Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

KONSTRUKSI GENDER MELALUI PENGGAMBARAN ALAM DALAM PUISI POST SCRIPTUM KARYA TOETY HERATY DAN THE SNAKE CHARMER KARYA SAROJINI NAIDU Syaiful Qadar Basri
SOSIOHUMANIORA: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 5 No 1 (2019)
Publisher : LP2M Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.141 KB) | DOI: 10.30738/sosio.v5i1.2861

Abstract

Abstrak            Perempuan dianggap memiliki hubungan spesial dengan alam. Hubungan spesial tersebut dapat dilihat dalam kata Ibu Pertiwi. Kata Pertiwi memiliki arti Bumi dan disandingkan dengan kata Ibu sebagai sebuah ungkapan yang menunjukkan perempuan sering dikaitkan dengan alam. Kedekatan tersebut dapat dianggap sebagai sebuah anugerah sekaligus bentuk stereotip. Tulisan ini menganalisis dua puisi Post Scriptum karya Toety Heraty dan The Snake Charmer karya Sarojini Naidu. Melalui dua karya tersebut, penulis akan melihat bagaimana perempuan dikaitkan dengan alam melalui representasi alam, sehingga dapat menjawab apakah kedekatan perempuan dan alam merupakan konstruksi sosial ataukah bentuk yang seharusnya disyukuri. Dari hasil analisis, peneliti menemukan bahwa hubungan perempuan dan alam dalam puisi Post Scriptum merupakan hal yang tidak patut untuk dirayakan. Pengaitan alam dan perempuan menunjukkan adanya operasi kuasa niliai-nilai sosial (Cultural Ecofeminism). Sedangkan pada puisi The Snake Charmer, peneliti menemukan bahwa hubungan alam dan perempuan merupakan hal istimewa yang menunjukkan keagungan dan kesucian perempuan (Essentialism Ecofeminism). Dalam konteks ini, analisis kedua puisi dikaitkan dengan konteks budaya yang melatarbelakangi penulisan karya.Kata Kunci: Ecofeminisme, Gender
STUDI ECOCRITICISM DALAM FILM DORAEMON & NOBITA AND THE GREEN GIANT LEGEND KARYA AYUMU WATANABE Syaiful Qadar Basri
SOSIOHUMANIORA: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 5 No 1 (2019)
Publisher : LP2M Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (481.24 KB) | DOI: 10.30738/sosio.v5i1.2862

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk ecocriticism yang direpresentasikan dalam penggambaran alam di film Doraemon & Nobita and the Green Giant Legend. Berikutnya penelitin berusaha mengetahui perspektif yang dimiliki oleh tokoh yang ada dalam film Doraemon & Nobita and the Green Giant Legend. Tokoh mana yang termasuk ke dalam ecocentric dan tokoh mana yang termasuk anthropocentric.metod yang digunkan metode kulaitatif.Pada metode pengumpulan data, penulis memutuskan untuk memilih film Doraemon & Nobita and the Green Giant Legend karya Ayumu Watanabe, karena film tersebut adalah salah satu film yang mengandung wacana ecocriticism. Untuk itulah pemilihan film Doraemon & Nobita and the Green Giant Legend ini menjadi data primer untuk kemudian akan dikaji secara lebih mendalam. Selanjutnya, film tersebut dikaji dengan menggunakan ecocriticism dengan mengupas sebuah kritik terhadap film tersebut untuk menemukan hasil dan pembahasan baru yang terkandung di dalamnya. Ayumu Watanabe mengangkat isu ini ke dalam film sebagai bentuk kritik atas apa yang telah dia lihat dan saksikan pada apa yang terjadi pada bumi, yaitu pembalakan liar, pembakaran hutan, pembuangan sampah, dan lain sebagainya. diharapkan dengan adanya pengkajian mengenai film yang mengangkat isu ini, masyarakat lebih menyadari dan memahami bahwa alam adalah satu-satunya sumber kehidupan seluruh makhluk hidup yang ada di bumi. 
FILM 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA YANG MEREPRESENTASIKAN FILM AS SOCIAL PRACTICE BAGI WANITA MUSLIMAH Syaiful Qadar Basri
SOSIOHUMANIORA: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 4 No 2 (2018)
Publisher : LP2M Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (394.477 KB) | DOI: 10.30738/sosio.v4i2.2863

