Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

INTERVENSI PENDIDIKAN STROKE MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN SIKAP POSITIF DALAM MENCEGAH KEGAWAT DARURATAN STROKE Frana Andrianur; Ismansyah Ismansyah
Husada Mahakam Vol 12 No 1 (2022): Mei 2022
Publisher : Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur (URL: http://poltekkes-kaltim.ac.id/)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35963/hmjk.v12i1.297

Abstract

Hipertensi dikenal sebagai penyakit kronis yang disebut The Silent Killer, biasanya pasien tidak mengetahui bahwa mereka menderita penyakit hipertensi, hal ini jika jika tidak dicegah menyebabkan stroke. Penelitian bertujuan untuk intervensi pendidikan stroke terhadap pengetahuan, sikap dan fungsi kognitif pada pasien hipertensi Desain penelitian ini menggunakan quasi ekspriment dengan dengan control groups pretest-post test design. Responden diambil secara consecutive sampling sebanyak 30 pasien hipertensi yang bisa beresiko terjadinya stroke di Wilayah Puskesmas Bengkuring Kota Samarinda. Data dikumpulkan dengan lembar instrumen dan kuesioner pengetahuan, sikap. Analisis data menggunakan paired t test, mann whitney u test, dan uji wilcoxcon test Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesudah dilakukan intervensi, peningkatan skor pengetahuan kelompok intervensi dari 68.00±6.81 menjadi 79.33±6.51, skor sikap 70.67±12.08 menjadi 87.33±4.95. Dan kelompok kontrol, peningkatan skor pengetahuan kelompok kontrol dari 68.93±6.37 menajdi 71.67±6.31, skor sikap 70.33±12.46 menjadi 75.67±10.33 Setelah diberikan intervensi pendidikan stroke significant adanya perbedaan skor kelompok intervensi dan kontrol pada pengetahuan dan sikap (p<0,05) Intervensi pendidikan stroke dalam mencegah serangan stroke terbukti memiliki meningkatkan pengetahuan, sikap positif pada pasien hipertensi. Pemahaman dan pemantauan tekanan darah sendiri (self monitoring) sangat di rekomendasikan mencegah kegawatan serangan stroke
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING BALITA DI PUSKESMAS LOA IPUH TENGGARONG Rini Ernawati; Phenty Phenty; Ismansyah Ismansyah
Husada Mahakam Vol 12 No 2 (2022): November 2022
Publisher : Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur (URL: http://poltekkes-kaltim.ac.id/)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35963/hmjk.v12i2.348

Abstract

WHO states that stunting is a nutritional or nutritional problem that commonly occurs in all children, especially in the world now, in 2017 (22.2%) or around 150.8 million children under five worldwide experienced stunting, in this condition it is necessary to attention so that stunting can be reduced. In this study, the aim was to determine the relationship between maternal knowledge about nutrition and stunting among children under 5 in the Loa Ipuh Health Center Tenggarong area. This study uses descriptive research using quantitative methods with cross sectional design. The sample of this research is mothers who have children (0-5 years) who attend the posyandu event, with a total sample of 175 respondents. The instrument used a questionnaire, data analysis by chi square test from the chi square test results obtained p value = 0.03, this means that p<(0.05) Ho is rejected, there is a relationship between mother’s knowledge about nutrition and the incidence of stunting children under five in Loa Ipuh Tenggarong Publict Health Center. It is hoped that mothers can increase knowledge about children nutrition so that they can prevent stunting in future generations.
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM PEMASANGAN HAK TANGGUNGAN (Studi Kasus Perkara Nomor 285 PK/Pdt/2013) Tri Nidya Sari; Ismansyah Ismansyah; Azmi Fendri
UNES Law Review Vol. 5 No. 4 (2023): UNES LAW REVIEW (Juni 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i4.484

