Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

KORELASI ASPECT SCORE DENGAN NIHSS, GCS, DAN LAMA DIRAWAT PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK AKUT DI RSUP SANGLAH Juniada, Putu Herry; Asih, Made Widhi; Margiani, Ni Nyoman; Eka Putra, I Wayan Gede Artawan; Martadiani, Elysanti Dwi; Mahendra Wijaya, I Gusti Agung Gede
E-Jurnal Medika Udayana Vol 11 No 10 (2022): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2022.V11.i10.P02

Abstract

Stroke adalah kondisi medis mengancam nyawa, akibat terputusnya pasokan darah ke bagian otak tertentu, bisa diakibatkan oleh pembuluh darah otak yang pecah (stroke hemoragik), maupun tersumbat (stroke non hemoragik). Stroke Non Hemoragik (SNH) membutuhkan penanganan segera dengan terapi trombolisis (IV-rtPA) dalam 3-4,5 jam pasca awitan SNH untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Salah satu metode penilaian kelayakan pasien SNH (melalui pencitraan otak) untuk menerima terapi trombolisis adalah dengan ASPECT Score. Namun IV-rtPA dan ASPECT Score masih sangat jarang diterapkan karena berbagai faktor, sehingga untuk saat ini kami memiliki gagasan untuk meneliti bagaimana korelasi ASPECT Score dengan NIHSS, GCS, dan lama dirawat pada pasien SNH akut. Harapannya dapat ikut mempromosikan ASPECT Score, agar semua stakeholder lebih akrab dengan ASPECT Score jika sudah siap dengan terapi IV-rtPA nantinya. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional prospektif. Pasien SNH yang masuk IGD RSUP Sanglah pada bulan Oktober 2021 – Januari 2022 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dipilih secara consecutive sampling sebanyak 66 sampel. Hasil pemeriksaan CT scan kepala tanpa kontras diambil dari PACS dan dilakukan penilaian ASPECT Score oleh 2 orang radiolog secara terpisah. Terdapat Interobserver Agreement penilaian ASPECT Score yang tinggi dan bermakna antara observer 1 dan 2 (r = 0,905; p = 0,00; 95% Limits of Agreement = -1,161 – 0,889). Namun ternyata tidak terdapat korelasi yang bermakna antara ASPECT Score dengan NIHSS, GCS, dan lama dirawat, yaitu dengan nilai r dan p masing-masing adalah r = -0,144, p = 0,250; r = 0,069, p = 0,584; dan r = -0,111, p = 0,375. Perlu dilakukan perbaikan design penelitian, contohnya dengan pendekatan longitudinal untuk mengakomodasi progresivitas infark, dan dengan membandingkan antara penilaian ASPECT Score melalui pemeriksaan CT scan dengan MRI (DWI) yang dikenal lebih sensitif dalam mengidentifikasi perubahan iskemik tahap awal. Kata kunci : ASPECT Score, NIHSS, GCS
HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN COVID-19 YANG BERGEJALA DI RSUP SANGLAH TAHUN 2020 Natalie, Velisia Putri; Lay, Daniel Setiawan; Sitanggang, Firman Parulian; Laksminingsih, Nyoman Srie; Martadiani, Elysanti Dwi
E-Jurnal Medika Udayana Vol 12 No 2 (2023): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2023.V12.i02.P10

Abstract

Adanya penyakit penyerta diketahui meningkatkan kerentanan pasien untuk tertular COVID-19 dan mempengaruhi tingkat keparahan seseorang yang telah terinfeksi Sars-CoV-2. Hipertensi merupakan salah satu penyakit kronis yang sudah ada sebelumnya yang dianggap meningkatkan risiko infeksi dan keparahan infeksi, karena prevalensinya pada pasien COVID-19 di Indonesia. Dua ratus dua puluh empat (224) pasien dengan gambaran radiografi pneumonia di RSUP Sanglah dari Maret 2020 sampai Desember 2020 memenuhi kriteria inklusi penelitian. Informasi tambahan yang dikumpulkan meliputi usia, jenis kelamin, tes RT-PCR COVID-19, dan riwayat hipertensi, dan semua data dianalisis menggunakan regresi linier. Dari 224 subjek, 189 (84,4%) pasien terkonfirmasi positif COVID-19 melalui tes RT-PCR. Proporsi pasien COVID-19 pria dan wanita serupa. Ditemukan proporsi lansia atau lansia tertinggi di antara seluruh pasien COVID-19 (86 pasien, 45,5%). Riwayat hipertensi ditemukan pada dua pertiga dari seluruh pasien COVID-19 (64 pasien, 33,8%), dan secara signifikan mempengaruhi pasien COVID-19 yang bergejala (p=0,013). Usia, jenis kelamin, dan hipertensi secara bersamaan memengaruhi COVID-19 (sig=.000). Pada saat penelitian ini dilakukan, sebagian besar pasien pneumonia secara radiografik disebabkan oleh infeksi Sars-CoV-2. Penelitian ini juga menemukan korelasi yang signifikan antara riwayat hipertensi dengan gejala COVID-19. Usia dan jenis kelamin tidak memiliki peran dalam menentukan kerentanan dan tingkat keparahan COVID-19. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menggambarkan penyakit kronis lainnya sebagai komorbiditas pada infeksi COVID-19 mengenai besarnya dalam menyebabkan perbedaan kerentanan dan keparahan pada pasien COVID-19.
PREVALENSI SINUSITIS MAKSILARIS DITINJAU DARI GAMBARAN RADIOLOGIS PASIEN RINITIS DI RSUP SANGLAH Jelita, Kadek Intan; Sitanggang, Firman Parulian; Martadiani, Elysanti Dwi; Ayusta, I Made Dwijaputra
E-Jurnal Medika Udayana Vol 11 No 6 (2022): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2022.V11.i06.P06

