Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menanamkan Akhlak Mulia Peserta Didik Idhar Idhar
TAJDID: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan Vol 2 No 1 (2018): April
Publisher : LP2M IAI Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52266/tadjid.v2i1.104

Abstract

Guru profesional merupakan guru yang memiliki kompetensi dan tanggung jawab dari segi keilmuannya maupun metodologinya. Kemampuan tersebut sangat membantu para guru dalam mencapai hasil yang memuaskan dalam proses pembelajarannya. Seorang guru profesional memiliki persyaratan tertentu, seperti bekerja penuh, memiliki ilmu pengetahuan, ilmunya dapat diaplikasikan, ilmu didapat dari lembaga pendidikan, berprilaku baik, memiliki standar kode etik profesi. Disatu sisi pendidikan dewasa ini juga membutuhkan guru profesional dalam membangun generasi yang berilmu dan bermartabat dengan harapan tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik dan terarah. Jika pendidik mengedepankan diri sebagai pengajar yang berkualitas, maka dipastikan setiap pelaksanaan pembelajaran akan berlangung secara optimal dan akan berpengaruh pada hasil yang dikendaki. Dengan demikian, tanggung jawab guru termasuk guru pendidikan agama Islam sangat diharapkan keprofesionalannya dalam mendindik, membimbing dan mengajar peserta didiknya kearah manusia yang berilmu dan lebih khusus berakhlak mulia.
KONSEPTUALISASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS PEMBENTUKAN AKHLAK DI PESANTREN Idhar Idhar
TAJDID: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan Vol 3 No 1 (2019): April
Publisher : LP2M IAI Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52266/tadjid.v3i1.241

Abstract

Pesantren merupakan lembaga pendidik, tidak hanya mendidik para santri ilmu agama, melainkan juga membekalinya dengan akhlak yang menjadi karakter khas dari seorang santri. Tidak berlebihan ketika pesantren dikatakan sebagai sumber pendidikan karakter untuk menjawab persoalan bangsa. Kasus yang banyak terjadi pada siswa ialah karena kurangnya pendidikan karakter pada diri siswa. Ciri khas pesantren dan sangat sulit ditiru oleh lembaga pendidikan lainnya adalah kuatnya penanaman akhlak-akhlak terpuji. Sehingga label ‘santri’ pun secara dzahir telah identik dengan keshalehan, baik itu secara individu maupun sosial. Hal ini wajar, karena pembiasaan aplikasi akhlak terpuji telah mendarah daging dalam dunia pendidikan pondok pesantren. Kyai sebagai sentral figur di dalamnya memberikan uswah dan qudwah hasanah dalam pendidikan akhlak. Karena penanaman akhlak lebih mengena dengan perbuatan daripada penjejalan materi di dalam kelas, maka pendidikan akhlak di pondok pesantren sangat mengena di benak para santrinya.
PROFIL GURU IDEAL DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN Idhar Idhar
TAJDID: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan Vol 4 No 2 (2020): Oktober
Publisher : LP2M IAI Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52266/tadjid.v4i2.518

Abstract

Pendidikan sebagai teori berupa pemikiran manusia mengenai masalah-masalah kependidikan dan upaya memecahkannya secara mendasar dan sistematis. Sedangkan pendidikan sebagai praktek merupakan aktivitas manusia mendidik peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu yang diidealkan. pembicaraan tentang profil guru ideal pada hakikatnya adalah pembicaraan tentang kompetensi profesional, karena kompetensi guru ideal merupakan paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Orang yang guru ideal adalah orang yang memiliki profesi. Dalam Islam, setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional, dalam arti harus dilakukan secara benar. Hal ini hanya mungkin dilakukan oleh orang yang ahlinya. Apapun jenis profesi yang disandang, hendaknya dilakukan dengan profesional. Profil guru ideal menurut persepektif Al-Qur’an sesungguhnya diambilkan dari adanya pendapat mufasir yang memberikan penekanan paling tidak terdapat empat surah dalam Al-Qur’an. Keempar surah ini, muatanya menjelaskan tipe seorang guru yang ideal dalam mendidik,terutama Ideal dalam ilmu dan kemampuan, sikap, metode dan sebagainya. Adapun jabaran surah dalam Al-Qur’an diantaranya; QS. Al-alaq/96 ayat 1-5, QS. Al-kahf/18 ayat 60-82, QS. An-Naml/27 ayat 15-44, QS. Abasa/80 ayat 1-16. Dari sinilah yang dapat ditarik pemahaman bahwa Al-Qur’an memberikan isyarat pekerjaan itu harus dilakukan secara ideal. Demikian pula dengan profesi guru harus dilakukan secara profesional.
PROFESIONALISME GURU PAI DALAM MENANAMKAN AKHLAK MULIA PESERTA DIDIK Idhar Idhar; Ihwan Ihwan
eL-Muhbib: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan Dasar Vol 4 No 1 (2020): Juni
Publisher : Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52266/el-muhbib.v4i1.407

