Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Politik Hukum Terhadap Kedudukan Dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Ilham Hidayat Azis; Anshori Ilyas; Zulkifli Aspan
Jurnal Sosio Sains Vol 8 No 2 (2022): Jurnal Sosio Sains
Publisher : Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL DIKTI) IX Sulawesi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37541/sosiosains.v8i2.793

Abstract

The research objectives to analyze the Authority of the Corruption Eradication Commission after the enactment of Law No. 19 of 2019. This research was conducted using doctrinal legal research methods or normative legal research. The results of the study show that: 1) The authority of the Corruption Eradication Commission (KPK) after the promulgation of Law no. 19 of 2019 concerning the Second Amendment to Law No. 30 of 2002 concerning the Corruption Eradication Commission, with the stipulation of a Supervisory Board within the KPK Institution which has considerable authority, namely supervisory authority and also added authority to carry out the KPK's authority. The position of the Corruption Eradication Commission (KPK) after the enactment of Law no. 19 of 2019 concerning the Second Amendment to Law No. 30 of 2002 concerning the Commission for the Eradication of Criminal Acts of Corruption, he emphasized in Article 3 that the KPK Institution is a State Institution within the executive clump, and also the addition of a Supervisory Board within the KPK Institution whose members are appointed directly by the President and can also be dismissed during their term of office by the President The Republic of Indonesia, with considerable authority, namely in terms of wiretapping, searches and/or confiscations carried out by the KPK must first obtain permission from the Supervisory Board. Tujaun penelitian menganalisis Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi pasca pemberlakuan UU No 19 Tahun 2019. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum doktrinal atau penelitian hukum normative (normative legal research). Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah diundangkannya UU No. 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan diaturnya Dewan Pengawas Dalam Lembaga KPK yang memiliki kewenangan yang cukup besar yaitu kewenangan pengawasan dan juga ditambahkannya kewenangan dalam melaksanakan kewenangan KPK. Kedudukan Komisi pemberantasan Tindak pidana Korupsi (KPK) pasca berlakunya UU No. 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan tindak Pidana Korupsi, dengan ditegaskannya dalam Pasal 3 bahwa Lembaga KPK adalah Lembaga Negara yang ada dalam rumpun eksekutif, dan juga ditambahkannya Dewan Pengawas Dalam Lembaga KPK yang anggotanya diangkat langsung oleh Presiden dan juga dapat diberhentikan dalam masa jabtannya oleh Presiden Republik Indonesia, dengan kewenangan yang cukup besar yaitu dalam hal penyadapan, Pengeledahan dan/atau Penyitaan yang dilakukan oleh KPK harus terlebih deahulu dapat izin dari Dewan Pengawas
Pembinaan Kesadaran Hukum bagi Anak dan Remaja Mustafa Bola; Muhammad Ashri; Zulkifli Aspan; Muh. Ilham Arisaputra; Romi Librayanto; Eka Merdekawati Djafar; Dian Utami Mas Bakar
Perspektif Hukum VOLUME 16 ISSUE 2
Publisher : Faculty of Law Hang Tuah University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/ph.v16i2.55

Abstract

The Act No. 23 of 2003 on Children Protection obligates the state and government to ensure children protection, maintenance, and welfare. A child who obtains criminal sentence has been protected by the government based on the Act No. 12 of 1995 on Children Immurement. The Act pays attention to their interests in order to not eliminate the child's future. The children criminal sanction is given as a process of building children awareness to understand the better future. A form of the government protection to children is legislation on children welfare, juvenile justice, human rights, children immurement, and children protection. The children and adolescents committing the criminal acts are very serious issues to immediately overcome by the concerned parties i.e. the parents, police, and teachers that have many direct contact with children and adolescents. The police are expected to take action against any perpetrators of crimes, including those committed by children and adolescents. Meanwhile, the parents and the teachers are expected to give serious guidance in order that they are able to be the pride of, not the ‘dregs of society’.
TINJAUAN YURIDIS IZIN REKLAMASI PANTAI MAKASSAR DALAM MEGA PROYEK CENTRE POINT OF INDONESIA Zulkifli Aspan
Bina Hukum Lingkungan Vol 1, No 2 (2017): BINA HUKUM LINGKUNGAN
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (321.278 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v1i2.22

