Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PELAKSANAAN E-COURT DALAM PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI KOTA MAKASSAR Karini Rivayanti Madellu; Hamzah Halim; Hasbir Paserangi
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 9, No 1 (2022): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (454.53 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v9i1.531-547

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang Bagaimana Pelaksanaan E-Court dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Makassar. Tipe Penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research) penelitian untuk menguji suatu norma atau ketentuan yang berlaku. Juga dapat dikatakan sebagai penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Penelitian hukum doktrinal. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan konseptual.Berdasarkan apa yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut Pelaksanaan e-court dalam penanganan perkara perdata di Pengadilan Negeri Kota Makassar sudah dapat  berkontribusi dalam  mewujudkan  efisiensi  dan  efektivitas  dalam peradilan, khususnya efisiensi waktu dan biaya yang dikeluarkan oleh pencari keadilan. Untuk saat ini pengguna e-Courtlebih banyak dari kalangan advokat, sedangkan untuk pencari keadilan yang mendaftarkan sendiri secara langsung perkaranya melalui e-court masih sangat kurang. Pelaksanaan persidangan secara elektronik hanya dilakukan pada tahapan jawab menjawab, panggilan, dan pembacaan putusan, sedangkan untuk proses pembuktian tetap dilakukan secara langsung.
Penegakan Hukum Terhadap Notaris dalam Melaksanakan Tugas Jabatan Ince Haerisa Rifai; Abdul Razak; Hamzah Halim
Pagaruyuang Law Journal Volume 4 Nomor 2, Januari 2021
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31869/plj.v4i2.2469

Abstract

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tujuan dari dihidupkannya frasa “dengan persetujuan” dan rasiolegis dari Pasal 66 ayat (1) UUJN-P. Penelitian ini adalah penulisan hukum normatif dan didukung oleh data primer berupa undang-undang dan peraturan hukum lainnya serta data sekunder berupa wawancara dan data pendukung lainnya. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan undang-undang (statute approach). Pengumpulan bahan dilakukan dengan wawancara terstruktur dan analisa bahan penelitian dengan metode analisis preskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa rasiolegis (tujuan) dari lahirnya Pasal 66 ayat (1) UUJN-P adalah untuk melindungi hak ingkar notaris sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 16 ayat 1 huruf f UUJN, Pasal 66 ayat (1) UUJN memang sudah melindungi hak ingkar notaris tetapi Pasal 66 ayat (1) UUJN-P menyempurnakan hak ingkar tersebut dengan membentuk lembaga Majelis Kehormatan Notaris (MKN). MKN merupakan peralihan tugas dari MPD sebagai lembaga yang memberikan persetujuan/penolakan terhadap permohonan yang diajukan oleh penyidik, penuntut umum atau hakim, hanya MKN lebih rinci diatur oleh Permenkumham sehingga memiliki kepastian hukum. Lembaga MKN ini dibentuk untuk mengurangi beban tugas dari MPD yang banyak sehingga MPD hanya berfokus pada pemeriksaan berjangka notaris.
IMPLIKASI HUKUM PENGATURAN SUMBER DAYA AIR PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 85/PUU-XI/2013 Andi Aswar; A. M. Yunus Wahid; Hamzah Halim
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 6, No 1 (2022): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v6i1.6758

Abstract

Pengaturan sumber daya air awalnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan Oleh karena konten undang-undang tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Maka diterbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber daya Air Hadirnya UU 7/2004 ini malah memberikan citra buruk terhadap pengaturan sumber daya air di Indonesia. MK melalui Putusan Nomor 85/PUU/XI/2013 kemudian membatalkan UU 7/2004 dan menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Namun perlu digaris bawahi bahwa pembatalan tersebut tidak serta merta ikut membatalkan peraturan pelaksana dari UU 7/2004 yang memiliki konsekuensi logis menghidupkan kembali undang-undang lama yang usang dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karena mencegah terjadinya kekosongan hukum dibidang sumber daya air. Hal ini berakibat pada sistem pengelolaan sumber daya air yang juga ikut berubah. Atas dasar inilah penulis kemudian mengajukan rencana penelitian yang akan mengkaji Implikasi Hukum Pengaturan Sumber Daya Air Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah  metode penelitian normatif. pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan undang-undang pendekatan kasus pendekatan histori pendekatan komparatif dan pendekatan konseptual. Terhadap pengaturan SDA, Implikasi pembatalan UU 7/2004 maka dikembalikan ke UU 11/1974 sampai dibentuk UU terbaru yang mengatur SDA. Lalu, dibentuk UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air untuk mengganti UU 11/1974 yang tidak sesuai dengan konteks zaman.
Perempuan dan Politik: Menakar Kebijakan Affirmative Action dalam Sistem Kepartaian Aziza Aulya; Andi Pangerang Moenta; Hamzah Halim
Amanna Gappa VOLUME 30 NOMOR 2, 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/ag.v30i2.24214

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menakar kebijakan affirmative action dalam sistem kepartaian. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris yaitu penelitian tentang bekerjanya hukum (law in action) di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kebijakan afirmasi yang ditegaskan dalam sistem kepartaian di Indonesia belum sepenuhnya dilaksanakan oleh internal partai politik. Hal ini terbukti dalam beberapa partai politik diantaranya Golkar, PKS, PAN, Demokrat, dan Nasdem yang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga belum tertuang pasal yang mengatur kuota 30% keterwakilan perempuan. Maka dapat dipastikan bahwa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga tersebut cacat dan jika Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga tersebut diuji dalam konteks Undang-Undang Partai Politik, maka dapat dipastikan partai tersebut melanggar. Affirmative action telah diatur dalam ketentuan nasional. Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilihan Umum. Namun pada tataran praktis, kebijakan tersebut belum memberikan kepastian, kemanfaatan dan keadilan.