Abstract

Guru profesional merupakan guru yang memiliki kompetensi dan tanggung jawab dari segi keilmuannya maupun metodologinya. Kemampuan tersebut sangat membantu para guru dalam mencapai hasil yang memuaskan dalam proses pembelajarannya. Seorang guru profesional memiliki persyaratan tertentu, seperti bekerja penuh, memiliki ilmu pengetahuan, ilmunya dapat diaplikasikan, ilmu didapat dari lembaga pendidikan, berprilaku baik, memiliki standar kode etik profesi.Disatu sisi pendidikan dewasa ini juga membutuhkan guru profesional dalam membangun generasi yang berilmu dan bermartabat dengan harapan tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik dan terarah.Jika pendidik mengedepankan diri sebagai pengajar yang berkualitas, maka dipastikan setiap pelaksanaan pembelajaran akan berlangung secara optimal dan akan berpengaruh pada hasil yang dikendaki. Dengan demikian, tanggung jawab gurutermasuk guru pendidikan agama Islam sangat diharapkan keprofesionalannya dalam mendindik, membimbing dan mengajar peserta didiknya kearah manusia yang berilmu dan lebih khusus berakhlak mulia.
PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANAMKAN AKHLAK MULIA PESERTA DIDIK Idhar Idhar
Fitrah Vol 8 No 1 (2017)
Publisher : Prodi PAI STIT Sunan Giri Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47625/fitrah.v8i1.163

Abstract

Idhar. “Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menanamkan Akhlak Mulia Peserta Didik”, Fitrah Jurnal Studi Pendidikan, Vol. 8, No. 1 Juni 2017, h. 57-76. Abstrak: Guru profesional merupakan guru yang memiliki kompetensi dan tanggung jawab yang tidak diragukan lagi, baik dari segi keilmuannya maupun metodologinya. Kemampuan tersebut sangat membantu para guru dalam mencapai hasil yang memuaskan dalam proses pembelajarannya. Pendidikan dewasa ini membutuhkan guru profesional dalam membangun generasi yang berilmu dan bermartabat, dengan harapan, tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Tujuan mulia itu akan tercapai, jika pendidik dan pengajar mengedepankan diri sebagai pengajar yang berkualitas. Dengan demikian, tanggung jawab guru khusus guru Pendidikan Agama Islam sangat diharapkan keprofesionalannya dalam mendindik, membimbing dan mengajar peserta didiknya kearah manusia yang berilmu dan lebih khusus berakhlak mulia. Kata kunci: profesionalisme guru PAI, akhlak mulia, peserta didik. Abstract: Professional teachers are teachers who have the competence and responsibility no doubt, in terms of both scientific and methodology. These capabilities greatly assist teachers in achieving satisfactory results in the learning process. Education today requires professional teachers in building a generation of knowledgeable and dignified, with expectations, goals can be achieved with the good education. That lofty goal will be achieved if educators and teachers promote themselves as qualified teachers. Thus, the responsibility of a special teacher of Islamic education teachers has expected professionalism into educate, guide and teach their students towards human knowledge and more especially noble.
KONSEPTUALISASI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI BERBASIS PENANAMAN AQIDAH Idhar Idhar
Fitrah Vol 10 No 2 (2019)
Publisher : Prodi PAI STIT Sunan Giri Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47625/fitrah.v10i2.253

