Su Ritohardoyo
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Analisis Komparatif Kondisi Sosial Ekonomi Transmigran Jati Bali dengan Transmigran Abenggi di Kabupaten Konawe Selatan Ariono Ariono; Hadi Sabari Yunus; Su Ritohardoyo
Majalah Geografi Indonesia Vol 23, No 2 (2009): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (124.495 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13331

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Konawe Selatan Propinsi Sulawesi Tenggara. Pengambilan sampel lokasi penelitian terdiri dari lokasi transmigrasi Jati Bali Kecamatan Ranometo dan lokasi transmigrasi Abenggi Kecamatan Landuno. Desa Jati Bali ditempati warga transmigran yang berasal dari Bali, sedangkan Desa Ahenggi berasal dari Jawa Barat. Penelitian mi bertujuan untuk (1) mengkaji kondisi sosial ekonomi transmigran Jati Bali dan Abenggi (2) mengkaji faktor-faktor yang berperan terhadap perbedaan kondisi sosial ekonomi transmigran Jati Bali dan Abenggi.Metode penelitian yang digunakan adalah survei lapangan dengan pengambilan data secara sampling serta analisis data sekunder. Penentuan sampel dilakukan secara simple random sampling. Jumlah sampel keseluruhan sebanyak 200 sampel, pada setiap desa diwakili 100 rumah tangga transmigran. Analisa dilakukan secara kualitatif dengan tabel frekuensi dan label silang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi di lokasi penelitian berbeda. Organisasi kemasyarakatan, integrasi dan kontak sosial berjalan sesuai dengan kondisi budaya masing-masing. Kecenderungan tingkat pendidikan kepala keluarga transmigran Jati Bali dengan tingkat pendidikan menengah dan tinggi (88 persen) lebih haik daripada transmigran Ahenggi (26 persen). Pendapatan rumah tangga transmigran Jati Bali berada kisaran satu sampai dua juta rupiah perbulan 47 persen, transmigran Abenggi (53 persen) hanya berpendapatan dibawah satu juta. Kualitas rumah transmigran Jati Bali 53 persen dalam kategori baik, transmigran Abenggi hanya 13 persennya. Transmigran Jati Bali 70 persen memiliki harta lebih dari empat juta rupiah, transmigran Ahenggi 52 persen hanya memiliki harta kurang dari dua juta rupiah. Transmigran Jati Bali 38 persen mengalami perluasan lahan, Abenggi mengalami pengurangan lahan menjadi kurang dari satu hektar (31 persen). Transmigran Jati Bali (81 persen) bermata pencaharian di sektor perdagangan dan jasa, transmigran Abenggi 59 persen bermata pencaharian di sektor pertanian. ABSTRACT This study took place within the WakatobiRegency Southeast Sulawesi Province. Sampling locations consisted of transmigration sites in Bali Jati Subdistrict Ranometo and transmigration sites Abenggi Landuno District. Bali Jati village occupied by citizens of transmigrants from Bali, while the Village Ahenggi come from West Java. This research aims to (1) examine the socio-economic conditions and Abenggi Balinese transmigrants Teak (2) examine the factors that contribute to differences in socio-economic conditions and Abenggi Bali Teak transmigrants. The research method used was a field survey with a sampling of data retrieval and analysis of secondary data. Determination of the samples was done by simple random sampling. The number of total samples of 200 samples, at each village represented 100 households. Conducted a qualitative analysis with cross-frequency table and labels. Results showed that socio-economic conditions in different research sites. Social organization, integration and social contacts run in accordance with their respective culture conditions. The tendency of the education level of household heads Teak Balinese transmigrants with middle and high education level (88 percent) more than transmigrants Ahenggi Haik (26 percent). Revenue from Jati Bali households in the range of one to two million rupiah per month 47 per cent, transmigrants Abenggi (53 percent) income just under one million. Quality Teak Balinese transmigrants house 53 per cent in either category, only 13 percent of transmigrants Abenggi. Teak Balinese transmigrants 70 percent have more wealth than four million, 52 percent of transmigrants Ahenggi only own property less than two million dollars. Teak Balinese transmigrants 38 percent major land expansion, land Abenggi decrease to less than one hectare (31 percent). Transmigrants Jati Bali (81 percent) livelihood in trade and services sector, 59 percent of transmigrants Abenggi livelihood in the agricultural sector. 