Abstract

Dalam pemberian Hak Tanggungan dengan membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT terlebih dahulu dibuat perjanjian utang piutang yang menjadi dasar Hak Tanggungan. Fransisca terhadap PT Bank Central Asia (BCA), Kantor Notaris/PPAT R. Sabar Partakosoema, Dinny Herlela, Kepala Badan Ketahanan Nasional Jawa Barat, dimana dalam hal ini Tergugat II yaitu Kantor Notaris/PPAT R.Sabar Partakosoema kalah penggugat Surat Hak Milik (SHM) dan juga APHT atas nama tergugat, penggugat juga merasa dirugikan karena kerugian tersebut, penggugat sebagai pihak yang melaporkan kerugian tersebut dibuat, namun penggugat yaitu Maria Fransisca tidak merasa bahwa dia telah kehilangan SHM dan APHT. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah atau norma dalam hukum positif. Hasil penelitian ini adalah tanggung jawab Notaris/PPAT dalam Perjanjian Kredit Dengan Hak Tanggungan. Dalam hal ini Notaris membuat dan mengesahkan akta otentik dalam perjanjian Kredit, dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berwenang untuk membuat dan mengesahkan Surat Kuasa Pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT). Akibat hukum yang timbul karena pemasangan hak tanggungan yang tidak dilakukan oleh UUJN adalah batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat dan kreditur pemegang hak tanggungan akan kehilangan hak istimewanya sebagaimana diatur dalam UUHT. Tanggung Jawab Notaris Dalam Memasang Hak Tanggungan Yang Menyimpang Dari UUJN Terkait Perkara Nomor 285 PK/Pdt/2013 Seperti Mencabut Minuta Akta Jika minuta akta hilang maka dapat dikatakan Notaris tidak melaksanakan kewajibannya untuk menyimpan minuta akta dengan benar.
PENGAJUAN SURAT PENOLAKAN OLEH TERSANGKA TERKAIT ACCESS TO JUSTICE UNTUK MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI POLRESTA PADANG Putri Cempaka Mukhti; Ismansyah Ismansyah; Aria Zurnetti
UNES Law Review Vol. 5 No. 4 (2023): UNES LAW REVIEW (Juni 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i4.694

Abstract

Surat penolakan adalah surat pernyataan yang dibuat oleh Tersangka untuk menyatakan bahwa Tersangka tidak perlu didampingi oleh Penasihat Hukum untuk memperoleh bantuan hukums secara cuma-cuma dalam tingkat pemeriksaan. Pelaksanaan Surat Pernyataan Penolakan oleh Tersangka tidak Didampingi oleh Penasihat Hukum untuk memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma di tingkat penyidikan adalah praktik yang tidak ditemukan aturan hukumnya di dalam KUHAP. Dalam Pasal 56 KUHAP hanya mengatur bahwa aparat penegak hukum wajib menunjuk Penasehat Hukum pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan bagi Tersangka. Adapun Rumusan Masalah (1) Bagaimanakah tata cara pengajuan surat penolakan oleh Tersangka terkait access to justice untuk memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma pada tingkat penyidikan di Polresta Padang? (2) Apakah pertimbangan atau alasan Tersangka melakukan penolakan untuk memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma pada tingkat penyidikan di Polresta Padang dan (3) Bagaimanakah konsekuensi Tersangka melakukan penolakan untuk memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma pada tingkat penyidikan di Polresta Padang?. Jenis penelitian adalah yuridis empiris. Sumber data meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data adalah wawancara dan studi dokumen. Data di analisis secara kualitatif. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah: (1) Pengajuan Surat Pernyataan Penolakan oleh Tersangka untuk memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma di tingkat penyidikan adalah praktek yang tidak ditemukan aturan hukumnya di dalam KUHAP. Pasal 56 KUHAP tidak dilaksanakan dengan baik oleh aparat penegak hukum, terutama para penyidik dan terlihat dari rendahnya penggunaan Penasehat Hukum dalam pendampingan penyidikan di wilayah Polresta Padang. (2) Alasan Tersangka melakukan penolakan untuk memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma pada tingkat penyidikan adalah karena Tersangka dapat memberikan dan menjawab pertanyaan dari Penyidik dengan sendiri. (3) Konsekuensi bagi Tersangka dapat menimbulkan akibat hukum yang berat karena tidak didampingi oleh Penasehat hukum, bisa saja Tersangka yang seharusnya dapat dihukum dengan hukuman minimal apabila didampingi oleh Penasehat Hukum, menjadi mendapatkan hukuman yang maksimal karena tidak didampingi oleh Penasehat Hukum.
PENERAPAN RESTITUSI PADA TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DI WILAYAH HUKUM KEJAKSAAN NEGERI BUNGO Laras Yudari; Ismansyah Ismansyah; Yoserwan Yoserwan
UNES Law Review Vol. 5 No. 4 (2023): UNES LAW REVIEW (Juni 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i4.696

