Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA WANITA UNTUK MEMPEROLEH HAK-HAK PEKERJA DIKAITKAN DENGAN KESEHATAN REPRODUKSI Djakaria, Mulyani
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.909 KB)

Abstract

ABSTRAK Masalah ketenagakerjaan sampai saat ini masih menjadi sorotan. Kurangnya jaminan keselamatan, kesehatan, dan hak-hak reproduksi bagi tenaga kerja wanita merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya berbagai permasalahan dalam bidang ketenagakerjaan. Tenaga kerja sebagai pekerja di perusahaan masih saja mendapat perlakuan yang diskriminatif dari pengusaha, hal ini yang menimbulkan hak-hak yang seharusnya diterima oleh tenaga kerja wanita seperti perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi tenaga kerja wanita tidak diberikan sepenuhnya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif untuk melihat perlindungan hukum terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi pekerja wanita dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan, dan hak-hak reproduksi bagi tenaga wanita. Hasil menunjukkan bahwa Perlindungan hukum terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi dalam pelaksanannya secara umum sebagian sudah sesuai, misalnya jaminan sosial secara umum telah diberikan kepada tenaga kerja wanita, tetapi ada sebagian yang belum sesuai misalnya, cuti haid, cuti hamil. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan, dan hak-hak reproduksi tenaga kerja wanita, dari pihak pemerintah yaitu lemahnya pengawasan, dari pihak pengusaha sering melanggar peraturan demi keuntungan pengusaha, dari pihak tenaga kerja wanita yaitu kurang paham terhadap peraturan perundangan ketika terjadi pelenggaran hak-haknya sebagai pekerja.Kata kunci: pekerja wanita; perlindungan hukum; reproduksi. ABSTRACTEmployment problem is still in the spotlight. Lack of warranty of safety, health, and reproductive rights received by female workers was one factor contributting to the problems in the employment field. Female workers as wokers in the company still gets the discriminatory treatment from the employer which cause the rights that should be accepted by the female workers as a protection of safety, heatlh and reprodutive rights of women workers are not given in full. The research method used is normative juridical to see the legal protection of the safety, health and reproductive rights of female workers and the obstacles faced in implementing protection against safety, health, and reproductive rights for female workers. The results show that legal protection for safety, health and reproductive rights in general implementation is partly appropriate, for example social security in general has been given to female workers, but there are some item are not suitable for example, menstruation leave, maternity leave. Constraints faced in the implementation of protection against safety, health, and reproductive rights of female workers, from the government, namely weak supervision, from the employer often violate the rules for the benefit of employers, from the female labor force that is lack of understanding of legislation when it occurs release of his rights as a worker.Keywords: female workers; legal protection; reproductive.DOI :  https://doi.org/10.23920/jbmh.v3n1.2 
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BAGI PEKERJA ANAK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Djakaria, Mulyani
ACTA DIURNAL Vol 1, No 1 (2017): ACTA DIURNAL, Volume 1, Nomor 1, Desember 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

