Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENGGUNAAN CUPRI SULFAT (CuSO4) UNTUK PENGENDALIAN INFEKSI LINTAH LAUT (Zeylanicobdella arugamensis) PADA IKAN KERAPU HIBRIDA CANTANG (Epinephelus fuscogutattus x E. lanceolatus) Ketut Mahardika; Indah Mastuti; Suko Ismi; Zafran .
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol 5, No 3 (2021): JFMR VOL 5 NO.3
Publisher : JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2021.005.03.17

Abstract

Bahan kimia sering digunakan sebagai desinfektan untuk pengendalian infeksi parasit, bakteri dan jamur pada ikan budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis  cupri sulfat (CuSO4) yang efektif terhadap infeksi lintah laut (Zeylanicobdella arugamensis) pada ikan kerapu hibrida cantang (Epinephelus fuscogutattus x E. lanceolatus). Ikan kerapu hibrida cantang (panjang total 11,9±0,83 cm, dan berat 26,43±6,70 g) diinfeksikan dengan lintah laut melalui metode kohabitasi selama 1 bulan. Masing-masing sebanyak 10 ekor ikan sakit direndam dengan larutan CuSO4 dalam air laut dengan dosis 0, 25, 50, 75, 100 dan 150 ppm. Sebanyak 10 ekor ikan lainnya direndam dalam air tawar sebagai pembanding. Perendaman dilakukan selama 30 dan 60 menit dalam bak plastik dengan volume air 10 liter yang dilengkapi dengan aerasi. Masing-masing perlakuan menggunakan dua  buah bak plastik dengan 5 ekor ikan sakit/bak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CuSO4 dosis 100 dan 150 ppm mampu melepaskan dan membunuh lintah laut yang menginfeksi ikan kerapu hibrida cantang dengan prevalensi 30% dan intensitas mencapai 0,40±0,73-0,30±0,50 setelah perendaman selama 30 menit. Prevalensi dan intensitas tersebut menurun hingga 0% setelah perendaman selama 60 menit.  Prevalensi dan intensitas lintah laut dengan perendaman CuSO4 dosis 100-150 ppm lebih kecil dibandingkan dengan perendaman CuSO4 dosis 25-75 ppm dan air tawar. Sintasan ikan setelah perlakuan dan satu hari dipelihara dalam air laut mencapai 100% di semua perlakuan.  Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa CuSO4 dosis 100-150 ppm efektif untuk pengendalian infeksi lintah laut pada ikan kerapu hibrida cantang dan dapat menjadi alternatif bahan kimia anti lintah laut pengganti air tawar.
PEMBERIAN EKSTRAK JERUK LEMON (Citrus limon) PADA IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) DALAM PENCEGAHAN INFEKSI VNN Ketut Mahardika; Indah Mastuti; Monica Eka Satriyani; Mr. Zafran
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol 4, No 2 (2020): JFMR VOL 4. NO.2
Publisher : JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2020.004.02.1

Abstract

Jeruk lemon (Citrus limon) merupakan buah yang kaya akan vitamin C dan serat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah jeruk lemon pada juvenil kakap putih (Lates calcarifer) untuk mencegah infeksi VNN (viral nervous necrosis).  Masing-masing 50 ekor kakap putih sehat ukuran panjang 10,44±1,44 cm dan berat 16,86±4,91 g ditempatkan dalam 4 bak fiber volume 500 Liter. Setiap ikan diberi pakan pelet komersial yang mengandung: 100 mL air seduhan dari 100 g daging dan kulit jeruk lemon/kg pakan, 100 g ekstrak daging jeruk lemon/kg pakan, 100 g ekstrak daging dan kulit jeruk lemon/1 kg pakan, dan 100 mL air tawar steril/kg pakan sebagai kontrol. Pakan diberikan dua kali sehari secara ad libitum selama 6 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan tidak berbeda nyata (p> 0,05) dari keempat perlakuan tersebut. Jumlah leukosit dan kadar glukosa darah dari ikan yang diberi pakan dengan air seduhan jeruk lemon lebih tinggi (18,967 sel/mm3 dan 97,0 mg/dL) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Akan tetapi, persentase hematokrit dan hemoglobin dari ikan yang diberi pakan dengan daging lemon maupun daging dan kulit lemon lebih tinggi (37,67-39,33% dan 8,18-8,27 g/dL) dibandingkan dua perlakuan lainnya (24,33-25,33% dan 7,0-7,23 g/dL). Uji tantang dengan inokulum VNN menunjukkan ikan yang diberi pakan dengan air seduhan jeruk lemon lebih baik dalam menekan mortalitas ikan (sintasan 30%) dibandingkan perlakuan lainnya (sintasan 15-20%).
SEBARAN VERTIKAL TOTAL NITROGEN, TOTAL FOSFAT, DAN AMONIA PADA PERAIRAN PESISIR YANG BERDEKATAN DENGAN KAWASAN BUDIDAYA LAUT DI BALI UTARA Reagan Septory; Afifah Nasukha; Sudewi Sudewi; Ananto Setiadi; Ketut Mahardika
Jurnal Riset Akuakultur Vol 16, No 2 (2021): (Juni, 2021)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (97.38 KB) | DOI: 10.15578/jra.16.2.2021.125-134

