Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

PERKAWINAN ORANG TIONGHOA DAN ORANG MANDAR (STUDI SEJARAH EMPAT KELUARGA DI WONOMULYO 1990-2012) Yuliana Yuliana; Muh. Saleh Madjid; Ahmadin Ahmadin
PATTINGALLOANG Vol. 2 No. 3 Juli - September 2015
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (23.905 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v2i3.8460

Abstract

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkawinan antara orang Tionghoa dan orang Mandar  di Kecamatan Wonomulyo dikarenakan adanya keinginan orang Tionghoa untuk membuka suatu usaha sehingga orang Tionghoa melakukan perkawinan terhadap orang Mandar dengan cara mengkolaborasikan antara sistem adat istiadat terhadap perkawinan dan menjalin  hubungan yang baik antara orang Tionghoa dan orang Mandar dalam hubungan Sosial, karena budaya dan kebiasaan yang dilakukan oleh orang Tionghoa sudah sama dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang Mandar. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perkawinan orang Tionghoa dan orang Mandar mengalami sedikit perubahan dalam menjalankan adat istiadat, namun perubahan tersebut tidak menjadi penghalang untuk mereka menjalankan suatu usaha karna mereka juga mendapat respon yang baik oleh masyarakat setempat, sehingga orang Tionghoa dan orang Mandar dapat memajukan usaha yang mereka jalankan dengan saat ini. Kata Kunci: Perkawinan orang Tionghoa dan orang Mandar
KAWASAN PELABUHAN GARONGKONG DI KABUPATEN BARRU (2005-2014) Astria Wulandari; La Malihu; Ahmadin Ahmadin
PATTINGALLOANG Vol. 2 No. 2 April - Juni 2015
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (23.905 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v2i2.8425

Abstract

Penelitian ini merupakan penelitian Sejarah dengan menggunakan beberapa tahapan kerja, yaitu heuristik (pengumpulan sumber), kritik eksterenal dan kritik interenal, interpretasi dan penyajian serta historiografi (penulisan) yang merupakan pengungkapan kisah sejarah secara tertulis.Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang didirikannya Pelabuhan Grongkong karena kurangnya daya tampung yang dimiliki Pelabuhan Awerange, yang juga sebagai pelabuhan rakyat di Kabupaten Barru. Selain itu kedalaman laut yang dimiliki Garongkong sangat strategis untuk disandari kapal-kapal besar. Perkembangan Pelabuhan Garongkong  dibangun pada tahun 2005 dengan penimbunan areal darat dan tanggul, pada tahun 2006 pemancangan tiang trestle, pada tahun 2007 pemancangan tiang platform tahap I, pada tahun 2008 konstruksi pelencengan, pada tahun 2009 penyelesaian catwalk. Perkembangan fungsional yaitu pada tahun 2010 yaitu pembangunan fasilitas darat.Dampak keberadaan Pelabuhan Garongkong yaitu semakin lancarnya aktifitas pelayaran dan bongkar muat barang  dan adanya lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat disekitar Pelabuhan Garongkog. Akhir penelitian, ditarik kesimpulan bahwa keberadaan Pelabuhan Garongkong  sangat penting untuk kelancaran proses bongkar muat barang dan penumpang. Pelabuhan Garongkong juga membawa dampak positif bagi masyarakat Garongkong serta masyarakat sekecamatan Barru yakni meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.Kata Kunci : Kawasan Pelabuhan Garongkong, Kabupaten Barru
Bendung Lamasi di Kabupaten Luwu Tahun 1979-2017 Nurhanisa Nurhanisa; Patahuddin Patahuddin; Ahmadin Ahmadin
PATTINGALLOANG Vol. 5 No. 2, Agustus 2018
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (143.217 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v5i3.8539