Abstract

Korban, keluarga atau ahli waris dapat mengajukan ganti kerugian yang disebut dengan restitusi. Korban, keluarga atau ahli waris terlebih dahulu mengajukan permohonan restitusi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban kemudian Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban memberikan surat keputusan pengajuan restitusi ke pihak Kepolisian, Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim. Adapun permasalahannya yakni: 1) Bagaimanakah Penerapan Restitusi Dalam Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Terhadap Korban Tindak Pidana Pembunuhan Di Wilayah Hukum Kejaksaan Negeri Bungo Pada Perkara Nomor 249/Pid. B/ PN Mrb. 2) Apakah Dasar Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum Mengajukan Restitusi Terhadap Korban Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Di Wilayah Hukum Kejaksaan Negeri Bungo Pada Perkara Nomor 249/Pid. B/ PN Mrb. 3) Bagaimanakah Peran Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Pengajuan Restitusi Pada Korban Tindak Pidana Pembunuhan Di Wilayah Hukum Kejaksaan Negeri Bungo Pada Perkara Nomor 249/Pid. B/ PN Mrb. Jenis penelitian yang digunakan yaitu metode empiris. Kesimpulan yang penulis dapat dari hasil penelitian yaitu: 1) Penerapan Restitusi dalam Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Terhadap Korban Tindak Pidana Pembunuhan Di Wilayah Hukum Kejaksaan Negeri Bungo Pada Perkara Nomor 249/Pid. B/ PN Mrb, Jaksa Penuntut Umum mendapatkan surat keputusan pengajuan restitusi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Kemudian Jaksa Penuntut Umum menggabungkan surat keputusan pengajuan restitusi kedalam surat tuntutan, dengan nominal kerugian yang dialami korban yaitu Rp 145.000.000,- (seratus empat puluh lima juta rupiah). Jaksa Penuntut Umum menggabungkan restitusi ke dalam surat tuntutan dengan mempertimbangkan kepastian, kemanfaatan dan keadilan. 2) Dasar Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum Menjatuhkan Restitusi Terhadap Korban Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Di Wilayah Hukum Kejaksaan Negeri Bungo Pada Perkara Nomor 249/Pid. B/ PN Mrb, penggabungan restitusi tindak pidana pembunuhan kedalam surat tuntutan yaitu dengan adanya surat keputusan pengajuan restitusi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Awalnya keluarga korban mengajukan permohonan restitusi terlebih dahulu ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Kemudian Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban melakukan peninjauan terkait tindak pidana pembunuhan yang dialami korban. Sehingga Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban memberikan surat keputusan pengajuan restitusi kepada Jaksa Penuntut Umum. Surat keputusan pengajuan restitusi ditindaklanjuti oleh Jaksa Penuntut Umum. 3) Peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Pengajuan Restitusi Pada Korban Tindak Pidana Pembunuhan Di Wilayah Hukum Kejaksaan Negeri Bungo Pada Perkara Nomor 249/Pid. B/ PN Mrb, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menerima permohonan pengajuan restitusi korban, memberikan bantuan pengobatan atau biaya medis, dan melakukan penghitungan kerugian yang dialami oleh korban. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban mengabulkan pengajuan restitusi korban dengan memberikan surat keputusan pengajuan restitusi.
Penyidikan Terhadap Pengusaha Atas Dugaan Tindak Pidana Ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Barat Karenina Cantiqa; Ismansyah Ismansyah; Khairani Khairani
UNES Law Review Vol. 6 No. 1 (2023): UNES LAW REVIEW (September 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i1.794