Abstract

Keluarga merupakan lembaga institusi pendidik pertama, tidak hanya mendidik atau memperhatikan anak-anaknya tentang ilmu umum tetapi yang lebih penting adalah menanamkan pemahaman mereka akan ilmu agama bahkan lebih sepesifik juga membekalinya dengan penanaman pendidikan aqidah yang menjadi kewajiban sebagai orang tua. Tidak berlebihan ketika orang tua dikatakan sebagai sumber pendidikan aqidah anak pertama sebelum masuk sekolah formal. Pendidikan yang diselenggarakan dan diterima oleh seorang anak dalam perjalanan hidupnya. Pendidikan aqidah ini secara agama sudah dimulai sebelum ia masuk kedunia ini. Artinya, pendidikan akidah sudah berlangsung jauh semasa manusia masih di alam absolut (ruh) yaitu alamnya yang paling awal yang tidak dapat dibatasi dengan waktu atau disebut masa azaly. Orang tua yang bertanggung jawab dalam mendidik anak di usia dini bisa dilihat dari kuatnya penanaman aqidah. Anak didik yang ditanamkan aqidah pada usia dini bisa dilihat secara dzahir yaitu identik dengan keshalehan, baik itu secara individu maupun sosial. Hal ini wajar, karena pembiasaan orang tua dalam menanamkan aqidah dan mendidik anak-anak diusia dini baik mulai dari dalam kandungan dengan menjaga pandangan, berdo’a sebelum berbuat intim dengan suami istri sampai memperhatikan sekolah formal anak didiknya. Karena pendidikan aqidah orang tua di usia dini lebih mengena daripada hanya mengandalkan penjelalasan materi di sekolah. Tujuan dari pendidikan ialah meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang (Pasal 31 ayat 3) Dalam pasal ini dijelaskan bahwa tujuan dari pendidikan di Indonesia adalah bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia pada pelajar pada realitanya seperti jauh api dari panggang. Sistem pengajaran yang diberikan sekolah terhadap siswanya sebagian besar ialah hanya berorientasi kepada kecerdasan intelektual semata (intelegensia) sedangkan penanaman nilai-nilai aqidah pada diri anak sangat kurang sekali. Dalam tulisan ini saya membahas tentang bahasan mengenai konseptualisasi pendidikan anak usia dini berbasis penanaman aqidah Kata Kunci : Pendidikan Anak Usia Dini, Penanaman Nilai-nilai Aqidah
GURU IDEAL DALAM PENDIDIKAN ISLAM Idhar Idhar
Fitrah Vol 11 No 1 (2020)
Publisher : Prodi PAI STIT Sunan Giri Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47625/fitrah.v11i1.265

Abstract

Pendidikan sebagai teori berupa pemikiran manusia mengenai masalah-masalah kependidikan dan upaya memecahkannya secara mendasar dan sistematis. Sedangkan pendidikan sebagai praktek merupakan aktivitas manusia mendidik peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu yang diidealkan. Pembicaraan tentang guru ideal dalam pendidikan Islam pada hakikatnya adalah pembicaraan tentang kompetensi professional seorang guru dalam membimbing dan mendidik peserta didiknya menjadi manusia yang berilmu, beriman dan berakhlak mulia, sehingga mereka bisa menjadi sukses dunia dan akherat. Kompetensi guru ideal dalam Islam merupakan paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang beriman, berilmu serta professional dalam menjalankannya. Dalam Islam, setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional, dalam arti harus dilakukan secara benar. Hal ini hanya mungkin dilakukan oleh orang yang ahlinya. Apapun jenis profesi yang disandang, hendaknya dilakukan dengan profesional. Guru ideal dalam pendidikan Islam menurut persepektif al-Quran sesungguhnya diambilkan dari adanya pendapat mufasir yang memberikan penekanan paling tidak terdapat empat surat di dalam al-Qur’an yang membicarakan tipe seorang guru yang ideal dalam mendidik. Ideal dalam ilmu dan kemampuan, sikap, metode dan sebagainya. Dari sinilah yang dapat ditarik pemahaman bahwa guru ideal dalam pendidikan Islam yaitu menekankan pada seorang guru untuk melakukan pekerjaan sebagai pendidik dilakukan secara ideal. Demikian pula dengan profesi guru harus dilakukan secara profesional.
POLA PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PERSEPEKTIF PESANTREN Idhar Idhar
FASHLUNA Vol 1 No 01 (2020)
Publisher : Prodi PGMI STIT Sunan Giri Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (683.182 KB) | DOI: 10.47625/fashluna.v1i01.219