abstrak             Pekerja anak dilindungi oleh Pasal 68 s/d 75 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Konvensi ILO No.138 mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja yang diratifikasi dengan UU No. 20 Tahun 1999 dan konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan  Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk  Pekerjaan Terburuk Untuk Anak dengan UU No.1 Tahun 2000. Peranan pekerja anak dapat bersifat positif selama orang tua tidak memanfaatkan kemampuan anaknya dengan berlebihan sehingga mengganggu jiwa dan fisiknya. Dan dalam kenyataannya sangat sulit melarang anak untuk bekerja terutama dalam kondisi kemiskinan. Sentra pembuatan  sepatu Cibaduyut merupakan sentra industri informal, sehingga tidak ada kontrak yang mengatur  hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja, termasuk pekerja anak.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitis, dengan menggunakan data sekunder (baik bahan hukum primer,bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier) sebagai data utama,sedangkan data primer yang diperoleh  melalui teknik wawancara,hanya merupakan data pendukung atas data sekunder.Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa perlindungan hukum terhadap pekerjaanak pada sentra  industri pembuatan sepatu Cibaduyut  Bandung tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku  yaitu UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Konvensi ILO. Pengawasan dari Dinas Ketenagakerjaan dan Trasmigrasi Kota Bandung tidak dapat berbuat banyak. kata kunci  :  kesehatan  keselamatan kerja,pekerja anak, perlindungan hukum Legal Protection of Working Safety and Health for Child Labor in Terms of Act  Nomer 13 Year 2003 on Man Power and Act Nomer 35Year2014 on Child ProtectionAbstract             Child labour is protected by Article 68-75 of Law Number 13/2013 on Manpower, ILO Convention Number 138 on the Minimum Age For Admission To Employment and Work (has been ratified by the government of Indonesia and later authorized by Law Number 20/1999), and ILO Convention Number 182 on the Prohibition and Immediate Action for the Elination of the Worst Forms of Child Labour which was authorized by Law Number 1/2000.The role of child labor can be positive as long as their parents don’t take any advantage of their child or exploit them excessively, as it may cause mental and physical disturbance. As the matter of fact, it is extremely difficult to forbid children to work especially in case of poverty. The center of footwear industry in Cibaduyut is an informal industry, so there is no contract between employers and  workers, including child. Therefore, this condition has resulted in an absence of employment protection. The approach used in this research is normative  and descriptive analytics, using secondary data (both primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials) as the main data, while the primary data obtained through interview is solely to support the secondary data.The data were analized qualitatively whit abstract theoretical approach.The results of this research indicate that the legal protection of child labour in the Cibaduyut footwear industry center  Bandung is not in accordance with the positive law, namely Act Nomer 13 Year 2003 on Manpower and Act Nomer 35Year 2014 on Protection of Children and ILO Conventions.Suversion of the Ministery of Manpower and Transmigratin Bandung can not do much. Keywords :safety, health, child labour, legal protection
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBANGUNAN RESTORAN AYAM GORENG DI ATAS TANAH YANG BERKEPEMILIKAN GANDA DITINJAU DARI PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA Mulyani Djakaria; Sridewi Anggraeni; Dimas Muhammad Alfian
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 1 No. 1 (2019): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Tanah girik adalah sebutan untuk tanah adat yang merupakan surat pajak hasil bumi/verponding sebelum diberlakukannya UUPA. Setelah diberlakukannya UUPA, tanah girik harus didaftarkan terlebih dahulu di kantor pertanahan setempat sehingga dapat diterbitkannya surat bukti kepemilikan yang kuat, sah dan diakui oleh UUPA itu sendiri yaitu sertifikat yang memiliki status hak tertentu (Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Milik). Apabila suatu tanah girik tidak segera dilakukan konversi menjadi sertifikat akan menimbulkan suatu kondisi yang rawan akan terjadinya berbagai permasalahan seperti perebutan hak kepemilikan, penyerobotan, hingga kecurangan dalam proses jual beli tanah. Seperti permasalahan penyerobotan hak milik yang dialami oleh Ny. Sugiarti karena tanah girik yang dimilikinya belum didaftarkan sehingga dirinya belum memiliki sertifikat hak milik sebagai alat pembuktian yang kuat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pihak yang paling berhak atas tanah yang disengketakan serta mengetahui perlindungan hukum atas para pihak berdasarkan hukum positif di Indonesia. Kata kunci: Girik; Pendaftaran Tanah; Sertifikat; Konversi ABSTRACT “Tanah girik” is the term for customary land which is an agricultural tax / verponding before the enactment of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Regulation. After the enactment of the Agrarian Regulation, the girik land must be registered first at the local land office so that the proof of ownership is strong, legal and recognized by the Agrarian Regulation itself, namely a certificate that has certain rights status (Building Right Title, Cultivation Right Title, Right of Use Title, Free Hold Title). If a girik land is not immediately converted into a certificate, it will create a condition that is prone to the occurrence of various problems such as the seizure of ownership rights, trespass to land, and fraud in the process of buying and selling land. Such as the problem of seizure of property experienced by Ny. Sugiarti because the girik land she owned by her has not been registered so that she does not yet have a certificate of ownership as a strong verification tool. The purpose of this study is to find out which party entiltled to the disputed land, also and knowing the legal protection of the parties based on positive law in Indonesia. Keywords: Girik; Land Registration; Certificate; Conversion
PENGADAAN RUMAH MELALUI DANA TAPERUM BERDASARKAN KEPPRES NO. 14 TAHUN 1993 TENTANG TABUNGAN PERUMAHAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Yani Pujiwati; Mulyani Djakaria; Betty Rubiati
Sosiohumaniora Vol 3, No 2 (2001): SOSIOHUMANIORA, JULI 2001
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v3i2.5209

