pihak di luar yang dikecualikan dari ketentuan larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee. Hal ini dapat terjadi dengan cara pemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda yang memungkinkan seseorang menyelundupi ketentuan tentang tanah absentee, walaupun dalam Pasal 63 ayat (6) UU Adminduk telah dinyatakan KTP-el berlaku secara nasional. Ketentuan mengenai tanah absentee perlu dipertahankan dengan didukung pendaftaran tanah secara akurat, dan penyalahgunaan KTP bisa dihindari, disertai sanksi yang tegas.