Yonani Yonani
Dosen Tetap FH Universitas Muhammadiyah Palembang

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM TRANSAKSI BISNIS MELALUI ELEKTRONIK Yonani Yonani
Jurnal Hukum Tri Pantang Vol 4 No 2 (2018): JURNAL HUKUM TRI PANTANG
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Tamansiswa Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam transaksi bisnis melalui elektronik , pelaku usaha melakukan penawaran dengan menggunakan media elektronik baik melalui website, e-mail, atau cara lainnya, para pihak mendasarkan transaksi jual beli tersebut atas rasa kepercayaan satu sama lain, sehingga tidak ada berkas perjanjian seperti pada transaksi jual beli konvensional. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan berbagai akibat hukum yang mungkin bisa merugikan kepentingan para pihak khususnya konsumen.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan asas konsensuaisme dalam transaksi bisnis melalui elektronik dan upaya penyelesaiannya.Penelitian hukum ini menggunakan penelitian yuridis normatif karena meneliti asas-asas hukum, serta mengkaji peraturan-. peraturan tertulis.Hasil penelitian adalah wanprestasi dalam transaksi ini berupa pelanggaran perjanjian yang telah terjadi sepakati pada umumnya dilakukan oleh pelaku usaha dan cara penyelesaian apabila terjadi sengketa dalam transaksi bisnis elektronik para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi elektronik .Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadinya kesepakatan saat penjual yang mempunyai transaksi bisnis internet menerima langsung jawaban dari konsumen atau pembeli dan ODR adalah suatu cara penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui media internet, dimana ADR memiliki 3 (tiga) tipe penyelesaian sengketa, yaitu mediasi ,negosiasi, dan arbitrase
PEMBUKTIAN UNSUR KECAKAPAN DAN KEWENANGAN PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI BISNIS E-COMMERCE Yonani Yonani
Jurnal Hukum Tri Pantang Vol 5 No 1 (2019): JURNAL HUKUM TRI PANTANG
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Tamansiswa Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51517/jhtp.v5i1.199

Abstract

Keberadaan transaksi bisnis melalui internet ini membawa implikasi baru yang berbeda, dimana kegiatan bisnis yang pada awalnya dilakukan secara bertemu langsung dan bertatap muka antar para pihak, namun dengan adanya dengan adanya internet maka kegiatan bisnis dapat dilakukan secara elektronik, atau yang lebih dikenal dengan istilah electronic-commerce dan disingkat e-commerce.Pengakuan kontrak elektronik sebagai suatu bentuk perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Indonesia masih merupakan permasalahan yang pelik. Pasal 1313 KUH Perdata mengenai definisi perjanjian memang tidak menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat secara tertulis.Keabsahan kontrak elektronik sebagai suatu bentuk perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Indonesia masih merupakan permasalahan yang pelik. Pasal 1313 KUHPerdata mengenai definisi perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Jika mengacu pada definisi ini maka suatu kontrak elektronik dapat dianggap sebagai suatu bentuk perjanjian yang memenuhi ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut
PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM DALAM KAWASAN TANAH MASYARAKAT HUKUM ADAT Rusmini Rusmini; Yonani Yonani
Jurnal Hukum Tri Pantang Vol 6 No 1 (2020): JURNAL HUKUM TRI PANTANG
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Tamansiswa Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51517/jhtp.v6i1.219

Abstract

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum acap kali tidak ―melihat‖ kenyataan yang berlaku di masyarakat terutama terhadap penggarap tanah yang di atasnya terdapat hakmasyarakat hukum adat atau ulayat yang cenderung tidak mempunyai surat bukti pemilikan tanah berupa sertifikat tanah. Mengingat arti pentingnya tanah ulayat bagi masyarakat hukum adat setempat serta mempertimbangkan adanya nilal-nilai religius-magis yang melekat kuat pada tanah tersebut, pengambilalihan tanah ulayat perlu dilakukan dehgan cara dan prosedur tertentu.Jika di hubungkan antara Pasal 6 dan Pasal 18 UUPA di atas, maka kepentingan umum sebagai salah satu bentuk fungsi sosial dapat dijadikan salah satu alasan pembenar pencabutan hak atas tanah (termasuk hak komunal atas tanah) oleh Negara dengan syarat tertentu yaitu dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang- Undang. Exesistensi hak masyarakat hukum adat berkenaan pihak yang berhak menerima ganti rugi.terdapat dalam penjelasan Pasal 40 huruf (e) Undang-Undang No.2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
The Role of Curator in Increasing The Asset Recovery Value Through The Bankruptcy Process Serlika Aprita; Yonani
LEGAL BRIEF Vol. 11 No. 2 (2022): Law Science and Field
Publisher : IHSA Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (420.808 KB)