Abstract

Pengadaan rumah bagi Pegawai Negeri dapat dilaksanakan dengan penyediaan fasilitas rumah negara, tetapi tidak semua Pegawai Negeri Sipil memperoleh fasilitas tersebut. Keppres No. 14 Tahun 1993 memungkinkan Pegawai Negeri Sipil memperoleh bantuan dana berupa uang muka pembelian rumah yang dibiayai dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah dan sebagian biaya untuk membangun rumah bagi Pegawai Negeri Sipil yang memiliki tanah di tempatnya bekerja. Di dalam penelitian ini dipergunakan metode deskriptif analitis agar diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang tabungan perumahan Pegawai Negeri Sipil. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan hukum normatif yaitu terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tabungan perumahan Pegawai Negeri Sipil. Dari penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh kesimpulan bahwa memperoleh dana bantuan tabungan perumahan Pegawai Negeri Sipil merupakan hak Pegawai Negeri Sipil dengan terlebih dahulu melaksanakan kewajiban berupa tabungan yang dipotong dari gaji setiap bulan. Perolehan dana ini harus melalui tata cara yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kata Kunci : Pengadaan rumah, tabungan perumahan.
ASAS PEMISAHAN HORIZONTAL DALAM KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN SATUAN RUMAH SUSUN BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH (MBR) Betty Rubiati; Yani Pujiwati; Mulyani Djakaria
Sosiohumaniora Vol 17, No 2 (2015): SOSIOHUMANIORA, JULI 2015
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.217 KB) | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v17i2.7295

Abstract

ABSTRAKPembangunan perumahan dan permukiman merupakan kebijakan untuk memenuhi kebutuhandasar manusia.Dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah serta mengefektifkan penggunaan tanahterutama di daerah-daerah berpenduduk padat dan di kota-kota besar yang tanahnya sudah terbatas perlu diarahkanpembangunan perumahan dan permukiman dalam bentuk dan sistem Rumah Susun. Kepemilikan rumah susunyang ada saat ini menyatukan satuan rumah susun dengan hak atas tanahnya yang harganya semakin tinggisehingga sulit dijangkau oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah.Metode yang digunakan dalam penelitian iniadalah deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaandan pelitian lapangan dianalisis secara normatif kualitatifKepemilikan satuan rumah susun saat ini sudahmenerapkan asas pemisahan horisontal, hal ini terlihat bahwa rumah susun dapat dibangun diatas tanah milikorang lain, namun Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menyatukan kepemilikan satuan rumahsusun dengan tanah bersama menunjukkan masih dipengaruhi asas perlekatan. Dalam kepemilikan rumah susunmelalui pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah dan pendayagunaan tanah wakaf dengan cara sewadengan bukti kepemilikan berupa Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Satuan rumah susun menunjukanpenerapan asas pemisahan horisontal secara konsisten. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah untukmemenuhi kebutuhan rumah bagi MBR, namun belum bisa terlaksana dengan baik, hal ini disebabkan karenapemilikan rumah susun bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah masih dikaitkan dengan hak atas tanah yangharganya semakin meningkat. Pemilikan rumah susun yang memisahkan dengan hak atas tanahnya diharapkandapat memenuhi kebutuhan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, namun sampai saat ini belum dapatdilaksanakan, selain belum ada peraturan pelaksanaan UU Rumah Susun juga belum ada instansi yang dapatmelakukan pendaftarannya.
ASPEK HUKUM ADMINISTRASI KEPENDUDUDKAN DIHUBUNGKAN DENGAN KEPEMILIKAN TANAH SECARA ABSENTEE Mulyani Djakaria
Bina Hukum Lingkungan Vol 1, No 1 (2016): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (217.974 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v1i1.15

