Nugroho Adipradana
Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

RESTORATIVE JUSTICE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KELALAIAN MEDIS Tisa Windayani; Nugroho Adipradana
Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan Vol 5 No 01 (2020): Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan
Publisher : Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/paradigma.v5i01.1649

Abstract

Medical negligence in Indonesia can be considered as criminal conduct. Though the nature of medical contract—relationship is private, but it is considered to have public aspects. The criminalization of medical negligence is intended to protect citizen from any malpractice by medical workers. While there are enough lawsuits and cases being reported to the police, yet the conclusions are still in the shadow. There are some rules regarding some standards, either it is on the medical treatment procedures, or on the terms and procurements of the medical workers. Interestingly, failing on these standards come along with criminal punishment on. Yet, in some cases, we found out that criminal punishment being ruled out. Instead, the proceeding uses restorative justice. Restorative justice is a state of the art criminal proceeding that weighing on repairing damages on victim, caused by criminal conduct—than to punish the perpetuator. Using theories within the Criminal Study like the “goals of punishment”, justice theories, and restorative justice theories as well; we conclude that the switch of punishment into other obligation for victim’s sake is a good application of restorative justice
EFEK PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 21PUUXII2014 TENTANG PENETAPAN STATUS TERSANGKA MASUK KE DALAM OBJEK PRAPERADILAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PERKEMBANGANNYA BAGI HUKUM ACARA PIDANA Aditya Fariz Fadhillah; Nugroho Adipradana
Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan Vol 2 No 01 (2017): Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan
Publisher : Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/paradigma.v2i01.1757

Abstract

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana mengatur tentang praperadilan di dalam pasal 77 mengenai sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan permintaan ganti rugi atau rehabilitasi. Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 mengenai penetapan status tersangka masuk ke dalam objek praperadilan.Penetapan ini memerluas kriteria praperadilan sebelumnya. Perluasan ini mengakibatkan daya jangkau praperadilan mencapai aspek materiil. Perluasan ini pasti membawa dampak bagi prosedur Acara Pidana pada umumnya, juga terhadap upaya pemberantasan korupsi. Tulisan ini hendak menganalisis dan meramalkan perubahan yang akan terjadi sebagai akibat perluasan ini, dalam Acara Pidana maupun terhadap upaya pemberantasan korupsi. Metodepenelitian yang digunakan ialah yuridis normatif. Rumusan masalah ada dua yaitu (1) bagaimana dampak adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang penetapan status tersangka masuk ke dalam objek praperadilan bagi hukum acara pidana, dan (2) bagaimana dampak terhadap keseluruhan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
PENERAPAN ATURAN PERBUATAN BERLANJUT PADA BEBERAPA PUTUSAN PERKARA PIDANA Tisa Windayani; Nugroho Adipradana
Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan Vol 3 No 03 (2018): Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan
Publisher : Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/paradigma.v3i03.1942

Abstract

Di dalam kehidupan sehari-hari banyak ditemukan seorang pelaku melakukan lebih dari satu perbuatan pidana yang saling berkaitan. Terhadap kondisi seperti itu KUHP telah mempunyai aturan tersendiri, yang dimuat di dalam Pasal 64. Putusan hakim terhadap sebuah perkara pidana merupakan cerminan dari bagaiaman aturan-aturan pidana materiil diterapokan dalam sebuat peristiwa pidana yang konkret. Putusan hakim tersebut juga diharapkan tidak hanya memuat keadilan tapi juga berdasarkan suatu argumentasi dan logika hukum yang sesahih mungkin. Oleh karean itu, bagaiamana hakim menjelaskan dasar dari putusannya di dalam sebuah putusan perkara pidana menjadi penting. Penelitian ini menganalisis mengenai bagaiamanakah peraturan perbuatan berlanjut dalam Pasal 64 KUHP diterapkan dalam tiga putusan perkara pidana. Pemilihan perkara pidana dialukan berdasarkan kesederhanaan dari tindak pidana pada setiap putusan dengan tujuan agar analisis dapat berfokus pada unsur-unsur dalam Pasal 64 KUHP, tanpa adanya unsur-unsur yang kompleks dari tindak pidananya sendiri. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normative denga pendekatan undang-undang. Hasil penelitian menemukan bahwa pada ketiga putusan perkara pidana yang diteliti tidak dijelaskan bagian manakah dari perbuatan terdakwa yang dianggap oleh hakim telah memenuhi unsur “terdapat kaitan sedemikian rupa di antara setiap perbuatan yang dilakukan’. Padahal unsur tersebut merupakan unsur yang paling esensial dari Pasal 64 KUHP.