Abstract

Bankruptcy cases in the Commercial Court since 2004 have not shown a significant increase, this is caused by the low asset recovery value which is the responsible of the curator. This condition makes debt settlement through bankruptcy unattractive for the creditors. The research question in this study was does the ratio of the curator's legal liability for errors or negligence result losses for the debtor in the legal process of managing and settling the assets of the bankrupt debtor in supporting the increase of asset recovery in bankruptcy. This research was a prescriptive normative research. The results of the study indicates that the Curator must be responsible for errors and negligences if these are the main causes of the less optimal settlement of bankruptcy documents. From a creditor's perspective, the recovery value is an indicator of the success or failure of the bankruptcy process. If asset recovery is low, creditors only feel that they have won on paper, causing them not to be interested in going through the bankruptcy process to resolve their debt problems. It is expected that the curator in carrying out his duties in managing and settling the assets of the bankrupt debtor can increase the value of the bankruptcy assets as much as possible for the benefit of the debtor and creditors. However, up to now there is still no clarity about the limits of errors and omissions. An adequate legal structure is needed to support the smooth process of bankruptcy asset settlement and legal substance related to the arrangements for the settlement and management of bankrupt debtor assets by the curator that can support the increase of asset recovery in bankruptcy. Thus, it can be seen which legal substances are obstacles so that they can hinder settlement and management of bankrupt debtor asset by the curator.
Dinamika Hukum Perusahaan dan Kepailitan Dalam Era Revolusi Industri 4.0 ditinjau dari Perspektif Hukum dan Hak Asasi Manusia Yonani Yonani; Serlika Aprita; Diky Ariansyah; Syahdila Nuriah
Mizan: Journal of Islamic Law Vol 6, No 3 (2022): MIZAN: Journal of Islamic Law
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32507/mizan.v6i3.1808

Abstract

In Indonesia, the last five years is very rapid development of technology until it penetrated into the field of transportation called online transportation. The existence of online transportation is hypothesized by most people as a positive part of the evolution of Industry 4.0 in the field of transportation in Indonesia. Not a few people also look negatively at this online transportation, because the existence of online transportation is considered to displace the existence of conventional transportation and the impact of income from conventional transportation is decreasing. The need for legal protection against online transportation businesses and conventional transportation must be provided by the government. This research is a normative research that examines regulations related to transportation and legal protection of online transportation businesses. Then there needs to be a role from the government to provide a legal umbrella on this online transportation.Keywords: Legal Protection; Revolution; Industry 4.0.  Abstrak.Di Indonesia, lima tahun terakhir ini sangat pesat perkembangan teknologi sampai sampai merambah ke bidang transportasi yang dinamakan transportasi online. Keberadaan transportasi online dihipotesiskan oleh sebagian besar masyarakat sebagai hal yang positif dari revolusi Industri 4.0 dalam bidang transportasi di Indonesia. Tidak sedikit masyarakat juga memandang negatif transportasi online ini, karena keberadaan transportasi online ini dianggap menggusur keberadaan transportasi konvensional dan berdampak penghasilan dari transportasi konvensional ini semakin menurun. Perlu adanya perlindungan hukum terhadap pelaku usaha transportasi online maupun transportasi konvensional harus diberikan oleh pemerintah. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang mengkaji peraturan terkait transportasi dan perlindungan hukum terhadap pelaku usaha transportasi online. Maka perlu adanya peran dari pemerintah untuk memberi payung hukum tentang transportasi online ini.Kata Kunci: Perlindungan Hukum; Revolusi; Industri 4.0
PENERAPAN PERHITUNGAN BESARAN GANTI RUGI DALAM PEMBEBASAN TANAH BERDASARKAN KONSEPSI HUKUM TANAH NASIONAL Husnaini Husnaini; Yonani Yonani
Justici Vol 14 No 2 (2021): Justici
Publisher : Fakultas Hukum Universitas IBA Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Marriage is the beginning of living together in a bond that is regulated in laws and regulations with the intention of forming a happy family, as mandated by Article 1 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, which reads: "The purpose of marriage is also to form a happy family. happy and eternal based on God Almighty". Because marriage/marriage aims to form a happy and eternal family (household), it means that in the household there should be a harmonious relationship between husband and wife and family members based on the principle of mutual respect (respect) well, calmly, peacefully and mutually love with growing affection, creating a peaceful home based on love. Elopement that is not followed by a guardian, then the marriage is void or can be canceled and the child born from the marriage is illegal according to Islam and can only inherit from the mother and her mother's family, but if the elopement child has fulfilled the legal requirements of the marriage mentioned in Article 42 Chapter IX of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, the child is a legitimate child. Meanwhile, when viewed from customary law a child born from an elopement has the same rights and position as a child born from an ordinary marriage, the position of the child Those born in elopement are legal children as long as the marriage is carried out in accordance with established procedures. If the procedure carried out is not in accordance with what has been determined, the child becomes an illegitimate child.
Tinjuan Yuridis Mengenai Hak Royalti Yang Menjadi Harta Bersama Inara Rusli dan Virgoun Yonani Hasyim; Serlika Aprita
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 4 No. 4 (2024): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik (Mei - Juni 2024)
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v4i4.2048