Abstract

AbstrakSecara implisit, ketentuan Pasal 10 UU No. 5/1960 menetapkan larangan pemilikan tanah pertanian  secara absentee. Agar tanah pertanian hanya dapat dikerjakan secara aktif oleh pemiliknya, maka dibuatlah ketentuan untuk menghapuskan pengusaan tanah pertanian secara absentee dengan beberapa pihak yang dikecualikan dari ketentuan larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif,data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dianalisis secara normatif kualitatif. Semua bentuk pemindahan hak milik atas tanah pertanian melalui jual beli, tukar menukar, atau hibah yang mengakibatkan pemilikan baru tanah pertanian secara absentee  dilarang. Tanah-tanah pertanian yang terkena larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee akan dikuasai oleh pemerintah untuk selanjutnya dijadikan objek land reform (diredistribusikan) kepada petani yang memerlukan tanah dan kepada bekas pemilik tanah pertanian secara absentee diberikan ganti kerugian. Namun dalam praktik masih banyak  pemilikan tanah secara absentee oleh masyarakat /pihak di luar yang dikecualikan dari ketentuan larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee. Hal ini dapat terjadi dengan cara pemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda yang memungkinkan seseorang menyelundupi ketentuan tentang tanah absentee, walaupun dalam Pasal 63 ayat (6) UU Adminduk telah dinyatakan KTP-el berlaku secara nasional. Ketentuan mengenai tanah absentee  perlu dipertahankan dengan didukung pendaftaran tanah secara akurat, dan penyalahgunaan KTP bisa dihindari, disertai sanksi yang tegas.Kata Kunci: Tanah; tanah absentee; adminitrasi kependudukanAbstactImplicitly, the Law No. 5 of 1960 concerning Basic Regulations on Agrarian Principles has established a ban on absentee ownership of agricultural land. In order to ensure that the agricultural land can only be cultivated actively by the owner, then a provision to abolish the absentee ownership of land is made with several parties that are excluded from that provision. The method used in this research is descriptive analytic with normative juridical approach, the data collection which obtained from the literature and field research were analyzed using normative-qualitative methods. All forms of transfer of the right of ownership over agricultural land through purchase, exchange, or grant resulting in absentee ownership are banned. Those agricultural lands which are affected by the ban of absentee ownership will be taken by the government for later be redistributed to the farmers and as for the previous owner of those lands then the compensation will be given. However, the absentee ownership of land by those who aren’t excluded by the provision is still taking place. This can occur by means of dual identity card (KTP) ownership that enables one to elude from the absentee ownership of land provision, although it is stated in Art. 63 (6) of the Law No.23/2009 concerning Population Administration that e-KTP is applied nationally. The provision concerning the absentee ownesrship of land has to be maintained and sustained by the accurate land registration thus the misappropriation can be prevented and also it must be accompanied by strict punishment as well.Keywords: Land; absentee ownership of land; population administration.DOI: 10.24970/jbhl.v1n1.10
Tinjauan Yuridis Sengketa Penguasaan Sertifikat Tanah PT Padang Media Televisi Rama Santi; Yani Pujiwati; Mulyani Djakaria
DIVERSI : Jurnal Hukum Vol 7 No 1 (2021): Diversi Jurnal Hukum
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/diversi.v7i1.1486

