p-Index From 2020 - 2025
0.444
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Jurnal Simbur Cahaya
Sulistyaningrum, Helena Primadianti
Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Prinsip Itikad Baik (Pasal 251 KUHD) Dalam Hal Terjadinya Penolakan Klaim Asuransi Kepada Tertanggung Sebagai Konsumen (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen) Helena Primadianti Sulistyaningrum
Simbur Cahaya VOLUME 24 NOMOR 1, JANUARI 2017
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (252.355 KB) | DOI: 10.28946/sc.v24i1 Jan 2017.74

Abstract

Dalam tata pergaulan masyarakat khususnya masyarakat modern seperti sekarang ini membutuhkan institusi atau lembaga yang bersedia mengambil alih risiko pihak lain ialah lembaga asuransi, dalam hal ini adalah perusahaan asuransi. Asuransi saat ini sangat dibutuhkan oleh berbagai kalangan masyarakat dalam memberikan perlindungan.Asuransi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan juga dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Penerapan Prinsip Itikad Baik sebagai salah satu prinsip dasar asuransi dapat menjadi dasar jika terjadinya penolakan klaim terhadap tertanggung. Selain itu juga dari sudut  Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang jelas menjelaskan tentang hak, kewajiban dan perbuatan yang dilarang oleh perusahaan asuransi sebagai pelaku usaha dalam hal ini penanggung dalam penyelesaian sengketa klaim asuransi. Walaupun hubungan hukum antara pemegang polis asuransi dan perusahaan asuransi termasuk ke dalam hukum keperdataan, namun apabila dikaitkan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), bagi pelanggar UUPK tetap dikenakan sanksi pidana termasuk bagi perusahaan asuransi.
Implementasi Prinsip Strict Liability (Prinsip Tanggung Jawab Mutlak) Dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Dian Afrilia; Helena Primadianti Sulistyaningrum
Simbur Cahaya VOLUME 24 NOMOR 3, SEPTEMBER 2017
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.776 KB) | DOI: 10.28946/sc.v24i3 Sep 2017.86

Abstract

Dalam hubungan hukum antara seorang pelaku usaha dan seorang konsumen pada umumnya konsumen berada di posisi yang tidak beruntung atau bahkan cenderung selalu dirugikan atas konsumsi dari suatu barang dan/ atau jasa yang telah diproduksi produsen selaku pelaku usaha. Maraknya permasalahan yang terjadi pada masyarakat di Indonesia berkaitan dengan tingkat perlindungan konsumen yang rendah yang disebabkan beberapa faktor seperti ketidaktahuan konsumen atau bahkan konsumen yang kurang mau mempermasalahakan hal yang terjadi pada mereka akibat kecurangan pelaku usaha, membuat konsumen hanya berdiam diri bahkan apatis. Dari latar belakang tersebut sebenarnya bagaimakah upaya perlindungan hukum yang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen untuk memberikan kepastian hukum terhadap konsumen. Adanya prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) yang dikenal di bidang hukum apakan mampu diterapkan dalam implemtasi Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Klausula Baku Dalam Perspektif Asas Kebebasan Berkontrak Ditinjau Dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen Helena Primadianti Sulistyaningrum; Dian Afrilia
Simbur Cahaya VOLUME 27 NOMOR 1, JUNI 2020
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (513.777 KB) | DOI: 10.28946/sc.v27i1.807

Abstract

The existence of standard clause is commonly seen in the world of commerce or business today. The sandard clause is clearly made unilaterally by the business actors. Consumers as a user of products or services pay less attention to this, unless a certain loss happened. Actually, in the standard clause should applied the principle of freedom of contract which is ruled in a contract. That principle is being fundamental for the existence of standard contract in regulating the legal relationship between business actors and consumers, but the implementation of this principle requires that the parties on their contract have a balanced position. So, how is the standard clause in the perspective the principle of freedom of contract according to the Consumers Protection Act. Therefore, a limitation is needed in the using of the standard clause in order to palce the same position between business actor and consumers based on the principle of freedom of contract
Informed Consent: Persetujuan Tindakan Kedokteran dalam Pelayanan Kesehatan bagi Pasien Covid-19 Helena Primadianti Sulistyaningrum
Simbur Cahaya VOLUME 28 NOMOR 1, JUNI 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.256 KB) | DOI: 10.28946/sc.v28i2.1192

Abstract

ABSTRAK: Meningkatnya kasus Covid-19 membawa dampak yang besar bagi pelayanan kesehatan di tanah air. Para tenaga kesehatan khususnya dokter hampir setiap hari menangani pasien Covid-19. Dalam penanganan Covid-19 ada persetujuan antara pasien dan dokter untuk melakukan tindakan medis dalam upaya penyembuhan. Persetujuan tersebut tentunya melahirkan hubungan hukum antara pasien dan dokter dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Dalam pelaksanaan tindakan medis penanganan Covid-19 bagaimana sebenarnya hubungan dokter dan pasien tersebut. Lalu bagaimana pula kedudukan informed consent dalam penanganan pasien Covid-19 pada masa pandemi. Metode yang digunakan dalam penulisan ini merupakan metode penelitian normatif yaitu mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang dengan mana melakukan analisis-analisis terhadap pengertian yuridis dan ketentuan hukum positif yang berkaitan dengan hubungan hukum yang terjadi antara seorang dokter dan pasien dalam melakukan upaya medis saat Penanganan Covid-19 serta kedudukan informed consent sesuai konsep hukum kesehatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam penanganan pasien Covid-19 hubungan hukum antara pasien dan dokter merupakan hubungan hukum yang tergolong inspanningverbintenis yaitu perikatan upaya dimana dokter hanya berkewajiban untuk melakukan tindakan medis yang maksimal dengan penuh kesungguhan, dengan mengerahkan segala kemampuan dan perhatiannya sesuai dengan standar profesi kedokteran yang berlaku dalam penanganan pasien Covid-19. Sedangkan terkait hubungan tersebut yang timbul karena adanya persetujuan yang melahirkan informed consent, dengan mana kedudukan informed consent ini dapat dilihat dari dua sudut pandang baik dokter maupun pasien yaitu sebagai bentuk perlindungan hukum atas segala tindakan medis yang dilakukan dokter ataupun yang diterima oleh pasien. ABSTRACT: The increasing of Covid-19 cases gave a big impact on health care services in Indonesia. A health workers especially doctors is often faced with Covid-19 patients. In health care services of Covid-19 certainly have an agreement between doctor and  patient. That agreement certainly brings a legal relationship between doctor and patient. So, how is the implementation of the legal relationship between the doctor and the patient in Covid-19 handling. And how is the excistences of informed consent in handling Covid-19 on pandemic. The method of the research is normatif by examining law that conceptualized as norm that apply in soceity and also become a reference to analyze the legal relationship between  doctors and patients, also the existence of informed consent in handling Covid-19. The results research shows that in handling Covid-19 the law relationship called as inspanningverbintenis which known as an effort agreement where the doctor is only obliged to carry out maximum medical action with full sincerety and abilities in accordance with medical standard especialy in handling Covid-19. After that, the excistence of informed consent can be seen from two perspective both the doctor and patients which is as a legal protection for all medical action.