Keanekaragaman dan Pola Komunitas Hutan Mangrove di Andai Kabupaten Manokwari Onasius Pieter Matan; Djoko Marsono; Su Ritohardoyo
Majalah Geografi Indonesia Vol 24, No 1 (2010): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1304.964 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13340

Abstract

ABSTRAK Dalam upaya mempertahankan kelestarian hutan mangrove, informasi tentang potensi sumberdaya mangrove sangat diperlukan sebagai data dasar bagi perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan  hutan  mangrove.  Penelitian  ini  bertujuan  untuk  mengetahui  komposisi  jenis, keanekaragaman dan pola komunitas di hutan mangrove Andai, Kabupaten Manokwari. Areal  penelitian dibagi menjadi 2 bagian oleh sungai Andai, dimana bagian pertama terdiri dari 6 releve dan bagian kedua 7 releve.   Pada setiap releve dibuat petak pengamatan untuk tingkat semai, pancang dan pohon.  Data yang dicatat meliputi jenis, jumlah, diameter, tinggi, serta data parameter lingkungan. Data dianalisis dengan menghitung indeks nilai penting, menentukan pola pengelompokkan komunitas dengan metode ordinasi 2 dimensi, dan menghitung nilai indeks keanekaragaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi jenis pada tingkat semai terdiri dari 31 jenis mangrove (19 jenis mangrove sejati, 12 jenis mangrove ikutan). Tingkat   pancang terdiri dari  29 jenis mangrove (18 jenis mangrove sejati, 11 jenis mangrove ikutan). Tingkat pohon terdiri dari 30 jenis mangrove (20 jenis mangrove sejati dan 10 jenis mangrove ikutan). Mangrove sejati meliputi 7 family. Sedangkan mangrove ikutan meliputi 13 family.  Dominasi jenis mangrove pada tingkat semai yaitu Bruguiera parviflora (INP=481.71), pada tingkat pancang  didominasi  jenis  Rhizophora  apiculata  (INP  =  903.27)  dan  pada  tingkat  pohon didominasi oleh jenis Rhizophora apiculata (INP=664.91).  Pola pengelompokkan komunitaspada  tingkat  semai,  pancang  dan  pohon  terbagi  menjadi  3  (Tiga)  kelompok  komunitas. Sedangkan faktor lingkungan yang memiliki hubungan signifikan dengan pola pengelompokkan komunitas di tingkat semai, pancang   dan pohon pada masing-masing releve adalah tekstur tanah (lempung, debu, pasir), salinitas tanah dan air, pH tanah, bahan organik, P tersedia, K tersedia dan Ca. Nilai indeks keanekaragaman menunjukkan bahwa  nilai terendah terdapat pada releve 2 sedangkan nilai tertinggi ada pada releve 3.   Namun secara keseluruhan nilai indeks keanekaragaman sedang  untuk setiap  tingkatan  pertumbuhan pada semua releve.  Nilai tersebut menunjukkan bahwa  perkembangan ekosistem  pada hutan mangrove Andai tergolong sedang. ABSTRACT In an effort to maintain the sustainability of mangrove forests, information about the potential  of  mangrove  resources  are  needed  as  basic  data  for  management  planning  and utilization of mangrove forests. This study aims to determine species composition, diversity and community patterns in mangrove forest, the Regency of Manokwari. Research area is divided into 2 parts by the river, where the first part consists of  6 releve and the second part 7 releve. In each releve plot observations made for the level of seedlings, saplings  and  trees.  The  data  recorded  includes  species,  number,  diameter,  height,  and environmental  parameters  data.  Data  were  analyzed  by  calculating  the  index  key  value, determine the pattern of community grouping with a 2-dimensional ordination methods, and calculate the value of diversity index. The results showed that the composition of species at the seedling level consists of 31  species  of  mangrove  (19  true  mangrove  species,  12  species  of  mangrove  follow-up). Saplings level consists of 29 species of mangrove (18 true mangrove species, 11 species of mangrove follow-up). Tree level consists of 30 species of mangrove (20 true mangrove species and 10 mangrove species follow-up). True mangrove cover 7 family. While mangrove follow-up includes 13 family. Dominance of mangrove seedlings at the level