Abstract

Buangan limbah organik dari kegiatan budidaya ikan berdampak pada naiknya konsentrasi senyawa nitrogen di perairan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sebaran vertikal konsentrasi total nitrogen (TN), total fosfat (TP), dan amonia pada perairan pesisir yang berdekatan dengan kawasan budidaya ikan laut di Bali Utara. Titik sampling dipilih pada kedalaman 5, 10, 15, 20, dan 30 meter dengan arah tegak lurus garis pantai di kawasan perbenihan ikan dengan tingkat aktivitas tinggi (Desa Gerokgak dan Desa Penyabangan) dan tiga titik sampling di sekitar karamba jaring apung (KJA) di Teluk Kaping, Desa Sumberkima. Sampel air diambil pada bagian permukaan, tengah, dan dasar pada tiap titik sampling. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2019 dengan dua periode waktu yaitu bulan April sampai Juni dan Agustus sampai Oktober dengan satu kali pengambilan contoh air setiap bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran konsentrasi TN, TP, dan amonia secara vertikal cenderung homogen pada tiap titik pengamatan. Konsentrasi TN, TP, dan amonia selama penelitian berturut-turut adalah 1,2-1,5 mg/L; 0,081-0,090 mg/L; dan 0,054-0,057 mg/L. Nilai tersebut berada di bawah baku mutu air untuk kebutuhan budidaya ikan. Sebaran konsentrasi senyawa nitrogen dan fosfat secara vertikal di lokasi penelitian relatif homogen pada semua lapisan kedalaman air yang diamati. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa proses percampuran masa air terjadi secara merata di kawasan tersebut. Kualitas perairan di lokasi penelitian masih sesuai dengan nilai baku mutu untuk kegiatan budidaya laut.Direct discharge of organic waste from aquaculture platforms is likely to increase nitrogen concentration in the surrounding waters. The study aimed to investigate the vertical distribution of total nitrogen (TN), total phosphorus (TP), and ammonia concentration in the coastal waters adjacent to the three densest mariculture sites in North Bali (Gerokgak, Penyabangan, and Kaping Bay). Field surveys were conducted six times within two periods namely April to June and August to October 2019. Samples of different water columns (surface, middle, and bottom) were collected using a Nansen water sampler in each sampling point. The samples were immediately analyzed at the Research Institute for Mariculture and Fishery Extension, Gondol. Total nitrogen, total phosphate, and ammonia were analysed using sulfuric acid destruction and distillation, nitrate-acid destruction, and phenol-spectrophotometer, respectively. The result showed that TN, TP, and ammonia levels were 1.2-1.5 mg/L, 0.081-0.090 mg/L, and 0.054-0.057 mg/L, respectively. The vertical distribution of nitrogen and phosphorus compounds at all layers of water column were relatively homogenous indicating a strong mixing between the seawater layers. Thus, the study concludes that the variations of all water quality parameters are within the water quality standard needed for mariculture activities.
POLA FLUKTUASI POPULASI BAKTERI DI PERAIRAN PANTAI DAN TELUK PADA SENTRA BUDIDAYA IKAN LAUT DI BALI UTARA Ketut Mahardika; Indah Mastuti; Reagan Septory; Des Roza; Zafran Zafran; Afifah Nasukha
Jurnal Riset Akuakultur Vol 16, No 1 (2021): (Maret, 2021)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (97.38 KB) | DOI: 10.15578/jra.16.1.2021.49-59

