Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

NILAI PEMBUKTIAN AKTA YANG DIBUAT SECARA ELEKTRONIK OLEH NOTARIS Andi Putri Rasyid; Muhammad Ashri; Andi Tenri Famauri Rifai
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 9, No 1 (2022): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (196.226 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v9i1.563-573

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang Bagaimana nilai pembuktian akta yang dibuat secara elektronik oleh notaris Tipe Penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research) penelitian untuk menguji suatu norma atau ketentuan yang berlaku. Juga dapat dikatakan sebagai penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Penelitian hukum doktrinal. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan konseptual.Berdasarkan apa yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut Nilai pembuktian akta yang dibuat secara elektronik oleh Notaris tidak memiliki nilai pembuktian lahiriah dan nilai pembuktian formal karena tidak memenuhi syarat-syarat yang telah dipersyaratkan dalam ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata dan Pasal 38 UUJN. Sehingga berdasarkan Pasal 1869 KUHPerdata dan Pasal 41 UUJN, akta tersebut terdegradasi nilainya menjadi akta di bawah tangan. Namun hal tersebut dapat dikecualikan dengan adanya kondisi atau keadaan memaksa yang tidak memungkinkan pertemuan langsung antara client dan Notaris. Pengkategorian Covid-19 sebagai keadaan memaksa didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020.
Penataan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Memperkuat Independensi Kekuasaan Kehakiman Romi Librayanto; Marwati Riza; Muhammad Ashri; Kasman Abdullah
Amanna Gappa VOLUME 27 NOMOR 1, 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/ag.v27i1.7312

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana putusan Mahkamah Konstitusi mampu memperkuat kekuasaan kehakiman dan prinsip negara hukum yang demokratis. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute), pendekatan kasus (case), dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagai pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia, Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung menjadi “tiang utama” penegakan hukum. Putusan Mahkamah Konstitusi dalam kewenangan judicial review memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan kewenangan Mahkamah Agung, yang dapat dikualifikasi antara lain sebagai berikut: Mengadili dan memutus pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; Mengadili dan memutus suatu peristiwa konkret; dan Kinerja kelembagaan Mahkamah Agung. Selanjutnya, apabila Mahkamah Agung dalam pelaksanaan kewenangannya tidak segera dan seketika menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, maka Mahkamah Agung akan dianggap melakukan hal yang inkonstitusional. Selain itu, Mahkamah Konstitusi akan dianggap sebagai lembaga yang putusannya tidak memiliki kekuatan eksekutorial. Pada akhirnya, kedua pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia ini akan mendapatkan delegitimasi dari masyarakat pencari keadilan. Hal ini akan berpengaruh negatif terhadap upaya penguatan kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Dikotomi Moral dan Hukum sebagai Problem Epistemologis dalam Konstitusi Modern Syafruddin Muhtamar; Muhammad Ashri
Jurnal Filsafat "WISDOM" Vol 30, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (699.43 KB) | DOI: 10.22146/jf.42562

Abstract

This article discusses dichotomy between moral and legal consideration occuring in the modern constitutions that can be traced back in the thoughts of Thomas Aquinas and Niccolo Machiavelli. The analysis focuses on the epistemological aspects of this dichotomy that are rooted for long in the moral and legal concepts in the modern constitution.Through epistemological analysis, the authors conclude that the epistemic root of the dichotomy lie in the contrasting paradigm between supernatural law and modern positivism. While modern constitutionalism constructs moral concepts that presummes Divine truth, the legal concepts oriented to rational truth. These two concepts should be intergrated without dichotomy through the dictum 'moral exaltation in the primacy of the law' so that the law will be able to answer legal issues in the society.
AKUNTABILITAS ADMINISTRASI PERTANAHAN DALAM PENERBITAN SERTIFIKAT Muhammad Ilham Arisaputra; Muhammad Ashri; Kasman Abdullah; Dian Utami Mas Bakar
Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 29, No 2 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (423.069 KB) | DOI: 10.22146/jmh.16383

Abstract

AbstractIn the publishing of certificates of land rights, the government should be able to provide legal certainty. Legal certainty can be achieved if the government’s actions performed accountable. Transparency in land registration is the most important thing in the case of registration of land in order that the maintenance and services procedures run as expected by the public. The effect of the principle of transparency sustainably, it is expected that the information relating to the publishing of a certificate to be accessible to all parties so that if there is information that is considered wrong to do immediate repair. IntisariDalam penerbitan sertifikat hak atas tanah, maka pemerintah harus dapat memberikan kepastian hukum. Kepastian hukum dapat terwujud apabila tindakan pemerintah dilakukan secara akuntabel. Transparansi dalam pendaftaran tanah merupakan hal terpenting dalam hal pendaftaran tanah agar prosedur pengurusan dan pelayanan berjalan seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Dengan dilakukannya prinsip transparansi secara berkesinambungan, maka diharapkan informasi yang berkaitan dengan proses hingga penerbitan sertifikat dapat diakses oleh semua pihak sehingga apabila ada informasi yang dianggap keliru segera dapat dilakukan perbaikan.