of Bruguiera parviflora (IVI = 481.71), at the saplings level Rhizophora apiculata dominated (IVI = 903.27) and at the tree level dominated by Rhizophora apiculata (IVI = 664.91). Community grouping pattern at the level of seedlings, saplings and trees were divided into 3 (three) groups of the community. While environmental factors have a significant relationship with patterns of community-level grouping of seedlings, saplings and trees in each releve was the soil texture (clay, dust, sand), soil and water salinity, soil pH, organic matter, available P, K is available and Ca. Diversity index value indicates that the lowest values found in releve 2 while the highest value on releve 3. But overall diversity index values are for each level of growth in all releve. Value  indicates  that  the  development  of  the  mangrove  forest  ecosystem  classified  at  the medium.
Kajian Potensi Air Rawa dan Kearifan Lokal sebagai Dasar Pengelolaan Air Rawa Yomoth sebagai Sumber Air Bersih di Distrik Agats Kabupaten Asmat Provinsi Papua Yoseph Kamun; Su Ritohardoyo; Langgeng Wahyu Santosa
Majalah Geografi Indonesia Vol 24, No 2 (2010): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.094 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13354

Abstract

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji kebutuhan air bersih penduduk dan sumber- sumber air bersih di daerah penelitian, (2) mengkaji karasteristik potensi air rawa Yomoth sebagai sumber air bersih dan (3) menyusun kerangka dasar pengelolaan air rawa Yomoth sebagai sumber air bersih yang berbasis kearifan lokal. Metode penelian adalah survey, dengan data diperoleh dan wawancara terhadap koresponden yang di tentukan secara purposive sampling. Data di analisis secara deskriptip kuantitatif untuk mendapatkan gambaran tentang jumlah angka dan pembahasan objek kesimpulan secara keruangan (spasial).Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kebutuhan air bersih di Kota Agats Kabupaten Asmat berdasarkan sampel 30 KK yang diperoleh adalah sebesar rata-rata 60 ltr3/hari maka total kebutuhan air 92.46 ltr3/hari dengan jumlah penduduk Kota Agats 1541 orang. Maka kebutuhan air bersih pada 5 tahun mendatang adalah 14736 ltr dengan tingkat penduduk 1615 orang, pada 10 tahun mendatang adalah 31171 ltr dengan tingkat penduduk 1708 orang, pada 15 tahun mendatang adalah 49411 ltrdengan tingkat penduduk 1805 orang, pada 20 tahun mendatang adalah 69058 ltr dengan tinkat penduduk 1892 orang dan pada 25 tahun medatang adalah 88147 ltr dengan tingkat penduduk 1932 orang. (2) Air rawa Yomoth sebagai sumber air bersih mempunyai kapasitas daya dukung 2.302.140 m dengan kualitas baik untuk dikelola sebagai sumber cadangan air bersih, walaupun terdapat pembatas berupa sifat fisik air rawa, kandungan unsur kimia dan biologisnya.(3) Upaya pengelolaan air rawa Yomoth dilakukan dengan cara perlindungan, penyelamatan dan pelestarian terhadap hutan dan sumberdaya air rawa, dengan melakukan tindakan perlindungan kearifan lokal dan peraturan daerah sebagai suatu dasar hukum dalam pengambilan kebijakan dan keputusan. Mengingat secara arif telah melalui perlindungan dan pengelolaan air rawa Yomoth dengan cara selalu di hindari dari pencemaran dan pengerusakan sehingga dapat di manfaatka secara bersama-sama. Pemilik dusun dan hak ulayat orang suku Asmat kampung Yepem dan pemerintah kampung Yepem dan masyarakat adat tidak mengijinkan orang dari luar kampong masuk ke dalam dusun, hutan dan rawa mereka untuk mengambil hasil dan mengeksplorasi sumberdaya alam yang ada di tempat mereka.ABSTRACT The goals of this research were to (1) investigate need of population clean water and clean water sources in research area; (2) investigate characteristics of swamp water potential of Yomoth as clean water sources; and (3) arrange basic framework of swamp water management of Yomoth as clean water sources based on local wisdom. Method of research was survey, where data were collected and interview with respondents was conducted by