Abstract

Penelitian ini membahas tentanglatar belakang pembangunan Bendung Lamasi, peranan dan fungsi Bendung Lamasi dan dampak keberadaan Bendung Lamasi di Kabupaten Luwu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang pembangunan Bendung Lamasi di Kabupaten Luwu yaitu untuk mengairi areal persawahan yang sebelumnya masih menggunakan aliran free inteke.Selain itu juga digunakan sebagai tempat tambang pasir.Dampak dari pembangunan Bendung Lamasi yaitu meningkatkan hasil produksi pertanian bagi petani.Disamping itu dengan adanya Bendung Lamasi beserta jaringan irigasinya terjadi pengalihan fungsi lahan dari yang hanya digunakan sebagai lahan kurang produktif seperti hutan dan perkebunan, menjadi lahan yang produktif seperti persawahan. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa dengan adanya Bendung Lamasi di Kabupaten Luwu terjadi peningkatkan hasil pertanian di empat kecamatan yang menggunakan air yang bersumber dari Bendung Lamasi yaitu Kecamatan Walenrang, Walenrang Timur, Lamasi dan Lamasi Timur, sesuai dengan program pemerintah pada masa Orde Baru yaitu Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).Kata kunci : Bendung, Pertanian, Kabupaten Luwu  
Peristiwa Teppo di Kecamatan Tellu Limpoe Kabupaten Sidrap Tahun 2013 Eri Gustiawan; Patahuddin Patahuddin; Ahmadin Ahmadin
PATTINGALLOANG Vol. 5, No. 1, April 2018
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.41 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v5i2.8465

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang terjadinya peristiwa Teppo dan proses terjadinya serta dampak yang ditimbulkan dari peristwa Teppo di Kecamatan Tellu Limpoe Kabupaten Sidrap.Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode historis melalui tahapaan-tahapan meliputi Heuristik yaitu mengumpulkan sumber atau data sebanyak mungkin, kritik sumber yaitu untuk menentukan otentitas dan rehabilitas sumber-sumber yang telah dikumpulkan untuk mngetahui asli atau tidaknya sumber tersebut, Interpretasi yaitu menentukan kedudukan fakta sejarah secara profesional, serta Historiografi atau penyajian yang merupakan pengungkapan secara tertulis.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadinya Peristiwa Teppo yakni konflik yang terjadi antara kelompok masyarakat Teppo dan kelompok masyarakat Amparita yang dilatarbelakangi oleh adanya faktor sosial, faktor agama, dan factor kenakalan remaja. Peristiwa tersebut hanya berlansung selama satu hari pada tanggal 23 Mei 2013, dimulai dari aksi penikaman yang dilakukan oleh salah satu masyarakat Amparita hingga berlanjut pada malam hari. Adapun dampak yang ditimbulkan antara lain, dalam bidang sosial, dalam bidang ekonomi dan bidang pendidikan. Dalam bidang sosial, munculnya rasa takut dan perasaan benci antara kedua kelompok masyarakat. Dalam bidang ekonomi, terhentinya proses berjualan di Pasar Amparita serta ladang milik masyarakat tidak kelola untuk sementara waktu karena perasaan takut dan was-was. Dalam bidang pendidikan, proses belajar mengajar menjadi terganggu sehingga banyak siswa maupun guru yang memilih tidak masuk sekolah atau mengajar.Kata Kunci : Masyarakat Teppo , Proses Terjadinya Peristiwa Teppo dan Kecamatan Tellu Limpoe Kab Sidrap           AbstractThis is study aims to determine the background of Teppo events and the process of occurrence and impact of Teppo's event in Tellu Limpoe Sub-district of Sidrap Regency. This research is descriptive analysis by using the historical method through stages include Heuristik that collects the source or data as much as possible, source criticism is to determine the authenticity and rehabilitation of sources that have been collected to mngetahui original or not the source, Interpretation is determining the position of fact history professionally, and Historiography or presentation which is a written expression.The results of this study indicate that the occurrence of the Teppo event is the conflict between Teppo community group and Amparita society group which is motivated by social factors, religious factors and juvenile delinquency factor. The incident only lasted for one day on May 23, 2013, starting from the stabbing action conducted by one of the Amparita community to continue at night. As for the impact, among others, in the social field, in the field of economy and education. In the social field, the emergence of fear and hatred between the two groups of people. In the economic field, the cessation of the selling process at Amparita Market and the community owned fields did not manage for a while due to fear and anxiety. In the field of education, the learning process becomes disrupted so that many students and teachers who choose not to go to school or teaching. Keyword : Society Teppo , Teppo Event and District of Tellu Limpoe Sidrap Regency
Peristiwa Teppo di Kecamatan Tellu Limpoe Kabupaten Sidrap Tahun 2013 Eri Gustiawan; Patahuddin Patahuddin; Ahmadin Ahmadin
PATTINGALLOANG Vol. 4, No. 3, Desember 2017
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (311.872 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v5i1.8399

