I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati
Fakultas Hukum Universitas Udayana

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Penyelesaian Sengketa Melalui Upaya Litigasi di Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Keperdataan I Ketut Tjukup; I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 4, No 2 (2018): Juli – Desember 2018
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (571.78 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v4i2.84

Abstract

Environmental dispute settlement through litigation lines is strictly regulated in Law No. 32 of 2009 on the Protection and Environmental Management. The former law pointed HIR and RBg, PERMA No. 1 2002 Event Class Action. HIR and RBg did not set a class action, strict liability, legal standing, citizen lawsuit. Rules pluralistic diffi cult as the legal basis of environmental law dispute resolution. Problematic in civil law will cause blurring of norms, conflict norms, norms vacancy, will bring the consequences of law enforcers. If the law enforcement believes the law is the law, so that the rule of law, justice, expediency, which is the purpose of the law, it is diffi cult to realize. Based on legal issues cause problems pluralistic level, the rules, while the class action always demands are not accepted on the grounds HIR, RBg not set. Based on juridical issues, sociological and philosophical issue of whether arrangements formulated civil judicial procedure in civil Environmental Law Enforcement has been inadequate. Normative legal research writing method and in qualitative analysis to obtain quality legal materials. According to Law No. 48 the Year 2009 on Judicial Power, with the principle of ius curia Novit, a judge can do rechtsvinding. The rule of law in the enforcement raises multi pluralistic interpretation.Keywords: 
DASAR HUKUM GUGATAN TERHADAP SERTIFIKAT PENGUJIAN MUTU PANGAN OLAHAN YANG DITERBITKAN BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN MELALUI PENGADILAN I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 1, No 1 (2015): Januari-Juni 2015
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (482.169 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v1i1.7

Abstract

Indonesia dalam mengakses pasar dunia telah mengadopsi hasil-hasil standar mutu dari the International Organization for Standardization (ISO) dengan memberlakukan melalui Standar Nasional Indonesia (SNI). Menurut Pasal 30 PP No. 28/2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan, SNI dapat diberlakukan secara wajib dengan mempertimbangkan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian lingkungan hidup dan/ atau pertimbangan ekonomis dengan memenuhi standar mutu pangan. Apabila tidak ada standar mutu dalam SNI, maka dapat dipergunakan standar mutu pangan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Berdasarkan Ketentuan Umum PP No 28/2004 sertifikat mutu pangan merupakan jaminan kepada masyarakat bahwa pangan yang dibeli telah memenuhi standar mutu tertentu. Dengan demikian berdasarkan PP tersebut sertifikat pengujian mutu pangan olahan yang dikeluarkan oleh Laboratorium Balai Besar POM merupakan jaminan yang menyatakan pangan olahan yang diedarkan oleh pelaku usaha sudah memenuhi kriteria tertentu dalam standar mutu pangan yang bersangkutan. Munculnya kasus-kasus pelanggaran jaminan mutu dari produk pangan olahan, seperti kasus susu yang mengandung melamin, menimbulkan permasalahan hukum tentang kekuatan mengikat laporan pengujian mutu tersebut dalam pembuktian pada tuntutan ganti rugi konsumen. Permasalahan bagi konsumen yang dirugikan, bagaimana dasar hukum gugatan terhadap pelaku usaha yang telah memiliki sertifikat laporan pengujian, apabila dituntut melalui pengadilan. Berdasarkan pada analisis bahan hukum secara deskripsi, interpretasi dan argumentasi, laporan pengujian mutu pangan olahan tersebut merupakan bukti tertulis dalam bentuk akte autentik, karena diterbitkan oleh pejabat umum dalam hal ini Kepala Badan Pengawas Obat dan makanan. Dasar hukum gugatan konsumen yang dirugikan terhadap tanggung jawab pelaku usaha, sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen adalah gugatan tanggung jawab pelaku usaha berdasarkan kesalahan dengan pembalikan beban pembuktian. Untuk produk yang cacat dan membahayakan didasarkan pada tanggung jawab mutlak (strict liability).Kata kunci: gugatan, sertifikat pengujian mutu pangan, Balai Besar Pengawas Obat dan Makan- an.
Penyelesaian Sengketa Melalui Upaya Litigasi di Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Keperdataan I Ketut Tjukup; I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 4, No 2 (2018): Juli – Desember 2018
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v4i2.84