Abstract

Bakteri merupakan mikroorganisme yang secara alami berada dalam ekosistem perairan laut dan beberapa spesiesnya bersifat patogen. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pola fluktuasi populasi bakteri secara umum dan Vibrio spp. secara khusus di perairan pantai dan teluk sebagai dampak dari aktivitas baik panti pembenihan, tambak udang, maupun karamba jaring apung (KJA) di pesisir Bali Utara. Sampel air diperoleh dari tiga lokasi sentra budidaya laut dan satu lokasi ekowisata yang berada di Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng. Sampel air diambil dari tiga titik sampling di perairan dengan jarak 50 m, 100 m, dan 300 m dari garis pantai di Desa Gerokgak dan Desa Penyabangan. Sampling air dilakukan pada tiga titik sampling di sekitar KJA di Teluk Kaping, Desa Sumberkima, dan satu titik sampling di perairan dengan jarak 100 m dari garis pantai di Desa Pemuteran. Sampling air dilakukan sekali dalam sebulan dari bulan Februari hingga November 2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total bakteri dan Vibrio spp. di empat lokasi perairan di Kecamatan Gerokgak, Bali menunjukkan populasi tinggi pada bulan Maret hingga Mei dan menurun pada bulan berikutnya. Dan meningkat kembali pada bulan Oktober hingga November. Total bakteri dan Vibrio spp. tertinggi terjadi di perairan pantai Desa Gerokgak hingga 9.067 ± 7.481 CFU/mL dan 1.147 ± 689 CFU/mL dibandingkan dengan dua lokasi sentra budidaya lainnya (Desa Penyabangan dan Teluk Kaping). Total bakteri dan Vibrio spp. teramati pula di perairan Desa Pemuteran hingga 500 ± 52 CFU/mL dan 65 ± 7 CFU/mL yang kemungkinan merupakan dampak dari aktivitas budidaya ikan. Pola fluktuasi populasi bakteri di perairan pantai Kecamatan Gerokgak, Bali dipengaruhi oleh musim dan kegiatan budidaya perikanan. Tingginya populasi bakteri Vibrio spp. pada perairan pantai dapat memengaruhi kesehatan ikan budidaya.Bacteria are a group of microorganisms naturally present in aquatic ecosystems. Some of the bacteria are pathogenic to other organisms and cause severe diseases. This study aimed to determine the fluctuation patterns of bacterial populations, with specific interest to Vibrio spp. in coastal and bay areas of North Bali which constantly receive effluents from nearby mariculture activities. Water samples were collected from three locations in a clustered marine fish farming area and one location in an ecotourism area as a control. Water samples were taken from three sampling points in the coastal area of Gerokgak and Penyabangan villages at a distance of 50 m, 100 m, and 300 m from the coastline. Water samples were also collected at three sampling points around floating net cages (KJA) in Kaping Bay, Sumberkima Village, and one sampling point in Pemuteran Village located 100 m from the coastline. Water sampling was carried out each month from February to November 2018. Results of the study showed that total bacteria and Vibrio spp. were notably higher between March-May and October-November. The total bacteria and vibrio reached the peak number at 9,067 ± 7,481 CFU/mL and 1,147 ± 689 CFU/mL, respectively, which occurred in the coastal waters of Gerokgak Village. The total bacteria and Vibrio spp. of up to 500 ± 52 CFU/mL and 65 ± 7 CFU/mL, respectively, were also observed in the waters of Pemuteran Village which are likely to be the effects of aquaculture activities in these of three locations. This study concludes that the fluctuation pattern of bacterial population in the coastal waters of Gerokgak District, Bali is primarily influenced by the season and activities of the fish farming. The high population of Vibrio spp. in the coastal waters could lead to a fish disease oubreak related to the pathogenic bacterium.
PERKEMBANGAN JUMLAH EKTOPARASIT Pseudorhabdosynochus spp. PADA INSANG KERAPU HIBRIDA CANTIK (Epinephelus fuscoguttatus x E. polyphekadion) MELALUI METODE KOHABITASI Indah Mastuti; Zafran Zafran; Ketut Mahardika
Media Akuakultur Vol 16, No 1 (2021): (Juni, 2021)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (636.636 KB) | DOI: 10.15578/ma.16.1.2021.33-43