Abstract

This is study aims to determine the background of Teppo events and the process of occurrence and impact of Teppo's event in Tellu Limpoe Sub-district of Sidrap Regency. This research is descriptive analysis by using the historical method through stages include Heuristik that collects the source or data as much as possible, source criticism is to determine the authenticity and rehabilitation of sources that have been collected to mngetahui original or not the source, Interpretation is determining the position of fact history professionally, and Historiography or presentation which is a written expression.The results of this study indicate that the occurrence of the Teppo event is the conflict between Teppo community group and Amparita society group which is motivated by social factors, religious factors and juvenile delinquency factor. The incident only lasted for one day on May 23, 2013, starting from the stabbing action conducted by one of the Amparita community to continue at night. As for the impact, among others, in the social field, in the field of economy and education. In the social field, the emergence of fear and hatred between the two groups of people. In the economic field, the cessation of the selling process at Amparita Market and the community owned fields did not manage for a while due to fear and anxiety. In the field of education, the learning process becomes disrupted so that many students and teachers who choose not to go to school or teaching. Keyword : Society Teppo , Teppo Event and District of Tellu Limpoe Sidrap Regency
PERLAWANAN RAKYAT TOPOKA DI LUWU (1914) Harpita Sapitri; Muh. Rasyid Ridha; Ahmadin Ahmadin
PATTINGALLOANG Vol. 2 No. 2 April - Juni 2015
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (23.905 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v2i2.8423

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : Latar belakang terjadinya Perlawanan Rakyat Topoka di Luwu, jalannya perang Topoka di Luwu sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap Belanda, dan akhir perang Topoka terhadap rakyat dan Pemerintah Hindia Belanda di Luwu. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang melalui beberapa tahapan yaitu terdiri dari  pengumpulan sumber (Heuristik) dengan cara wawancara dan sumber buku, kritik (kririk internal dan kritik eksternal), interpretasi (penafsiran), dan penulisan (historiografi). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa : 1) Belanda memaksa rakyat membuat jalanan dan jembatan-jembatan untuk memperlancar roda jajahannya. Paksaan itu berlaku paling keras dan kejam di Kecamatan Suli. Bukan saja pembuatan jalanan dan jembatan. Selain itu, sistem pemungutan pajak yang bersifat sewenanng-wenang memperparah kondisi rakyat. 2) Belanda mengetahui bahwa penduduk yang membangkang berkumpul di Topoka, Asisten Residen Luwu berangkat ke Topoka dan bermaksud menangkap penduduk yang melawan dan merampas senjatanya. Di tempat itu akhirnya terjadi perkelahian antara pasukan Belanda dengan penduduk Topoka. Kemudian serangan balasan dilakukan penduduk Topoka terhadap barak pasukan Belanda dipinggir sungai Suli yang sementara dibuat jembatan. 3) Awal dari perlawanan menyebabkan kurang lebih dari 10 orang pihak Topoka Tewas, dan 2 orang dari pihak Belanda. Akhir dari Perlawanan Topoka yang menyebabkan , lebih 20 orang Belanda yang luka-luka dan 1 orang dari Belanda tewas, sedangkan dari pihak Topoka, kira-kira 40 orang luka-luka dan 10 orang tewas. Dan penangkapan terhadap tokoh-tokoh penting yang dianggap terlibat dari perang perlawanan tersebut.Kata Kunci: Perlawanan Rakyat Topoka Di Luwu (1914)
Negara Boneka Belanda (Negara Indonesia Timur) 1945- 1950 Laessach M Pakatuwo; Mustari Bosra; Ahmadin Ahmadin
PATTINGALLOANG Vol. 5, No. 1, April 2018
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.322 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v5i2.8467