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang sengketa kepemilikan dan penguasaan sertifikat tanah PT Padang Media Televisi oleh mantan direktur perusahaan. Tujuan penelitian untuk menganalisa penguasaan sertifikat tanah PT Padang Media Televisi yang dikuasai oleh mantan direktur perusahaan serta menganalisa penyelesaian penguasaan sertifikat tanah PT Padang Media Televisi yang dikuasai mantan direktur perusahaan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diketahui bahwa dalam penguasaan sertifikat tanah yang dilakukan oleh mantan direktur perusahaan terdapat beberapa hal yang bertentangan atau tidak sesuai dengan yang diamanatkan dalam UUPA, adapun penyelesaiannya melalui proses mediasi, penyelesaian melalui jalur pengadilan, dan setelahnya dengan melakukan penurunan hak serta balik nama sertifikat tanah demi terjaminnya kepastian hukum.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA WANITA UNTUK MEMPEROLEH HAK-HAK PEKERJA DIKAITKAN DENGAN KESEHATAN REPRODUKSI Mulyani Djakaria
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Masalah ketenagakerjaan sampai saat ini masih menjadi sorotan. Kurangnya jaminan keselamatan, kesehatan, dan hak-hak reproduksi bagi tenaga kerja wanita merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya berbagai permasalahan dalam bidang ketenagakerjaan. Tenaga kerja sebagai pekerja di perusahaan masih saja mendapat perlakuan yang diskriminatif dari pengusaha, hal ini yang menimbulkan hak-hak yang seharusnya diterima oleh tenaga kerja wanita seperti perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi tenaga kerja wanita tidak diberikan sepenuhnya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif untuk melihat perlindungan hukum terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi pekerja wanita dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan, dan hak-hak reproduksi bagi tenaga wanita. Hasil menunjukkan bahwa Perlindungan hukum terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi dalam pelaksanannya secara umum sebagian sudah sesuai, misalnya jaminan sosial secara umum telah diberikan kepada tenaga kerja wanita, tetapi ada sebagian yang belum sesuai misalnya, cuti haid, cuti hamil. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan, dan hak-hak reproduksi tenaga kerja wanita, dari pihak pemerintah yaitu lemahnya pengawasan, dari pihak pengusaha sering melanggar peraturan demi keuntungan pengusaha, dari pihak tenaga kerja wanita yaitu kurang paham terhadap peraturan perundangan ketika terjadi pelenggaran hak-haknya sebagai pekerja. Kata kunci: pekerja wanita; perlindungan hukum; reproduksi. ABSTRACT Employment problem is still in the spotlight. Lack of warranty of safety, health, and reproductive rights received by female workers was one factor contributting to the problems in the employment field. Female workers as wokers in the company still gets the discriminatory treatment from the employer which cause the rights that should be accepted by the female workers as a protection of safety, heatlh and reprodutive rights of women workers are not given in full. The research method used is normative juridical to see the legal protection of the safety, health and reproductive rights of female workers and the obstacles faced in implementing protection against safety, health, and reproductive rights for female workers. The results show that legal protection for safety, health and reproductive rights in general implementation is partly appropriate, for example social security in general has been given to female workers, but there are some item are not suitable for example, menstruation leave, maternity leave. Constraints faced in the implementation of protection against safety, health, and reproductive rights of female workers, from the government, namely weak supervision, from the employer often violate the rules for the benefit of employers, from the female labor force that is lack of understanding of legislation when it occurs release of his rights as a worker. Keywords: female workers; legal protection; reproductive.
TINJAUAN HUKUM PENGUASAAN TANAH OLEH WARGA DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG TERHADAP JALUR KERETA API NONAKTIF Ulima Fhadiah Ermahri; Betty Rubiati; Mulyani Djakaria
Era Hukum - Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Vol 19, No 2 (2021): Jurnal Era Hukum Volume 19 No.2 Tahun 2021
Publisher : Faculty of Law - Tarumanagara University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/erahukum.v19i2.12182