Abstract

Environmental dispute settlement through litigation lines is strictly regulated in Law No. 32 of 2009 on the Protection and Environmental Management. The former law pointed HIR and RBg, PERMA No. 1 2002 Event Class Action. HIR and RBg did not set a class action, strict liability, legal standing, citizen lawsuit. Rules pluralistic diffi cult as the legal basis of environmental law dispute resolution. Problematic in civil law will cause blurring of norms, conflict norms, norms vacancy, will bring the consequences of law enforcers. If the law enforcement believes the law is the law, so that the rule of law, justice, expediency, which is the purpose of the law, it is diffi cult to realize. Based on legal issues cause problems pluralistic level, the rules, while the class action always demands are not accepted on the grounds HIR, RBg not set. Based on juridical issues, sociological and philosophical issue of whether arrangements formulated civil judicial procedure in civil Environmental Law Enforcement has been inadequate. Normative legal research writing method and in qualitative analysis to obtain quality legal materials. According to Law No. 48 the Year 2009 on Judicial Power, with the principle of ius curia Novit, a judge can do rechtsvinding. The rule of law in the enforcement raises multi pluralistic interpretation.Keywords: 
DASAR HUKUM GUGATAN TERHADAP SERTIFIKAT PENGUJIAN MUTU PANGAN OLAHAN YANG DITERBITKAN BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN MELALUI PENGADILAN I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 1, No 1 (2015): Januari-Juni 2015
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v1i1.7

Abstract

Indonesia dalam mengakses pasar dunia telah mengadopsi hasil-hasil standar mutu dari the International Organization for Standardization (ISO) dengan memberlakukan melalui Standar Nasional Indonesia (SNI). Menurut Pasal 30 PP No. 28/2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan, SNI dapat diberlakukan secara wajib dengan mempertimbangkan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian lingkungan hidup dan/ atau pertimbangan ekonomis dengan memenuhi standar mutu pangan. Apabila tidak ada standar mutu dalam SNI, maka dapat dipergunakan standar mutu pangan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Berdasarkan Ketentuan Umum PP No 28/2004 sertifikat mutu pangan merupakan jaminan kepada masyarakat bahwa pangan yang dibeli telah memenuhi standar mutu tertentu. Dengan demikian berdasarkan PP tersebut sertifikat pengujian mutu pangan olahan yang dikeluarkan oleh Laboratorium Balai Besar POM merupakan jaminan yang menyatakan pangan olahan yang diedarkan oleh pelaku usaha sudah memenuhi kriteria tertentu dalam standar mutu pangan yang bersangkutan. Munculnya kasus-kasus pelanggaran jaminan mutu dari produk pangan olahan, seperti kasus susu yang mengandung melamin, menimbulkan permasalahan hukum tentang kekuatan mengikat laporan pengujian mutu tersebut dalam pembuktian pada tuntutan ganti rugi konsumen. Permasalahan bagi konsumen yang dirugikan, bagaimana dasar hukum gugatan terhadap pelaku usaha yang telah memiliki sertifikat laporan pengujian, apabila dituntut melalui pengadilan. Berdasarkan pada analisis bahan hukum secara deskripsi, interpretasi dan argumentasi, laporan pengujian mutu pangan olahan tersebut merupakan bukti tertulis dalam bentuk akte autentik, karena diterbitkan oleh pejabat umum dalam hal ini Kepala Badan Pengawas Obat dan makanan. Dasar hukum gugatan konsumen yang dirugikan terhadap tanggung jawab pelaku usaha, sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen adalah gugatan tanggung jawab pelaku usaha berdasarkan kesalahan dengan pembalikan beban pembuktian. Untuk produk yang cacat dan membahayakan didasarkan pada tanggung jawab mutlak (strict liability).Kata kunci: gugatan, sertifikat pengujian mutu pangan, Balai Besar Pengawas Obat dan Makan- an.
KEDUDUKAN HUKUM KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI AKIBAT HAPUSNYA HAK ATAS TANAH YANG DIAGUNKAN Ni Putu Intan Octomy Jawita; I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 7 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (421.816 KB)