Abstract

Apabila ditilik secara sepesifik bahwa kerisis multi dimensi yang melanda Indonesia sebernanya bersumber pada menurunnya kualitas akhlak. Bila melihat kejadian-kejadian negatif yang melibatkan pelajar di Indonesia, misalnya saja tawuran antar pelajar yang tak kunjung usai, narkoba, bahkan kasus video mesum. Hal tersebut terjadi karena hilangnya nilai-nilai moralitas yang luntur akibat kurangnya kepedulian sekolah. Pesantren merupakan lembaga pendidik, tidak hanya mendidik para santri ilmu agama, melainkan juga membekalinya dengan akhlak yang menjadi karakter khas dari seorang santri. Tidak berlebihan ketika pesantren dikatakan sebagai sumber pendidikan karakter untuk menjawab persoalan bangsa. Kasus yang banyak terjadi pada siswa ialah karena kurangnya pendidikan karakter pada diri mahasiswa. Ciri khas pesantren dan sangat sulit ditiru oleh lembaga pendidikan lainnya adalah kuatnya penanaman akhlak-akhlak terpuji. Label ‘santri’ pun secara dzahir telah identik dengan keshalehan, baik itu secara individu maupun sosial. Hal ini wajar, karena pembiasaan aplikasi akhlak terpuji telah mendarah daging dalam dunia pendidikan pondok pesantren. Kyai sebagai sentral figur di dalamnya memberikan uswah dan qudwah hasanah dalam pendidikan akhlak. Karena penanaman akhlak lebih mengena dengan perbuatan daripada penjejalan materi di dalam kelas, maka pendidikan akhlak di pondok pesantren sangat mengena di benak para santrinya. Itu pulalah ternyata yang menginspirasi Kemendiknas untuk memasukan unsur-unsur pendidikan karakter di sekolah-sekolah, yang diakui terinspirasi dari pendidikan akhlak pondok pesantren. Tujuan dari pendidikan ialah meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang (Pasal 31 ayat 3) Dalam pasal ini dijelaskan bahwa tujuan dari pendidikan di Indonesia adalah bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia pada pelajar pada realitanya seperti jauh api dari panggang. Sistem pengajaran yang diberikan sekolah terhadap siswanya sebagian besar ialah hanya berorientasi kepada kecerdasan intelektual semata (intelegensia) sedangkan penanaman nilai-nilai karakter (character education) pada diri siswa sangat kurang sekali. Dalam tulisan ini saya membahas tentang bahasan mengenai pola pendidikan di pesantren, dan juga penanaman nilai-nilai dalam menuntut ilmu
KONSEPTUALISASI PEMBINAAN SHALAT BERBASIS PEMBANGUNAN KRAKTER PESERTA DIDIK Idhar Idhar
FASHLUNA Vol 1 No 02 (2020)
Publisher : Prodi PGMI STIT Sunan Giri Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (705.735 KB) | DOI: 10.47625/fashluna.v1i02.278

Abstract

Konsep Pembinaan Shalat peserta didik merupakan cara untuk menampung dan membangun dorongan positif, sehingga seorang akan memperoleh suatu keseimbangan antara pemikiran dan alam nyata. Shalat adalah tempat penampungan diri suatu dorongan energy yang tinggi dari seseorang yang bejuang sebgai khalifah yang berfungsi sebagai petugas yang memakmurkan bumi (ibadah) Di samping itu, tujuan pembinaan shalat yaitu untuk membangun krakter peserta didik atau dengan kata lain adalah agar peserta didik bisa mengimbangkan dan menyelarskan pikiran dan pelaksanaan, shalat juga merupakan mekanisme yang bisa menambah energy baru yang terakumulasi sehingga menjadi suatu kumpulan dorongan dorongan dahsyat untuk segera, berkarya beribadah dan mengaplikasi pemikiran kedalam alam realita. Energy ini akan merubah menjadi perjuangan nyata dalam menjalankan misi sebagai rahmatan lilalamin. Shalat akan menghasilkan suatu sumberdaya manusia yang diilhami “cahaya tuhan” yang akan turut berperan untuk menerangi bumi. Hal itu senada dengan tujuan dari pendidikan ialah meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang (Pasal 31 ayat 3) Dalam pasal ini dijelaskan bahwa tujuan dari pendidikan di Indonesia adalah bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia pada pelajar pada realitanya seperti jauh api dari panggang. Sistem pengajaran yang diberikan sekolah terhadap pesera didiknya sebagian besar ialah hanya berorientasi kepada kecerdasan intelektual semata (intelegensia) sedangkan pembangunan nilai-nilai karakter pada diri pada peserta didik sangat kurang sekali.
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID PADA ANAK USIA DINI Idhar Idhar
FASHLUNA Vol 2 No 1 (2021)
Publisher : Prodi PGMI STIT Sunan Giri Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.881 KB) | DOI: 10.47625/fashluna.v2i1.319

Abstract

Parents are the first monotheistic educators for a child in his life, without parental guidance it is impossible for a child to be able to know his god, because one of the foremost gates in educating and guiding his children to know God and implement the values ​​of his god's teachings, because they are the main door his son's success. Parents are the first educators, not only educating or paying attention to their children about general knowledge but more importantly instilling their understanding of religious knowledge even more specifically as well as equipping them. instilling monotheism education which is an obligation as parents. Parents who are responsible for educating children at an early age can be seen from their strength in instilling monotheism in them. Students who are instilled in monotheism at an early age can be seen physically, which is identical with piety, both individually and socially. The purpose of monotheism education is to increase faith and piety as well as noble character in the context of the intellectual life of the nation, which is regulated by law (Article 31 paragraph 3). students in reality like far the fire from roasting. The teaching system provided by the school to its students is mostly only oriented to intellectual intelligence (intelligence) while the inculcation of the values ​​of monotheism in children is very lacking. In this paper, I discuss the discussion of the concept of monotheism education in early childhood.