Abstract

Genus Pseudorhabdosynocus merupakan Monogenea yang sering menginfeksi ikan kerapu. Pengaruh perbedaan jarak antara ikan sakit dengan ikan sehat terhadap perkembangan jumlah Pseudorhabdosynochus spp. pada ikan kerapu hibrida “cantik” dipelajari dalam penelitian ini melalui metode kohabitasi. Kohabitasi dilakukan dengan dua metode yaitu (a) menempatkan lima ekor ikan sakit ke dalam keranjang dengan jarak 25 cm dari dasar bak, dan (b) menempatkan lima ekor ikan sakit ke dalam keranjang dengan jarak 10 cm dari dasar bak. Kedua keranjang tersebut diapungkan ke dalam bak plastik berbeda dengan volume 100 L air laut (33 ppt) yang masing-masing telah berisi 30 ekor ikan kerapu hibrida “cantik” sehat. Masing-masing lima ekor ikan dari kedua metode kohabitasi diambil pada hari ke-2, 4, 6, 8, 10, dan 15 pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi buatan menggunakan metode kohabitasi (b) lebih cepat menyebarkan Pseudorhabdosynochus spp. dari ikan sakit ke ikan sehat dibandingkan dengan metode kohabitasi (a). Perkembangan populasi Pseudorhabdosynochus spp. dan telurnya pada metode kohabitasi (b) lebih tinggi yaitu 1.495 ± 206,3 ekor/ikan dan 18,6 ± 3,8 telur/ikan dibandingkan dengan metode kohabitasi (a) yaitu 163,2 ± 16,3 ekor/ikan dan 3,8 ± 0,7 telur/ikan pasca 15 hari kohabitasi. Secara histopatologi, lamela insang yang terinfeksi Pseudorhabdosynochus spp. menunjukkan adanya hyperplasia epitel sel filamen insang yang menimbulkan fusi filamen. Kerusakan filamen di hampir semua lamela insang menyebabkan terganggunya sistem pernapasan ikan kerapu. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebaran Pseudorhabdosynochus spp. semakin cepat dengan semakin dekat jarak kontak antara ikan sakit dengan ikan sehat.Pseudorhabdosynocus is a genus of Monogenea that frequently infect grouper fish. This study aimed to observe the changes of density patterns of Pseudorhabdosynochus spp. in hybrid grouper gill through cohabitation. Two cohabitation methods were applied to understand the effects of distance between sick and healthy fish in terms of parasite infection. The cohabitation methos were arranged as follows: (a) five fish infected with Pseudorhabdosynochus spp. were placed into a basket at a distance of 25 cm from the bottom of the tank, and (b) five fish infected with Pseudorhabdosynochus spp. were placed into a basket at a distance of 10 cm from the bottom of the tank. The two baskets were floated into different plastic tanks of 100 L of seawater (33 ppt), each of which contained 30 healthy hybrid groupers. Each of the five fish from the two cohabitation methods was sampled on day 2, 4, 6, 8, 10, and 15 after cohabitation. The results showed that the spread of Pseudorhabdosynochus spp. from sick fish to healthy fish with the cohabitation method b was faster than the cohabitation method a. The development number of Pseudorhabdosynochus spp. and its eggs in the cohabitation method b were higher, reaching 1,495 ± 206.3 parasite/fish and 18.6 ± 3.8 eggs/fish than the cohabitation method a, 163.2 ± 16.3 parasite/fish and 3.8 ± 0.7 eggs/fish after 15 days of cohabitation. Histopathologically, gill lamella infected with Pseudorhabdosynochus spp. showed the presence of epithelial hyperplasia of gill filament cells causing fusion. Damage of the gill filament in all of gill lamella has caused disruption of the grouper breathing system. From these findings, it can be concluded that the spread of Pseudorhabdosynochus spp. was faster if the distance of direct contact between sick and healthy fish was closer.
SINTASAN DAN PERKEMBANGAN COCCON LINTAH LAUT (Zeylanicobdella arugamensis) PADA SUHU YANG BERBEDA Ketut Mahardika; Indah Mastuti; Mr. Zafran
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol 4, No 1 (2020): JFMR VOL 4 NO 1
Publisher : JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (323.539 KB) | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2020.004.01.15