Abstract

Salah satu putusan perceraian yang menarik perhatian publik di tahun 2023 adalah terkait pesohor Virgoun Teguh Putra dan Ina Idola Rusli (Inara). Dalam putusannya, majelis hakim memberikan hak royalti kepada Inara sebagai bagian dari harta gono gini. Putusan ini menjadi preseden baru bagi dunia hukum di Indonesia di masa depan. Putusan ini jelas menjadi preseden bagi dunia hukum di Indonesia karena pertama kali terjadi. Dikutip dari dokumen resmi putusan cerai Inara, majelis hakim PA Jakarta Barat mempertimbangkan status hukum royalti yang digugat oleh Inara. Apakah royalti benar masuk sebagai harta bersama atau tidak. Dalam hal ini, Undang-Undang Hak Cipta menjadi salah satu pertimbangan untuk mendudukkan status hukum royalti sebagai harta bersama. Penulisan Artikel Jurnal ini menggunakan metode penelitian normatif yang mana penulis meneliti dengan menganalisis data sekunder. Adapun bunyi pertimbangannya adalah sebagai berikut. Dalam hal ini karena royalti itu bagian dari hak ekonomi yang bersumber dari hak cipta, sedangkan hak cipta itu sesuai ketentuan Pasal 16 ayat (1) UU No.28 Tahun 2014, dinyatakan sebagai benda bergerak tidak berwujud, maka sesuai ketentuan Pasal 91 ayat (1) dan (3) Kompilasi Hukum Islam, Majelis dalam hal ini berpendapat bahwa royalti itu merupakan objek harta bersama perkawinan.Jika obyek harta gono gini adalah royalti, maka tidak bisa dilepaskan dari kepemilikan hak cipta. Royalti merupakan hak ekonomi yang bisa dinikmati oleh pencipta, hak cipta ini bisa dialihkan ke pihak lain oleh pencipta, sementara hak moral melekat seumur hidup kepada si pencipta. Jika ternyata kepemilikan hak cipta masih menjadi sengketa, seharusnya Pengadilan Agama Jakarta Barat tidak berwenang untuk memutus gugatan royalti sebagai bagian dari harta gono gini. Apalagi dalam konteks ini, Virgoun merasa keberatan atas pembagian royalti tersebut dan sudah mengajukan banding. Dia menyebut bahwa hak cipta tidak bisa otomatis menjadi harta bersama. Kedudukan kepemilikan perlu diputuskan terlebih dahulu oleh Pengadilan Niaga sebagaimana diatur dalam pasal 95 UU Hak Cipta. Putusan Pengadilan Niaga tersebutlah nantinya yang bisa dibawa ke PA Jakarta Barat untuk ditetapkan sebagai harta bersama. Akan berbeda statusnya jika si pencipta mengakui bahwa lagu tersebut merupakan hak bersama, sehingga bisa langsung ditetapkan oleh PA tanpa putusan Pengadilan Niaga.“Seharusnya kepemilikan hak cipta tersebut diselesaikan dulu, yaitu melalui Pengadilan Niaga sesuai ketentuan UU Hak Cipta, apakah benar dalam penciptaan lagu itu ada kontribusi pihak istri. Karena ada perselisihan mengenai kepemilikan hak cipta. Kalau sudah clear mengenai kepemilikan, apakah bersama atau kalau memang sudah clear jadi milik bersama, baru ditetapkan di PA sebagai harta Bersama.