Abstract

Tujuan dari penelitian ini yakni Pertama, untuk mengkaji secara mendalam mengenai fungsi film sebagai media edukasi dan social practice bagi masyarakat Indonesia. Kedua, untuk mengetahui apakah tokoh Hanum, Fatma, dan Marion dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa  menjadi representasi seorang wanita muslimah yang memegang teguh ajaran agamanya, sekalipun berada di negara yang menganggap Islam masih menjadi agama minoritas.  Pada pengkajian analisis ini, peneliti memfokuskan pada film 99 Cahaya di Langit Eropa karya Guntur Soeharjanto yang rilis pada 29 November 2013. Film yang bergenre drama religi tersebut mengekspose nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita yang mengisahkan kehidupan seorang wanita muslimah bernama Hanum dan Fatma, dan bersetting di Indonesia, Austria, dan Perancis. Film 99 Cahaya di Langit Eropa, produser ingin memunculkan nilai edukasi dan social practice masyarakat ketika dihadapkan pada tayangan film yang bernilai religi dan sarat akan pesan-pesan sosial di dalamnya. Selain itu, di dalam film tersebut, setelah dikaji dengan menggunakan teori semiotika Barthes, ditemukan bahwa di film tersebut mengandung makna denotasi, konotasi, serta mitos yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Setiap film yang dimunculkan ke masyarakat tentu memiliki pesan tersirat yang ingin disampaikan. Bagaimana tokoh tersebut menempakan atau memposisikan dirinya sebagai muslimah yang taat pada agamanya di tengah negara yang memarjinalkan dirinya juga menjadi salah satu nilai yang ingin disampaikan kepada masyarakat agar mereka memahami lebih dalam lagi bahwa setiap film yang diciptakan tentu memiliki fungsinya tersendiri. Apakah film tersebut berfungsi sebagai seni atau hiburan, ataukah berfungsi sebagai media edukasi dan social practice bagi masyarakat.
STUDI ECOCRITICISM DALAM FILM “DORAEMON-NOBITA AND THE GREEN GIANT LEGEND” Syaiful Qadar Basri
Jurnal Penelitian Humaniora Vol 24, No 1 (2019)
Publisher : LPPM UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2035.78 KB) | DOI: 10.21831/hum.v24i1.20669

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk ecocriticism yang direpresentasikan dalam penggambaran alam di film Doraemon-Nobita and the Green Giant Legend dan mengetahui perspektif yang dimiliki oleh tokoh yang ada dalam film tersebut. Metode yang digunakan adalah metode kulitatif. Pemilihan film Doraemon Nobita and the Green Giant Legend sebagai data primer yang kemudian akan dikaji secara lebih mendalam. Film tersebut dikaji dengan menggunakan ecocriticism dengan mengupas sebuah kritik terhadap film tersebut untuk menemukan hasil dan pembahasan baru yang terkait dengan isu-isu lingkungan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam film tersebut terdapat dua perspektif yang muncul mengenai alam dan lingkungan, yaitu anthropocentric dan ecocentric.Ayumu Watanabe mengangkat isu ini ke dalam film sebagai bentuk kritik atas apa yang telah dia lihat dan saksikan terkait perusakan alam yang terjadi di bumi. Diharapkan dengan adanya pengkajian mengenai film yang mengangkat isu ini, masyarakat lebih menyadari dan memahami bahwa alam adalah satu-satunya sumber kehidupan seluruh makhluk hidup yang ada di bumi.ECOCRITICISM STUDY IN “DORAEMON-NOBITA AND THE GREEN GIANT LEGEND” MOVIEThis study seeks to identify the form of ecocriticism as represented in the depiction of nature in “Doraemon-Nobita and the Green Giant Legend” movie and to describethe perspectives of the characters existed in the movie. The method used was qualitative method. The movie was selected as a primary data source since it contained ecocriticism discoursewhich then be examined indepth using ecocriticism analysis,a type of tools used tocriticize movies in order to find new results and discussion with regards to environmental concerns. The results revealed that there were two emerged perspectives vis-a-vis nature and the environment: anthropocentric and ecocentric. Ayumu Watanabe raised these issueswithinthe movie as a form of criticism of what he had seen and witnessed concerning the destruction of nature that occurred on the earth. Such analysis on movies was hoped to raise people’s awareness on these issues and to make them realizethat nature is the only source of life for all living beings on earth.
KONSTRUKSI GENDER MELALUI REPRESENTASI ALAM DALAM PUISI POST SCRIPTUM KARYA TOETY HERATY DAN THE SNAKE CHARMER KARYA SAROJINI NAIDU Nimas Diah Putri Ayu Dewi Nastiti; Syaiful Qadar Basri
Haluan Sastra Budaya Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.759 KB) | DOI: 10.20961/hsb.v2i2.24926