Abstract

Tujuan penelitian yaitu tentang kedudukan hukum kreditur pemegang hak tanggungan sebagai akibat hapusnya hak atas tanah yang diagunkan serta penyebab hapusnya hak atas tanah bagi kreditur pemegang hak tanggungan. Penyusunan jurnal ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif berupa pendekatan peraturan Perundang-undangan hingga tercapainya suatu kesimpulan bahwa kedudukan hukum kreditur pemegang hak tanggungan dijamin melalui ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Penyebab hapusnya hak atas tanah bagi kreditur pemegang hak tanggungan dilihat dari penyebab hapusnya hak tanggungan. The purpose of the study is about the legal status of mortgage lenders as a result of the abolition of land rights as collateral, and the cause of the disappearance of the land rights of the holders of mortgage lenders. Preparation of the journal was conducted using research methods of normative regulation Legislation approach to reaching a conclusion that the legal position of creditors, holders of mortgage guaranteed by Article 21 of Law Number 4, 1996 to about of mortgage. The cause of the disappearance of the land rights of the holders of mortgage lenders viewed from the cause of the abolition of mortgage.
Kedudukan Mediasi Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pekerja Outsourcing Di Indonesia Alvyn Chaisar Perwira Nanggala Pratama; I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 3 (2020)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.16 KB)

Abstract

ABSTRAK Dalam hubungan kerja pada suatu industri tidak menutup kemungkinan terjadi sengketa ataupun perselisihan di antara kedua belah pihak. Sebelum memasuki Pengadilan Hubungan Industrial, suatu perselisihan antara pekerja dengan pengusaha harus menjalani proses bipartit dan jika gagal maka harus menjalani proses tripartite dan jika belum mendapatkan kesepakatan antara kedua belah pihak, maka baru mendapatkan rujukan oleh Dinas Tenaga Kerja sebagai tiket masuk kedalam Pengadilan Hubungan Industrial di kabupaten/kota tempat pekerjaan dilaksakan. Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk menganalisis alternatif penyelesaian sengketa pekerja outsourcing khususnya secara mediasi. Permasalahan yang diangkat pada jurnal ini meliputi apakah Undang-Undang No 2 Tahun 2004 dapat dijadikan dasar hukum dalam penyelesaian perselisihan outsourcing serta menjelaskan kedudukan/karakteristik mediasi dalam penyelesaian perselisihan outsourcing. Metode yang digunakan dalam jurnal ini adalah metode penelitian hukum normatif. Dalam UU No 2 Tahun 2004 terdapat kekosongan norma hukum yakni Perselisihan Hubungan Industrial dikatakan sebagai perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha dengan pekerja dalam satu perusahan, kekosongan norma hukum mengenai mediasi yang disebutkan merupakan penyelesaian perselisihan industrial hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh satu mediator yang netral. Perlu diketahi bahwa terdapat kekosongan norma dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2004 di mana apabila interpretasikan hanya memfasilitasi perselisihan antara pekerja dengan dua perusahaan. Agar suatu perkara dalam perselisihan hubungan industrial dapat mencapai suatu perdamaian, dibutuhkan mediator yang berkompeten dalam melaksanakan proses mediasi sebagai penengah yang mampu menyelesaikan masalah. Kata Kunci: Mediasi, Perselisihan Hubungan Industrial, Outsourcing ABSTRACT In a work relationship of an industry does not rule out the possibility of disputes especially disputes between the two parties. Before entering the Industrial Relations Court, a dispute between the worker and company must get through a bipartite process first and if it fails then it must get through a tripartite process and if it has not yet reached an agreement between the two parties, then just get a reference by the Mediator as an entry ticket to the Industrial Relations Court at district / city where the work is carried out. The problem raised in this journal include whether Law No. 2/2004 can be used as a legal basis for resolving outsourcing disputes and clarifying the position / characteristics of mediation in resolving outsourcing disputes. The method used in this journal is the normative legal research method. In Satute No 2 year 2004 there is a norm legal vacuum in which Industrial Relations Disputes are said to be differences of opinion resulting in conflict between employers and workers in only one company, and the norm legal vacuum regarding mediation mentioned is the settlement of industrial disputes in only one company through deliberations mediated by one company neutral mediator. The purpose of writing this paper is to analyze the alternatives of dispute resolution of workers, especially in mediation. It should be noted that there are empty norm in the Statute No. 2 of 2004 which when interpreted only facilitate disputes between workers and two companies. In ordet to achieve peace in industrial dispute, a competent mediator is needed in the mediation process as an intermediary who is able to resolve the problem. Keywords: Mediation, Industrial Relation Dispute, Outsourcing.
KEKHUSUSAN PENGATURAN ENGATURAN PEMERIKSAAN DAN PEMBUKTIAN PERCERAIAN DALAM HUKUM ACARA PENGADILAN AGAMA I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati
Kertha Patrika Vol 38 No 3 (2016)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2016.v38.i03.p02