purposive sampling. The data were analyzed descriptively- quantitatively to gain illustration on amount of numbers and conclusion objects were discussed spatially. Results of research indicated that (1) need of clean water in City of Agats, Regency of Asmat based on obtainable samples of 30 households were average 60 lt/day, total need of water of 92.46 lt/day with total population of Agats City of 1541 persons. So, need of clean water in future 5 years would be 14736 lt3 with population rate of 1615 persons; in future 10 years, it would be 31171 lt3 with population rate of 1708 persons; in future 15 years, it would be 49411 lt3 with population rate of 1805 persons; in future 20 years, it would be 69058 lt3 with population rate of 1892 persons; and in future 25 years, it would be 88147 lt3 with population rate of 1932 persons. (2) swamp water of Yomoth as clean water source had supportive force capacity of 2,302,140 m3 with good capacity to manage as clean water reserve source, although there were limits, physical characteristic of swamp water, chemical and biological element contents. (3) Effort of Yomoth swamp water management was made by protection, saving, and preservation of forest and swamp water resources, taking action of local wisdom protection and local law as legal basis in policy and decision making. It was considered that the swamp water of Yomoth was managed and protected wisely by continuously avoiding pollution and damage as to be used together. Village owner and community rights of Asmat ethnic persons of Yepem village and the government of Yepem village and traditional society did not allow persons outside village to enter the village, their forest and swamp to take products and explore natural resources existing in their location. Tujuanpenelitianiniadalah (1) mengkajikebutuhanairbersihpenduduk dansumber- sumber air bersih di daerah penelitian, (2) mengkaji  karasteristik  potensi  air  rawa Yomoth sebagaisumberairbersihdan(3)menyusun  kerangkadasarpengelolaan airrawaYomoth sebagaisumberair bersihyangberbasiskearifanlokal. Metode penelian adalah survey, dengan data diperoleh dan wawancara terhadap koresponden  yangditentukan  secarapurposive  sampling.  Datadianalisis  secara  deskriptip kuantitatif untuk mendapatkan gambaran tentang jumlah angka dan   pembahasan  objek kesimpulansecarakeruangan(spasial).Hasilpenelitianmenunjukkanbahwa:(1)KebutuhanairbersihdiKotaAgatsKabupaten Asmatberdasarkansampel30KKyangdiperolehadalahsebesarrata-rata60ltr/harimakatotal kebutuhanair92.46ltr3/haridenganjumlah pendudukKotaAgats1541orang.Makakebutuhan airbersihpada5tahunmendatangadalah14736ltr3dengantingkatpenduduk1615orang,pada 10tahunmendatang  adalah31171ltr3  dengantingkatpenduduk1708orang,pada15tahun mendatangadalah49411ltr3  dengantingkatpenduduk1805orang,pada20tahunmendatang adalah69058ltr3dengantinkatpenduduk1892orangdanpada25tahunmedatangadalah88147 ltr3   dengan  tingkat  penduduk  1932  orang.  (2)  Air  rawa  Yomoth  sebagai  sumber  air  bersih mempunyaikapasitasdayadukung2.302.140m3 dengankualitasbaikuntukdikelolasebagai sumbercadanganairbersih,walaupunterdapatpembatasberupasifatfisikairrawa,kandungan unsurkimiadanbiologisnya.(3)UpayapengelolaanairrawaYomothdilakukandengancara perlindungan,penyelamatandanpelestarianterhadaphutandansumberdayaairrawa,dengan melakukan  tindakan  perlindungan  kearifan  lokal  dan  peraturan  daerah  sebagai  suatu  dasar hukum dalam pengambilan kebijakan dan keputusan.Mengingat secara ariftelah  melalui
Peran Masyarakat dan Pemerintah dalam Pengelolaan Air Limbah Domestik di Wilayah Ternate Tengah Muhammad Agus Umar; Muhammad Baiquni; Su Ritohardoyo
Majalah Geografi Indonesia Vol 25, No 1 (2011): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (92.337 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13360

Abstract