Abstract

Lintah laut (Zeylanicobdella arugamensis) merupakan ektoparasit yang sering menginfeksi ikan kerapu di keramba jaring apung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu inkubasi terhadap sintasan lintah laut dan perkembangan coccon (telur). Lintah laut dikoleksi dari ikan kerapu hibrida cantang (panjang total 5-7 cm) dan menempatkannya pada cawan petri. Sebanyak 108-232 ekor lintah laut hidup ditempatkan dalam setiap satu cawan petri yang telah diisi air laut dengan salinitas 32 ppt (total 16 cawan petri). Masing-masing 4 cawan petri di inkubasi dalam inkubator suhu 37, 30 dan 25 °C, dan suhu ruang 20-23 °C. Lintah laut dan coccon yang dihasilkan diinkubasi selama 18 hari, Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lintah laut dapat bertahan hidup selama: 3 hari pada suhu 36-37 °C, 10 hari pada suhu 29-30 °C, 13 hari pada suhu 20-23 °C, dan 15 hari pada suhu 25-26 °C. Akan tetapi, jumlah lintah laut yang bertahan hidup menurun seiring pertambahan waktu inkubasi. Rata-rata jumlah coccon yang berkembang pada suhu inkubasi 25-26 °C lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan suhu inkubasi lainnya. Coccon yang menetas menjadi larva lintah laut menunjukkan jumlah tertinggi (38,71±7,90% b) pada suhu inkubasi 25-26 °C dan berbeda nyata dibandingkan dengan jumlah coccon yang menetas pada suhu inkubasi 29-30 °C (3,86±2,95% a).  Sedangkan coccon pada suhu 36-37 °C dan 20-23 °C tidak ada yang menetas (0 a). Hasil tersebut menunjukkan bahwa lintah laut dan coccon mampu bertahan hidup lebih lama dan menetas lebih banyak pada suhu 25-26 °C.
Parasite Prevalence Oodinium sp. in Cantang Hybrid Grouper Cultivated in Recirculating Aquaculture System Kadek Leni Widiartini; Kadek Lila Antara; Ketut Mahardika; Gede Iwan Setiabudi
Advances in Tropical Biodiversity and Environmental Sciences Vol 6 No 3 (2022): ATBES
Publisher : Institute for Research and Community Services Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/ATBES.2022.v06.i03.p03

Abstract

The aims of this study were to determine clinical symptoms, mortality, prevalence, and histopathology of Cantang hybrid grouper fish infected with Oodinium sp. on the Cantang. The study was conducted by direct observation of clinical symptoms, calculating the number of fish mortality, and measuring the quality of water in the tank using the Cantang. While histopathology was conducted in the laboratory using 10 samples of sick fish with an average total length of 10.6 ± 0.69 cm and a weight of 18.6 ± 1.77 g. The results showed that the fish seen swimming weakly on the surface of the water near aeration or standing still at the bottom of the tub, decreased appetite, had pale or darker body color, and were thin. Observation of skin and gill mucus under a microscope showed the presence of ectoparasites Oodinium sp. in massive quantities in almost every gill sheet. The mortality of fish infected with Oodinium sp. in the Cantang of 26.84±3.9%, with a prevalence of 49.59%. Histopathologically the gill lamellae of fish infected with Oodinium sp. shows the occurrence of hyperplasia which causes the union of several gill lamellae.
INFESTASI PARASIT LINTAH LAUT (Zeylanicobdella arugamensis) DAN PROFIL DARAH IKAN KERAPU HIBRIDA (Epinephelus sp.) DAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) Ketut Mahardika; Indah Mastuti; Ketut M. Arya Sudewa; Ahmad Muzaki; Slamet Haryanto; Muhammad Ansari; Ahmad Zailani; Zafran Zafran
Media Akuakultur Vol 18, No 1 (2023): Juni, 2023
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/ma.18.1.2023.21-30