Abstract

Tindak pidana di bidang ketenagakerjaan merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pekerja, pengusaha atau pihak di luar perusahaan yang ancaman sanksi pidananya berdasarkan KUHP. Dimana sampai saat ini masih banyak pengusaha yang membayar upah dibawah upah minimum kepada pekerja. Rumusan permasalahan dalam tesis ini adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh PPNS Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Barat di bidang Tindak Pidana Ketenagakerjaan.?, 2. Bagaimana koordinasi penyidikan tindak pidana ketenagakerjaan antara PPNS Sumatera Barat dengan Penyidik Polri? dan 3. Apa saja kendala PPNS Ketenagakerjaan sehingga kinerjanya tidak optimal?. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sebelum dilakukan pemeriksaan, PPNS Ketenagakerjaan melakukan pembinaan, maka selanjutnya adalah pemeriksaan, Apabila terdapat temuan tindak pidana, salah satunya di bidang upah, PPNS Ketenagakerjaan harus membuat nota I dan nota pemeriksaan II jika tidak berhasil, maka PPNS Ketenagakerjaan akan membuat Berita Acara untuk mendapatkan surat tugas yang berguna untuk berlangsungnya pemeriksaan, penyidikan yang dilakukan oleh PPNS dilindungi oleh Korwas Polda, Korwas bertugas membantu secara administratif dengan surat-surat untuk dapat melakukan penyidikan, Selanjutnya dilakukan suatu gelar untuk dapat menentukan apakah suatu tindak pidana telah memenuhi syarat untuk melakukan penyidikan, koordinasi PPNS Ketenagakerjaan dengan Korps Polri, Yakni pada saat penangkapan, penggeledahan, dan penahanan langsung, kendalanya adalah tumpang tindih undang-undang terkait upah, biaya minimal untuk setiap pembinaan hingga tahap penyidikan, kurangnya evaluasi administratif dari pemerintah.
Efektivitas KUP dalam Memulihkan Kerugian Pendapatan Negara Akibat Tindak Pidana Administratif Perpajakan Muhammad Rizky Subardy; Ismansyah Ismansyah; Khairani Khairani
UNES Law Review Vol. 6 No. 1 (2023): UNES LAW REVIEW (September 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i1.821

Abstract

Indonesian realization of state revenue from the taxation section is still not optimal and the ratio at just 84.44% (eighty-four point forty-four percent). So, it needed some efforts to optimize the tax revenue. One of the ways to Strengthen the tax administration law is by adding criminal law rules, hereinafter referred to as administrative penal law. Therefore, the principles of administrative penal law which carry out the concept of ultimum remedium has also applied to the General Taxation Law 2019 (KUP 2009). However, based on data from the Indonesia Directorate General of Taxes in 2020, the violators who use the ultimum remedium mechanism are only 5.56% (five-point fifty-six percent). Meanwhile, the fines paid by convicts are only 0.050% (zero point zero fifty percent) from all the criminal tax cases that are decided by the court. This certainly indicates, that there are problems that can not be resolved and be accommodated by the KUP 2009 in the form of optimizing the recovery of state losses due to administrative criminal acts in the taxation section. Based on the fact, that the state changed the KUP 2009 through the Omnibus Law and Harmonization of Tax Regulation Law, that be expected to be able to recover losses in the state revenue effectively.