ABSTRAK Air limbah domestik merupakan cairan buangan dari rumah tangga, maupun tempat-tempat umum lain yang mengandung bahan–bahan yang dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup serta mengganggu kelestarian lingkungan. Pegelolaan awal terhadap air limbah yang dilakukan sebelum dibuang ke lingkungan merupakan suatu tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengkaji tentang  peran pemerintah dan sistem pengelolaan air limbah domestik yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Ternate, 2) Mengkaji peran masyarakat dalam  pengelolaan air limbah domestik, 3) Mengkaji faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pengelolaan air limbah domestik, 4) Menyusun alternatif strategi yang dapat dijadikan solusi dalam pengelolaan air limbah domestik di Kota Ternate. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dan pengamatan langsung di lapangan. Penelitain ini dilakukan di beberapa lokasi di wilayah Kecamatan Ternate Tengah, yaitu Kelurahan Maliaro, Kelurahan Stadion, Kelurahan Gamalama dan Kelurahan Makassar Timur. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik proportional random sampling. Analisis data dilakukan dengan analisis statistik deskriptif menggunakan tabulasi silang. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa sistem pengelolaan air limbah domestik yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah saat ini yaitu mengalirkan air limbah domestik melalui jaringan drainase dengan memanfaatkan kemiringan lereng daerah setempat dan akhirnya dibuang ke badan air terdekat. Tingkat peran pemerintah dalam mengelola air limbah domestik tergolong rendah. Tingkat peran masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestik untuk jenis balck water  tergolong tinggi, namun air limbah jenis grey water tergolong rendah. Faktor-faktor yang menjadi kendala di antaranya yaitu : 1) Belum adanya lembaga pemerintah yang secara khusus bertugas untuk mengelola air limbah domestik, 2) Pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang dampak air limbah masih rendah,  3) Keterbatasan lahan dan dana, 4) Belum adanya peraturan daerah yang mengatur tentang pengelolaan air limbah domestik.  ABSTRACT Domestic wastewater is liquid discharges from households, as well as other public places that contain ingredients that can harm living beings and interfere with environmental sustainability. Pegelolaan beginning of the wastewater is done before discharge to the environment is an act that can be done to preserve the environment. This study aims to: 1) Review of the role of government and a system of domestic waste water management has been done by the government of Ternate, 2) Assessing the role of communities in the management of domestic waste water, 3) Assessing the factors that become obstacles in the management of domestic waste water , 4) Develop an alternative strategy that can be used as a solution in the management of domestic waste water in the city of Ternate. The method used is survey and direct observation in the field. Of the research conducted at several locations in the District of Central Ternate, namely Maliaro Village, Village Stadium, Village Gamalama and Village East Makassar. The sampling is done by proportional random sampling technique. Data was analyzed using descriptive statistical analysis using cross tabulation. Based on the research that has been done, it is known that domestic waste water management system that has been carried out by local governments today is domestic waste water flow through the drainage network by utilizing the slope of the local area and eventually discharged into the nearest water body. The level of government's role in managing domestic waste water is low. The level of the community's role in the management of domestic waste water to the type of balck water is high, but the types of gray water waste water is low. Factors that constrain among them are: 1) The absence of a government agency specifically tasked with managing domestic waste water, 2) understanding and awareness of the impact of waste water is low, 3) Limited land and funds, 4) Absence regional regulations governing the management of domestic waste water.