Abstract

Lintah laut (hirudinea: Zeylanicobdella arugamensis) merupakan ektoparasit jenis yang dapat menginfeksi dan menghambat pertumbuhan ikan budidaya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat infeksi lintah laut serta gambaran darah ikan kerapu hibrida (Epinephelus sp.) dan ikan kakap putih (Lates calcarifer) melalui metode kohabitasi. Penelitian ini menggunakan 94 ekor ikan kerapu hibrida (61 ekor ukuran kecil: 14,48±1,14 cm dan 33 ekor ukuran besar: 37,18±18,46 cm ) dan 76 ekor ikan kakap putih (46 ekor ukuran kecil: 13,7±1,04 cm dan 30 ekor ukuran besar: 31,87±5,78 cm). Uji kohabitasi dilakukan dengan menempatkan Z. arugamensis ukuran 1-2,5 cm (206-392 individu/perlakuan) ke dalam bak fiber volume 100 L yang telah diisi ikan kakap putih, kerapu hibrida cantik dan kombinasi kedua ikan tersebut. Perlakuan kontrol menggunakan ikan kakap putih dan kerapu hibrida cantik tanpa penambahan Z. arugamensis. Intensitas Z. arugamensis per ikan dihitung setelah 2 minggu kohabitasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas dan prevalensi lintah laut pada ikan kerapu cantik (intensitas: 18-59  lintah/ikan ukuran kecil dan 50-313 lintah/ikan ukuran besar, dengan prevalensi 90-100%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan kakap putih (intensitas: 1-8  lintah/ikan ukuran kecil dan 3-12 lintah/ikan ukuran besar, dengan prevalensi 41-100%). Profil darah ikan kerapu hibrida yang terinfeksi Z. arugamensis menunjukkan jumlah sel darah putih, ukuran rata-rata sel darah merah (MCV) dan jumlah rata-rata hemoglobin di dalam sel darah merah (MCH) lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah sel yang sama pada ikan kerapu hibrida yang tidak terinfeksi Z. arugamensis. Namun profil darah ikan kakap putih hasil kohabitasi dengan Z. arugamensis dengan kakap putih dari kelompok kontrol hampir sama. Hasil tersebut menunjukkan ikan kerapu hibrida lebih rentan terhadap infeksi Z. arugamensis dibandingkan dengan ikan kakap putih.Sea leech (Hirudinea: Zeylanicobdella arugamensis) is a type of ectoparasites that can infect and inhibit the growth of cultivated fish. The purpose of this study was to determine the infection rate of marine leeches and the blood profile of hybrid grouper (Epinephelus sp.) and barramundi (Lates calcarifer) through the cohabitation method. This study used 94 hybrid groupers (61 small size with TL: 14.48±1.14 cm and 33 large size with TL: 37.18±18.46 cm) and 76 barramundi (46 small size with TL: 13 .7±1.04 cm and 30 large size with TL: 31.87±5.78 cm). The cohabitation test was carried out by placing Z. arugamensis with total  length of 1-2.5 cm (206-392 individuals/treatment) into a 100 L volume fiber tank filled with barramundi, hybrid grouper and a combination of the two fish. The control treatment used barramundi and hybrid grouper without the addition of Z. arugamensis. The intensity and prevalence of Z. arugamensis per fish was calculated after 2 weeks of cohabitation. The results showed that the intensity and prevalence of marine leeches in hybrid grouper (intensity: 18-59 leeches/small size fish and 50-313 leeches/large size fish, with a prevalence of 90-100%) were higher than the barramundi (intensity : 1-8 leeches/small size fish and 3-12 leeches/large size fish, with a prevalence of 41-100%). The blood profile of hybrid grouper infected with Z. arugamensis showed that the number of white blood cells (WBC), the mean corpuscular volume (MCV) and the mean corpuscular hemoglobin (MCH) were higher than the same number of cells in hybrid grouper that was not infected with Z. arugamensis. However, the blood profile of barramundi from cohabitation with Z. arugamensis and barramundi from the control group were almost the same. These results indicated that hybrid grouper was more susceptible to Z. arugamensis infection compared to barramundi.