Abstract

Kondisi rinitis dapat diperburuk dengan adanya komorbiditas dengan sinusitis yang dapat juga menjadi satu istilah rinosinusitis. Sinusitis maksilaris merupakan jenis sinusitis yang paling banyak dijumpai. Saat ini, Foto Waters dan MSCT (Multisliced Computerized Tomography) Scan merupakan modalitas radiologis yang umum digunakan untuk mendiagnosis sinusitis maksilaris. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi sinusitis maksilaris pada pasien rinitis dengan menggunakan Foto Waters dan MSCT scan sebagai alat diagnosis. Pasien rinitis yang diperiksa di RSUP Sanglah dari bulan Januari 2018 hingga bulan Agustus 2019 digunakan sebagai sampel penelitian. Kemudian dilakukan pengumpulan data sekunder tentang jumlah pasien rinitis yang melakukan pemeriksaan radiologis, jenis kelamin, usia, dan gambaran radiologis yang didapatkan. Gambaran radiologis yang didata adalah penebalan mukosa, perselubungan dan air-fluid level. Dari 50 sampel pasien rinitis yang diteliti, didapatkan 17 pasien rinitis (34%) mengalami deviasi septum, dan 18 pasien (36%) mengalami hipertrofi konka. Sebanyak 16 pasien (32%) melakukan pemeriksaan radiologis, dan sebanyak 34 pasien (68%) tidak melakukan pemeriksaan radiologis. Sebanyak 13 pasien (26%) menderita sinusitis maksilaris dan 37 pasien (74%) tidak mengalami kelainan. Didapatkan juga adanya perbedaan hasil pada pasien yang melakukan kedua pemeriksaan (Foto Waters dan MSCT Scan). Sinusitis maksilaris diderita lebih banyak pada perempuan sebanyak 7 orang (53,85%) dan pada laki-laki sebanyak 6 orang (46,15%). Penderita terbanyak didapatkan pada kelompok usia 15-29 tahun sebanyak 5 pasien (38,46%). Gambaran terbanyak pada Foto Waters adalah perselubungan sebanyak 3 penderita (75%), dan pada MSCT Scan adalah penebalan mukosa sebanyak 8 penderita (80%). Terdapat 2 sampel (4%) menderita sinusitis etmoidalis dan 1 pasien (2%) menderita pansinusitis. Kata Kunci: Rinitis, Sinusitis Maksilaris, Foto Waters, MSCT Scan
Apparent Diffusion Coefficient (ADC) Value on Magnetic Resonance Imaging (MRI) in Determining Breast Cancer and Determining Breast Cancer With Locally Advanced Expansion Mahautama, I Gusti Agung Putra; Sitanggang, Firman Parulian; Martadiani, Elysanti Dwi; Widiana, I Gde Raka
Eduvest - Journal of Universal Studies Vol. 5 No. 8 (2025): Eduvest - Journal of Universal Studies
Publisher : Green Publisher Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59188/eduvest.v5i8.52064

Abstract

Breast cancer is the most common malignancy in women and a leading cause of cancer-related deaths in Indonesia. Early detection of the locally advanced stage is crucial for therapy selection and prognosis. This study evaluates the diagnostic value of the Apparent Diffusion Coefficient (ADC) from diffusion-weighted MRI (DWI) in detecting breast cancer and assessing local advancement. A retrospective design was used with 50 patients who underwent breast MRI at Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Hospital, Denpasar. ADC values were compared with histopathology for cancer confirmation and surgical reports for staging. At a cut-off of 1.088 × 10⁻³ mm²/s, ADC demonstrated excellent performance in distinguishing cancer from non-cancer (sensitivity 100%, specificity 96%, PPV 96.1%, NPV 100%, LR+ 25, LR- 0.0, accuracy 98%). However, for detecting locally advanced disease (cut-off 0.815 × 10⁻³ mm²/s), performance was lower (sensitivity 61.5%, specificity 75%, accuracy 68%). These results emphasize ADC's reliability in diagnosing breast cancer but suggest limitations in staging, highlighting the need for multimodal imaging and clinical assessment integration to improve accuracy and guide treatment decisions.