Kajian Ekologi Bentanglahan dan Persepsi Masyarakat terhadap Rencana Eksplorasi Panas Bumi Agie S. Gizawi; Su Ritohardoyo; Eko Haryono Haryono
Majalah Geografi Indonesia Vol 31, No 1 (2017): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.237 KB) | DOI: 10.22146/mgi.24223

Abstract

ABSTRAKPenelitian bertujuan untuk mengkaji perubahan ekologi bentanglahan dan kondisi sosial masyarakat (pengetahuan, persepsi, tingkat penerimaan) serta merumuskan strategi pengelolaan lingkungan mengenai rencana dan dampak lingkungan dari eksplorasi panas bumi WKP Gunung Ciremai. Kajian perubahan ekologi bentanglahan dianalisis dengan metode Spatial Landscape Impact Assesment (SLIA) dan kajian kondisi sosial masyarakat dilakukan dengan pengambilan data kuisioner serta depth interview. Strategi pengelolaan lingkungan dirumuskan dengan pendekatan Pressure-State-Response (PSR). Hasil penelitian biofisik merujuk pada tiga aspek bentanglahan yakni area permukaan, reduksi kawasan lingkungan penting dan fragmentasi. Area permukaan yang diprediksi akan berubah seluas 42.060 m2 dan 0,05549 km2 kawasan lingkungan penting yang didominasi oleh kebun campur akan tereduksi. Sedangkan fragmentasi yang akan terjadi mengakibatkan perubahan struktur bentanglahan karena terjadinya penambahan jumlah patch dan koridor. Kondisi sosial masyarakat menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang rencana dan dampak eksplorasi panas bumi terhadap lingkungan. Masyarakat memiliki persepsi yang negatif terhadap rencana eksplorasi panas bumi sehingga 74% responden menyatakan menolak rencana eksplorasi panas bumi. Strategi pengelolaan lingkungan dianjurkan untuk dititikberatkan pada upaya subsitusi jasa ekosistem yang hilang akibat eksplorasi dan sosialisasi rencana intensif pada masyarakat. ABSTRACTThe main purpose of this study is to assess the ecological landscape change in Mount Ciremai geothermal powerplant site and to examine public’s knowledge, perception and social acceptance about geothermal powerplant exploration and its environmental impact. Also this study aims to  formulate environmental management strategies based on the study of the landscape ecology and public perception about plan for geothermal exploration. This research was conducted in the Pajambon Village and Cisantana Village, Kuningan Regency. Ecological landscape change is analyzed by Spatial Landscape Impact Assesment (SLIA) and the social study was conducted using questionnaire approach and depth interview. Environmental management strategy was formulated using Pressure-State-Response (PSR) method. The results of ecological landscape change observed in three aspects: surface areas, reduction of environmentally important areas and landscape fragmentation. Geothermal exploration will transform the surface areas about 42,060 m2 and Mixed garden as environmentally important areas will be reducted by geothermal exploration about 0,05549 km2. While fragmentation will occur resulting in changes in the structure of the landscape due to the additional number of patches and corridors. Social conditions indicate that the majority of people lack of knowlodge of the geothermal exploration plans and the impact on environment. Public also have a negative perception of the geothermal exploration plan and that the public has a very low acceptance rate. It is shown from more than 74% respondent’s stated that they refuse the plan of the geothermal exploration in this area. To that end, responses reflect a considerable lack of public information on the subject. Environmental management strategy will be focused on the substitution of ecological/ ecosystem services loss because of the exploration and intensify of plan’s infomation to public.