Abstract

Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Peradilan Agama.Pengaturan secara khusus dalam bidang pemeriksaan perceraian di lingkungan Pengadilan Agama adalah dalam cara mengajukan permohonan cerai talak oleh suami dan gugatan perceraian oleh isteri harus diajukan ke pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi kediaman isteri, kecuali isteri dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa ijin suami. Pemeriksaan cerai talak dan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup dan biaya perkara perceraian dibebankan kepada pemohon atau kepada penggugat.Kekhususan pembuktian dalam Hukum Acara Pengadilan Agama adalah pembuktian permohonan cerai talak, pembuktian dalam gugatan perceraian berdasarkan pada alasan salah satu pihak mendapat pidana penjara, pembuktian dalam gugatan perceraian didasarkan alasan tergugat mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami, pembuktian gugatan perceraian didasarkan alasan syiqaq, pembuktian gugatan berdasarkan alasan zinah. Untuk macam-macam perceraian yang tidak diatur pembuktiannya oleh Undang-Undang Peradilan Agama diberlakukan pembuktian dari HIR, RBG.
IMPLIKASI IDEOLOGI GENDER DALAM HUKUM ADAT BALI (STUDI DI KOTA DENPASAR) Ni Nyoman Sukerti; I Gusti Ayu Agung Ariani; I Gusti Agung Ayu Ari Krisnawati
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 5 No 4 (2016)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.128 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2016.v05.i04.p12

Abstract

Customary law is the law of life and as a guideline to behave in social life. While the government through Presidential Decree No. 9 of 2000 on Gender Pengharusutaan in National Development. In connection with these two problem are; 1). What is the meaning of the gender ideology? and 2). How the ideological implications of the customary law of Bali? This study is a socio-legal, where field data as primary data. The results of the study addressed that there are two groups; The first group's view justify Balinese customary law is sound and reflects the uniqueness of Balinese society, women are not involved in decision-making in the family, a decision was taken on the deal man. In the field of inheritance girls are not taken into account. So the first group did not reflect the views of gender ideology, while the second group's view, gave the reason that customary law is difficult to change, to change requires public awareness, awig-awig has not set things up in accordance with the development of society and legislation can be made perarem. Most respondents have not gender responsive and only a small portion gender responsive and progressive-minded. Thus gender ideology customary law is not implicated in Bali. Factors that become barriers that the legal culture of the Balinese people, the patriarchal customary law is still strong binding Balinese life. The conclusion that the meaning of gender ideology implies equality of men and women and it is not affected by the customary law of Bali, because of the legal culture of society and customary law still strong binding. Hukum adat adalah hukum kehidupan dan sebagai pedoman untuk berperilaku dalam kehidupan sosial. Sedangkan pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Kesehatan Jender dalam Pembangunan Nasional. Sehubungan dengan kedua masalah tersebut adalah; 1). Apa arti ideologi gender? Dan 2). Apa implikasi ideologis hukum adat Bali? Penelitian ini bersifat sosio-legal, dimana data lapangan sebagai data primer. Hasil penelitian menyebutkan bahwa ada dua kelompok; Pandangan kelompok pertama tentang membenarkan hukum adat Bali adalah suara dan mencerminkan keunikan Bali, wanita tidak terlibat dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga, sebuah keputusan dibuat berdasarkan kesepakatan manusia. Di bidang warisan anak perempuan tidak diperhitungkan. Jadi kelompok pertama tidak mencerminkan pandangan ideologi gender, sedangkan pandangan kelompok kedua, dengan alasan bahwa hukum adat sulit untuk berubah, untuk berubah membutuhkan kesadaran masyarakat, awig awig tidak mengatur segala sesuatu sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dan perundang-undangan bisa dibuat perarem. Sebagian besar responden belum responsif terhadap gender dan hanya sedikit yang responsif terhadap gender dan progresif. Dengan demikian ideologi gender hukum adat tidak dilibatkan di Bali. Faktor-faktor yang menghambat budaya hukum masyarakat Bali, hukum adat patriarkhi masih mengikat kehidupan masyarakat Bali yang kuat. Kesimpulan bahwa makna ideologi gender menyiratkan kesetaraan laki-laki dan perempuan dan tidak terpengaruh oleh hukum adat Bali, karena budaya hukum masyarakat dan hukum adat yang mengikat.
Sinkronisasi Pengaturan Perceraian dan Produk Pengadilan Agama Dalam Cerai Talak dan Cerai Gugat I Gusti Agung Ayu Ari Krisnawati
Kertha Patrika Vol 44 No 3 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2022.v44.i03.p.07