Abstract

Penelitian ini membahas tentang latar belakang terbentuknya pemerintahan Kota Makassar dan perkembangan Kota Makassar dari masa pemerintahan kolonoial Hindia Belanda hinga Revolusi Fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa awal pembentukan pemerintahan kota di Makassar baru terbentuk di masa akhir pemerintahan kolonial Belanda, yaitu pada awal abad ke-20 setelah diundangkannya Undang-undang Disentralisasi tahun 1903. Diundangkannya peraturan tersebut sedikit banyak membawa perubahan dalam tatanan pemerintahan di Hindia belanda. Pada tahun 1906 daerah Makassar mendapatkan status otonom menjadi sebuah kota berdasarkan Ordonansi 12 Maret 1906 Staatsblad van Netherlandsch-Indie Nomor 171 tahun 1906 terhitung sejak 1 April 1906 walaupun demikian roda pemerintahan baru dapat berjalan secara defenitif sejak diangkatnya Mr.J.E Dambrik selaku walikota pada tahun 1918 hingga berakhir 1927. Pemerintahan Kota Makassar masih tetap di pertahankan ketika Jepang berhasil menduduki Kota makassar. Adapun yang bertindak sebagai pejabat walikota adalah Yamasaki. Ketika memasuki masa kemerdekaan, Kota Makassar mengalami perkembangan yang begitu pesat pada tahun 1950. Dapat ditarik kesimpulan bahwa terbentuknya pemerintahan di Kota Makassar tidak terlepas dari undang-undang Disentralisasi yang kemudian membawa dampak yang besar dalam sejarah perkembangan Kota Makassar. Kata Kunci : Kolonoial Hindia Belanda, Kota Makassar Abstract This study discusses the background of the formation of the Makassar City government and the development of Makassar City from the Dutch East Indies colonial period until the Physical Revolution. The results showed that the initial formation of city government in Makassar was only formed in the late Dutch colonial rule, namely at the beginning of the 20th century after the promulgation of the Decentralization Act of 1903. The promulgation of these regulations brought about a change in the governance system in the Dutch East Indies. In 1906 the Makassar region gained an autonomous status as a city based on the Ordinance of March 12, 1906, Staatsblad van Netherlandsch-Indie Number 171 of 1906, effective April 1, 1906, although the new government wheel could run definitively since the appointment of Mr.JE Dambrik as mayor in 1918 until the end of 1927. The Makassar City Government was still maintained when Japan succeeded in occupying the City of Makassar. As for acting as mayor's official is Yamasaki. When entering independence, Makassar City experienced a rapid development in 1950. It can be concluded that the formation of government in the city of Makassar was inseparable from the decentralization law which then had a major impact in the history of the development of Makassar City. Keywords: Kolonoial Dutch East Indies, Makassar City
Eksodus dari Bumi Hangus: Peristiwa Keluarnya Penduduk Dari Timor Timur Pasca Jajak Pendapat 1999 Jerwin Jerwin; M. Rasyid Ridha; Ahmadin Ahmadin
PATTINGALLOANG Vol. 4, No. 3, Desember 2017
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (287.743 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v5i1.7076

Abstract

This paper is about to explain the incident of the East Timorese who moved to Pangkep District, due to the riots after the announcement of the results of the Popular Consultation in the area. The situation became tense and caused insecurity among the people of East Timor. Including the migrants, from various regions of Indonesia such as Pangkep District. Pangkep people who have stay for a long time in East Timor, in general already have some valuable assets. Such as land, house, shop, and vehicle. But unfortunately, their assets were left behind, before being sold. The problem of the assets of the newcomers is then required to be resolved immediately. The study of the East Timor Exodus in Pangkep District is interesting because the arrival of migrants in East Timor and their return after the referendum has not been specifically studied. Especially coming from South Sulawesi, especially Pangkep regency. This research is a qualitative research with Historical Research approach, which consist of several stages: (1) Heuristic, by interviewing some East Timor Exodus people like Hasan, Salma, Muhris, etc. Collecting records at the Pangkep District Social Service, data held by the National Committee for East Timor Police Victims of Pangkep District, and in the November 5, 2016, issue of the Daily Fajar newspaper. It also used books related to East Timor, population and societal studies (Sociology / Anthropology). (2) Criticism or verification process of authenticity of historical sources. (3) Interpretation or interpretation of historical sources, and (4) Historiography, is the stage of historical writing. 
PETANI KELAPA SAWIT DI TOPOYO KABUPATEN MAMUJU TENGAH (2005-2013) Resky Arianty; Patahuddin Patahuddin; Ahmadin Ahmadin
PATTINGALLOANG Vol. 2 No. 2 April - Juni 2015
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (23.905 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v2i2.8424