Abstract

 Development in the transportation sector raises various land problems. One of them is the problem of land tenure without rights that occurs on the non active railroad. This problem arises because the  residents live on the land of the former railroad track that has been inactive for a long time, such as what happened in Tanjungsari District, Sumedang Regency. The plan to reactivate the Rancaekek-Tanjungsari railway line is the beginning of problems related to land tenure. This study aims to determine how the legal status of the railroad tracks non active in Tanjungsari District, Sumedang Regency and how to solve the land problems. The research method used is juridical normative, the research specification is descriptive analysis. The method used is normative juridical analytical descriptive research. Based on secondary data and data collection using literature studies and interviews. The data analysis method used in this research is qualitative juridical. Based on the results of this study, it can be concluded that the legal status of land controlled by residents is assets belonging to PT KAI, which is state land controlled by PT KAI on the basis of mastery in the form of grondkaart. The residents occupied the land without rights. Therefore, in an effort to resolve the land issue, deliberation / mediation is necessary to find the best solution by taking into account the interests of the related parties, or it can be resolved by public consultation.
ASPEK HUKUM ADMINISTRASI KEPENDUDUDKAN DIHUBUNGKAN DENGAN KEPEMILIKAN TANAH SECARA ABSENTEE Mulyani Djakaria
Bina Hukum Lingkungan Vol 1, No 1 (2016): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (217.974 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v1i1.15

Abstract

AbstrakSecara implisit, ketentuan Pasal 10 UU No. 5/1960 menetapkan larangan pemilikan tanah pertanian  secara absentee. Agar tanah pertanian hanya dapat dikerjakan secara aktif oleh pemiliknya, maka dibuatlah ketentuan untuk menghapuskan pengusaan tanah pertanian secara absentee dengan beberapa pihak yang dikecualikan dari ketentuan larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif,data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dianalisis secara normatif kualitatif. Semua bentuk pemindahan hak milik atas tanah pertanian melalui jual beli, tukar menukar, atau hibah yang mengakibatkan pemilikan baru tanah pertanian secara absentee  dilarang. Tanah-tanah pertanian yang terkena larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee akan dikuasai oleh pemerintah untuk selanjutnya dijadikan objek land reform (diredistribusikan) kepada petani yang memerlukan tanah dan kepada bekas pemilik tanah pertanian secara absentee diberikan ganti kerugian. Namun dalam praktik masih banyak  pemilikan tanah secara absentee oleh masyarakat /pihak di luar yang dikecualikan dari ketentuan larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee. Hal ini dapat terjadi dengan cara pemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda yang memungkinkan seseorang menyelundupi ketentuan tentang tanah absentee, walaupun dalam Pasal 63 ayat (6) UU Adminduk telah dinyatakan KTP-el berlaku secara nasional. Ketentuan mengenai tanah absentee  perlu dipertahankan dengan didukung pendaftaran tanah secara akurat, dan penyalahgunaan KTP bisa dihindari, disertai sanksi yang tegas.Kata Kunci: Tanah; tanah absentee; adminitrasi kependudukanAbstactImplicitly, the Law No. 5 of 1960 concerning Basic Regulations on Agrarian Principles has established a ban on absentee ownership of agricultural land. In order to ensure that the agricultural land can only be cultivated actively by the owner, then a provision to abolish the absentee ownership of land is made with several parties that are excluded from that provision. The method used in this research is descriptive analytic with normative juridical approach, the data collection which obtained from the literature and field research were analyzed using normative-qualitative methods. All forms of transfer of the right of ownership over agricultural land through purchase, exchange, or grant resulting in absentee ownership are banned. Those agricultural lands which are affected by the ban of absentee ownership will be taken by the government for later be redistributed to the farmers and as for the previous owner of those lands then the compensation will be given. However, the absentee ownership of land by those who aren’t excluded by the provision is still taking place. This can occur by means of dual identity card (KTP) ownership that enables one to elude from the absentee ownership of land provision, although it is stated in Art. 63 (6) of the Law No.23/2009 concerning Population Administration that e-KTP is applied nationally. The provision concerning the absentee ownesrship of land has to be maintained and sustained by the accurate land registration thus the misappropriation can be prevented and also it must be accompanied by strict punishment as well.Keywords: Land; absentee ownership of land; population administration.DOI: 10.24970/jbhl.v1n1.10