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk tidak terjadi disharmonisasi hukum dan mengatasi hal-hal yang berlawanan dalam norma-norma hukum, untuk kepastian hukum dari lingkup pengaturan hukum acara pengadilan agama . Metode penulisan ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan serta analisis konsep. Sumber bahan hukum meliputi bahan hukum primer serta sekunder dengan tekhnik pengumpulan bahan hukum melalui kartu sistem. Kemudian diinterprestasi secara gramatikal dan dievaluasi. Berdasarkan analisis penafsiran gramatikal, antara asas-asas perceraian dan alasan-alasannya yang bersumber pada hukum Islam dengan asas-asas dari kaidah alasan-alasan percerian yang diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 serta KHI sudah sinkron secara horizontal. Dengan analisis secara deskripsi, evaluasi dan argumentasi tidak ada sinkronisasi secara horisontal pengaturan produk pengaturan Pengadilan Agama yang menyangkut cerai talak, ikrar talak berdasarkan cerai talak maupun berdasarkan taklik talak dengan jalan khuluk yang diatur dalam UU PA dan KHI. Dalam KHI produk Pengadilan Agama berupa putusan untuk diijinkan suami mengucapkan ikrar talak dan produk pengadilan berupa penetapan, bahwa telah terjadi sidang ikrar talak. Penetapan ini merupakan bukti terjadinya perceraian. Sedangkan dalam UU Peradilan Agama produk peradilan cerai talak semuannya berupa penetapan. Bukti terjadinya perceraian berupa akte cerai. Pengadilan Agama dalam memeriksa, menyelesaikan cerai talak dan ikrar talak, produknya mengikuti pengaturan KHI.
PENEMPATAN NARAPIDANA TRANSGENDER PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN YANG DIGOLONGKAN BERDASARKAN JENIS KELAMIN Putu Dyah Pramitha Dewi; I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 8 (2022)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Penulisan jurnal ini memiliki tujuan untuk memahami lebih dalam terkait transgender serta mengetahui kedudukan transgender dari perspektif kependudukan di Indonesia serta dapat mengetahui dan menganalisis terkait penempatan bagi terpidana transgender pada lembaga pemasyarakatan. Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini yaitu metode penelitian normatif, yang menggunakan beberapa jenis pendekatan yaitu pendekatan kasus ( case approach ) serta pendekatan undang – undang ( statute approach ) yang konteks nya dilakukan dengan cara menelaah Undang – Undang yang berkaitan dengan isu hukum. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah di Indonesia sendiri belum ada pengakuan resmi mengenai transgender terutama apabila kaum transgender tersebut terlibat dengan hukum. Dalam Undang – Undang No 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang No 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, perubahan jenis kelamin dapat dilakukan dengan merujuk pada pasal 56 ayat 1 terkait pencatatan peristiwa penting lainnya yang temasuk pergantian jenis kelamin dapat dilakukan oleh pejabat yang betugas pada bagian pencatatan sipil disertai dengan permintaan dari masyarakat bersangkutan yang memiliki kepentingan, setelah munculnya penetapan dari pengadilan negeri setempat yang sudah berkekuatan hukum tetap. Kata kunci : Transgender, Narapidana, Lembaga Pemasyarakatan ABSTRACT Writing this journal has the aim of understanding more deeply about transgender and knowing the position of transgender from a population perspective in Indonesia and being able to know and analyze regarding the placement of transgender convicts in correctional institutions. The method used in writing this journal is the normative research method, which uses several types of approaches, namely the case approach and the statute approach, the context of which is carried out by examining laws related to legal issues. The results obtained from this research are that in Indonesia itself there is no official recognition of transgender people, especially if transgender people are involved with the law. In Law No. 24 of 2013 concerning Amendments to Law No. 23 of 2006 concerning Population Administration, sex changes can be made by referring to Article 56 paragraph 1 regarding the recording of other important events which include changing sex can be carried out by officials in charge in the civil registration section accompanied by a request from the community concerned who has an interest, after the emergence of a determination from the local district court that has permanent legal force. Keywords: Transgender, Convicts, Penitentiary