Abstract

Perempuan dianggap memiliki hubungan spesial dengan alam. Hubungan spesial tersebut dapat dilihat dalam kata “Ibu Pertiwi”. Kata “Pertiwi”  memiliki arti “Bumi” dan disandingkan dengan kata “Ibu” sebagai sebuah ungkapan yang menunjukkan perempuan sering dikaitkan dengan alam. Kedekatan tersebut dapat dianggap sebagai sebuah anugerah sekaligus bentuk stereotip. Tulisan ini menganalisis dua puisi Post Scriptum karya Toety Heraty dan The Snake Charmer karya Sarojini Naidu. Melalui dua karya tersebut, penelitian ini melihat cara perempuan direpresentasi melalui simbolisasi alam sehingga dapat menjawab apakah kedekatan perempuan dan alam merupakan konstruksi sosial ataukah bentuk yang sebenarnya. Tulisan ini menemukan bahwa hubungan perempuan dan alam dalam puisi Post Scriptum merupakan hal yang tidak patut untuk dirayakan. Pengaitan alam dan perempuan menunjukkan adanya operasi kuasa niliai-nilai sosial (Cultural Ecofeminism). Puisi The Snake Charmer  ditemukan bahwa hubungan alam dan perempuan merupakan hal istimewa yang menunjukkan keagungan dan kesucian perempuan (Essentialism Ecofeminism). Dalam konteks ini, analisis kedua puisi dikaitkan dengan konteks budaya yang melatarbelakangi penulisan karya.
Madurese Local Wisdom Values in the Performing Arts of Masks and Loddrok Alif Akbar, Syekhfani; Alif Ramdlani, Mohammad; Qadar Basri, Syaiful
GETER : Jurnal Seni Drama, Tari dan Musik Vol 7 No 2 (2024): Oktober 2024
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/geter.v7n2.p32-41

Abstract

Cultural preservation is a critical endeavor, especially in a culturally diverse nation like Indonesia. Madurese culture, known for its uniqueness, has been extensively studied, yet ongoing efforts are required to safeguard its local traditions and values. Literature serves as a vital medium for preserving culture, acting as a bridge to transmit and sustain cultural identity. One notable literary work, Lebur, exemplifies this by exploring traditional Madurese values. This study aims to promote cultural preservation through arts performances rooted in local Madurese traditions. Employing the Sociology of Literature as the theoretical framework, the research utilizes a descriptive-qualitative methodology. Data sources include field surveys and literature studies, which are subsequently analyzed through sociological perspectives on literature. The findings underscore the pivotal role of arts performance in preserving and promoting Madurese traditional values. By drawing on the rich heritage embedded in local traditions, such performances not only safeguard cultural identity but also enhance societal appreciation for these values. The analysis highlights the sociological significance of integrating traditional values into arts performances as a means of fostering cultural continuity and community engagement. This research contributes to the discourse on cultural preservation, demonstrating how literature and performance art can serve as effective tools for sustaining local traditions. It offers valuable insights for cultural practitioners, educators, and policymakers aiming to develop strategies for preserving Indonesia's diverse cultural heritage.
Pelatihan Manajemen Pementasan pada Siswa Sekolah Indonesia Kuala Lumpur untuk Meningkatkan Kemampuan Penciptaan Pagelaran Pementasan Seni Pertunjukan Indar Sabri; Trisakti, Trisakti; Eko Wahyuni Rahayu; Karoso, Subiyanto; Syaiful Qadar Basri
ABDISOSHUM: Jurnal Pengabdian Masyarakat Bidang Sosial dan Humaniora Vol. 3 No. 4 (2024): Desember 2024
Publisher : Yayasan Literasi Sains Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55123/abdisoshum.v3i4.4518