Abstract

ABSTRAKMega poyek Centre Point of Indonesia (CPI) seluas 157 Ha yang berdiri di atas lahan negara di kawasan pesisir Makassar dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel bersama PT Yasmin Bumi Asri dan PT Ciputra Tbk sebagai investor. Izin reklamasi digugat oleh koalisi masyarakat sipil yang mengatasnamanakan “Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP) Makassar”. Koalisi ASP  menggugat karena reklamasi dipandang menyalahi ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Perpres No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Permen Kelautan dan Perikanan No 17 tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Reklamasi. Gugatan ini didukung hasil kajian ASP bahwa 60% terumbu karang di wilayah pesisir kota makassar telah rusak. Alokasi ruang reklamasi yang nantinya akan dilaksanakan dalam sebuah proyek besar reklamasi akan menambah parah presentasi kerusakan terumbu karang. Selain itu, reklamasi juga semakin memperparah pencemaran air laut di sekitar pantai Losari, Makassar.Kata Kunci: Reklamasi, Lingkungan Hidup, CPI.ABSTRACTMega poyek Center Point of Indonesia (CPI) of 157 Ha which stands on state land in coastal area of Makassar is done by Provincial Government (Provincial) of South Sulawesi with PT Yasmin Bumi Asri and PT Ciputra Tbk as investor. The reclamation permit was sued by a civil society coalition that ceded the "Alliance for Coastal Save (ASP) Makassar". The ASP coalition is suing because reclamation is deemed to violate the provisions in Law no. 32 Year 2009 on the Environment, PP. 27 of 2012 on Environmental Permit, Presidential Regulation no. 122 Year 2012 on Reclamation in Coastal Areas and Small Islands, and Candidates of Marine and Fisheries No. 17 of 2013 on Guidelines for Reclamation Licensing. The lawsuit is supported by the ASP study that 60% of the coral reefs in the coastal areas of Makassar have been damaged. The allocation of reclamation space that will be carried out in a large reclamation project will add to the severe presentation of coral damage. In addition, reclamation is also increasingly aggravating sea water pollution around the coast of Losari, Makassar.Keyword: Reclamation, Environment, CPI 
Konstitusionalisasi Tanggung Jawab Negara Terhadap Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Zulkifli Aspan
Amanna Gappa VOLUME 30 NOMOR 2, 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perlindungan terhadap lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak konstitusional warga negara, namun pada praktiknya, belum dapat mengatasi permasalahan dan kerusakan lingkungan yang terjadi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi bisa disebabkan karena penegakan hukum yang masih lemah untuk para pihak yang melakukan kerusakan lingkungan, kesadaran masyarakat yang masih kurang untuk dapat menjaga lingkungannya, sanksi yang dikenakan belum dapat menimbulkan efek jera, atau terdapat kelemahan dalam peraturan perundang-undangannya. Pengaturan norma lingkungan hidup dalam konstitusi perlu dikuatkan dengan meningkatkan derajat norma lingkungan hidup dalam bagian tersendiri dalam konstitusi.
Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Makassar pada Pembentukan Peraturan Daerah Responsif Ismail Ismail; Andi Pangerang Moenta; Zulkifli Aspan
SASI Vol 27, No 3 (2021): Volume 27 Nomor 3, Juli - September 2021
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47268/sasi.v27i3.518

Abstract

This research aims to identify and analyze the implementation of the function of The Assembly at Makassar City Regional in the formatting of responsive regional regulation. The type of research used is socio-juridical with sociological juridical, statutory and conceptual approach. The results show that the The Assembly at Makassar City Regional is still less responsive to formatting regional regulations, because it is not selective in choosing the people's wishes and lacks polite politics in formatting of regional regulations which has the implication of producing less responsive regional regulations, especially regarding the setting of distances in measurement between traditional markets and/or modern markets.
TINJAUAN YURIDIS IZIN REKLAMASI PANTAI MAKASSAR DALAM MEGA PROYEK CENTRE POINT OF INDONESIA Zulkifli Aspan
Bina Hukum Lingkungan Vol. 1 No. 2 (2017): Bina Hukum Lingkungan, Volume 1, Nomor 2, April 2017
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (311.085 KB)

Abstract

Mega proyek Centre Point of Indonesia (CPI) seluas 157 Ha yang berdiri di atas lahan Negara di kawasan pesisir Makassar dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan bersama PT Yasmin Bumi Asri dan PT Ciputra Tbk sebagai investor. Izin reklamasi digugat oleh koalisi masyarakat sipil yang mengatasnamakan “Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP) Makassar”. Koalisi ASP menggugat karena reklamasi dipandang menyalahi ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Perpres No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Permen Kelautan dan Perikanan No 17 tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Reklamasi. Gugatan ini didukung hasil kajian ASP bahwa 60% terumbu karang di wilayah pesisir kota Makassar telah rusak. Alokasi ruang reklamasi yang nantinya akan dilaksanakan dalam sebuah proyek besar reklamasi akan menambah parah presentasi kerusakan terumbu karang. Selain itu, reklamasi juga semakin memperparah pencemaran air laut di sekitar pantai Losari, Makassar.