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang petani Kelapa Sawit di Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah, dinamika petani kelapa sawit, dan keadaan social ekonomi petani kelapa sawit di Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah. Penelitian ini memuat metode sejarah dengan tahapan yaitu heuristik, dalam bentuk mengumpulkan sumber data sebanyak-banyaknya, kritik sumber yang bertujuan untuk menentukan atau menilai sumber, interpretasi yaitu menentukan kedudukan suatu fakta sejarah secara professional dan historiografi, atau penyajian yang merupakan pengungkapan kisah sejarah secara tertulis.  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Topoyo khususnya Desa Waeputeh menggantungkan hidupnya dengan bertani kelapa sawit karena lebih menguntungkan, pemeliharaannya juga yang lebih mudah dibandingkan dengan bertani ladang dan sawah serta semakin tingginya kebutuhan hidup dan berkurangnya pendapatan sebagai petani ladang dan sawah. Seperti kita ketahui, kelapa sawit merupakan komoditas pertanian yang berproduktifitas tinggi. Apalagi, di Kabupaten Mamuju Tengah telah berdiri perusahaan kelapa sawit Surya Raya Lestari 2 yang mengolah hasil sawit. Alasan petani lebih memilih berkebun kelapa sawit karena menghasilkan uang yang cepat, harga kebun sawit selalu naik, dapat diselingi dengan pekerjaan lain serta dengan berkebun kelapa sawit daerah tersebut mengalami peningkatan dan perkembangan yang cukup memuaskan. kesimpulannya bahwa keadaan social ekonomi masyarakat di Desa Waeputeh mengalami pertumbuhan dan perkembangan di berbagai bidang seperti pendidikan serta berdampak pada peningkatan kesejahteraan hidup.Kata Kunci : Petani Kelapa Sawit di Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah
Pengujian Tarik Plat Baja Karbon Rendah Setelah Proses Pemanasan Dengan Suhu 800oC Di Quenching Biosolar Ahmadin ahmadin
MAJALAH TEKNIK SIMES Vol 14 No 2 (2020): Majalah Teknik Simes
Publisher : UNIVERSITAS PROF. DR. HAZAIRIN, SH BENGKULU

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (465.374 KB)

Abstract

Abstract Low carbon steel plates are widely used in construction fields such as car bodies, runway plates, trellises and others where high resistance and tenacity are required. This process is carried out at 800oC for 30 minutes then in biosolar quenching. The results of the average non-settlement tensile stress obtained yield stress ?y = 13.02 kgf / mm2, ultimate stress ?u = 21.58 kgf / mm2, breaking voltage ?f = 18.66 kgf / mm2. The results of the average air tensile stress obtained yield stress ?y = 9.53 kgf / mm2, ultimate stress ?u = 18.94 kgf / mm2, breaking voltage ?f = 12.39 kgf / mm2. The results of the average air tensile stress obtained yield stress ?y = 18.16 kgf / mm2, ultimate stress ?u = 26.23 kgf / mm2, breaking voltage ?f = 22.05 kgf / mm2. The results of the average biosolar tensile stress obtained yield stress ?y = 18.98 kgf / mm2, ultimate stress ?u = 28.12 kgf / mm2, breaking voltage ?f = 24.65 kgf / mm2. From the above data biosolar cooling media will be proposed to increase. From this study it was concluded that biosolar is the best as a cooling medium that can increase tensile material compared to air conditioning media.