Abstract

The main role of education for the younger generation abroad is to promote and preserve the nation's cultural heritage in the context of Malaysian society. The Performance Management Training Activity for Indonesian School Kuala Lumpur (SIKL) Students aims to improve students' ability to create performing arts performances, as a solution to the less than optimal management of performing arts at the school. This PKM activity is expected to be able to bridge the needs of traditional arts in Malaysia as a means of introducing traditional arts to be promoted in Malaysia. The main objectives of this activity include training in performance management, designing performances with participants as a production team, and implementing art performances with students as a production team. The training was conducted through workshop, mentoring, project, and empowerment methods with a micro approach, which emphasized structured tasks and grouping of students for performance preparation. As a result, students were able to form a production team, work together according to their respective tasks and functions, and successfully organize the performance. However, similar activities with more interesting and effective packaging are still needed to improve the ability of SIKL students in the future.
SYMBOLS AND POWER IN THE MASCOT DESIGN OF FTPM MAN: A ROLAND BARTHES SEMIOTIC ANALYSIS IN THE CONTEXT OF THE ‘SHOW YOUR ART EXPRESSION UNDER THE SEA’ FESTIVAL Qadar Basri, Syaiful; Sabri, Indar
Acintya Vol. 17 No. 1 (2025)
Publisher : Institut Seni Indoensia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/acy.v17i1.7145

Abstract

This paper aims to analyze the icon design of Festival Teater Pelajar dan Mahasiswa Nasional (FTPMN) 2024 with the title “Show Your Art Expression Under the Sea” through Roland Barthes' semiotic approach. The focus of the paper is to reveal the denotation, connotation, and mythical meanings contained in the icon design, as well as how this icon strengthens the festival's identity as a forum for student artistic expression. The research method used is qualitative with descriptive analysis of the visual elements of the icon, including colors, shapes, and symbols. The results showed that the 2024 (FTPMN) icon design not only represented the theme of the sea, but also implied the values of freedom of expression, collaboration, and cultural diversity. The conclusion of this research confirms that icon design acts as an effective visual communication tool in building the image and spirit of the festival.
Tubuh yang Menjerit: Resistensi Aktor Non-Realistis terhadap Estetika Pencitraan Digital dalam Pementasan Zarathustra Qadar Basri, syaiful; Hariyanto , Moh.; Mujib Al Firdaus, Moh.; Suryandoko, Welly
GETER : Jurnal Seni Drama, Tari dan Musik Vol 8 No 2 (2025): Oktober 2025
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/geter.v8n2.p84-95

Abstract

This article examines the performance of Zarathustra by students of the UNESA Sendratasik Education Study Program as a form of resistance to the aesthetics of digital imagery through the practice of non-realistic role-playing art. This research aims to examine how actors' bodies are used as a medium of authentic expression and an arena of resistance to identity homogenization in the social media era. With a qualitative-descriptive approach and a case study design, data were obtained through participatory observation, visual documentation, and semi-structured interviews, and analyzed using a hermeneutic phenomenological approach. The results of the study show that the actor's body is positioned not just as a tool of dramatic representation, but as a performative entity that is alive, vulnerable, and existentially honest. The performance conceptually combines Friedrich Nietzsche's Übermensch theory and Jerzy Grotowski's principles of Poor Theater, which emphasizes the purification of expression and the spirituality of the body. These findings expand the discourse of contemporary performing arts by offering a model of creation that rejects the aesthetics of digital curation and emphasizes the presence of the authentic body. The implications of the research have an impact on the pedagogy of the role arts and performance creation strategies that are more reflective, critical, and contextual to contemporary cultural issues.