Hendra Gunawan
Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp. 0251-8633234, 7520067; Fax 0251-8638111 Bogor

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

HABITAT MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas Cuvier 1809) DI LANSKAP HUTAN PRODUKSI YANG TERFRAGMENTASI Hendra Gunawan; Lilik B. Prasetyo; Ani Mardiastuti; Agus P. Kartono
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 6, No 2 (2009): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphka.2009.6.2.95-114

Abstract

Macan tutul jawa (Panthera pardus melas Cuvier 1809) merupakan spesies kunci ekosistem hutan di Jawa yang sedang mengalami ancaman kepunahan akibat fragmentasi habitat. Di Provinsi Jawa Tengah 83,84% hutannya merupakan hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani dan terbagi dalam 20 unit pengelolaan (Kesatuan Pemangkuan Hutan). Oleh karena itu kelestarian macan tutul sangat tergantung pada keadaan hutan produksi tersebut. Sejak krisis moneter, hutan produksi di Jawa Tengah terus mengalami deforestasi dan fragmentasi, sehingga mengancam kelestarian macan tutul.  KPH Kendal merupakan salah satu daerah penyebaran macan tutul di hutan tanaman jati. Penelitian ini bertujuan  untuk  mengetahui karakteristik habitat macan tutul di lanskap hutan tanaman yang sedang mengalami fragmentasi. Hasil penelitian ini menemukan bahwa di KPH Kendal terdapat tiga populasi macan tutul yang terpisah akibat fragmentasi oleh jalan, perkampungan, dan lahan pertanian. Fragmentasi hutan ditandai oleh peningkatan jumlah  atch, penurunan luas Class Area, peningkatan Total  Edge, penurunan Core  Area Index, dan peningkatan Mean Shape Index. Fragmentasi habitat macan tutul di KPH Kendal disebabkan oleh okupasi hutan untuk pertanian, konversi untuk pemukiman, pembangunan jalan, jaringan listrik SUTET, dan sistem silvikultur tebang habis.  Fragmentasi ini menyebabkan isolasi populasi, degradasi kualitas habitat, dan penyempitan habitat yang secara sendiri atau bersama-sama mengancam kelestarian macan tutul. Macan tutul  memilih fitur-fitur habitat tertentu untuk berbagai aktivitasnya, seperti tempat  berlindung, tempat melindungi dan memelihara anak, tempat berburu, tempat istirahat, tempat mengasuh anak, dan tempat untuk penandaan teritori. Terdapat 18 jenis satwa yang potensial menjadi mangsa macan tutul di KPH Kendal, tetapi macan tutul memiliki preferensi terhadap kijang (Muntiacus muntjak zimmermann, 1780), monyet abu- abu (Macaca fascicularis Raffles, 1821), lutung (Trachipitecus auratus Geoffroy, 1812), babi hutan (Sus scrofa Linnaeus, 1758), dan anjing kampung (Canis familiaris Linnaeus, 1758) sebagai mangsanya. 
KUALITAS PERAIRAN DAN KANDUNGAN MERKURI (Hg) DALAM IKAN PADA TAMBAK EMPANG PARIT DI BAGIAN KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN CIASEM-PAMANUKAN, KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN PURWAKARTA, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT Hendra Gunawan; Chairil Anwar
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 5, No 1 (2008): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphka.2008.5.1.1-10

Abstract

Untuk menekan laju degradasi hutan mangrove, Perum Perhutani telah menerapkan program silvofishery dengan pola empang parit. Dalam perjalanan waktu, program ini tidak berjalan sebagaimana diharapkan yang ditandai semakin mengecilnya proporsi hutan mangrove dan semakin meluasnya tambak. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena menghilangkan fungsi ekologis hutan mangrove dan dapat mengancam produktivitas perikanan secara umum. Salah satu dampak negatif yang dikhawatirkan akibat hilangnya mangrove dari tambak empang parit adalah meningkatnya pencemaran perairan dan terkontaminasinya ikan yang dibudidayakan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kualitas ekologis tambak empang parit yang meliputi : (1) kualitas perairan tambak, (2) kandungan merkuri (Hg) pada biota perairan, dan (3) kandungan merkuri (Hg) pada vegetasi mangrove.  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas perairan tambak di wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciasem-Pamanukan telah menurun yang antara lain ditandai oleh kandungan timbal (Pb) dan deterjen (MBAS) yang telah melebihi ambang batas yang diperbolehkan untuk budidaya perikanan. Dari delapan jenis ikan dan satu jenis udang di tambak bermangrove (empang parit) dan enam jenis ikan dan satu jenis udang tambak tanpa mangrove, semuanya terkontaminasi merkuri (Hg). Secara umum konsentrasi kontaminan merkuri (Hg) pada ikan dan udang di tambak tanpa mangrove lebih tinggi daripada tambak bermangrove. Walaupun rata-rata masih di bawah ambang batas yang dibolehkan, namun karena merkuri (Hg) merupakan logam berat yang berbahaya dan non biodegradeble, maka tidak boleh diabaikan karena dalam jangka panjang dapat menimbulkan penyakit berbahaya.  Kandungan merkuri (Hg) dalam akar, batang, daun, dan buah Rhizophora mucronata Lam.  dan Avicennia officinalis Linn. tidak  terdeteksi  atau  kurang dari  0,008  ppb. Hal  ini  mungkin disebabkan oleh sifat fisiologis jenis pohon tersebut atau karena umurnya yang masih muda (2, 4, dan 8 tahun). 
FRAGMENTASI HUTAN ALAM LAHAN KERING DI PROVINSI JAWA TENGAH Hendra Gunawan; Lilik B. Prasetyo; Ani Mardiastuti; Agus P. Kartono
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphka.2010.7.1.75-91

Abstract

Hutan alam di Provinsi Jawa Tengah terus mengalami penurunan luas dan fragmentasi sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Hal ini tentu berdampak negatif pada kelangsungan hidup keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang proses dan laju fragmentasi hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah dan informasi mengenai kemungkinan dampaknya bagi kelestarian keanekaragaman satwaliar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama 16 tahun (1990-2006) Provinsi Jawa Tengah telah kehilangan hutan alam lahan kering seluas 446.561,09 ha atau 88%. Sisa-sisa hutan alam lahan kering umumnya ada di puncak-puncak gunung yang sulit diakses oleh aktivitas manusia. Fragmentasi hutan alam di Jawa Tengah yang terjadi antara tahun 1990-2000 telah menyebabkan peningkatan Total Edge (TE) dari 42,43 km menjadi 133,88 km. Dari tahun 2000-2006, seiring dengan hilangnya fragment-fragment hutan (proses attrition) total edge menurun menjadi 8,75 km.  Edge Density (ED) hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah juga mengalami peningkatan dari tahun 19902000, yaitu dari 151.061,8 m2  menjadi 473.200,6 m2 . Edge density kembali menurun seiring hilangnya beberapa fragment hutan menjadi 31.076,6 m2  pada tahun 2006. Fragmentasi hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah umumnya disebabkan oleh konversi menjadi lahan pertanian, hutan tanaman, perkebunan, pemukiman, dan pembangunan infrastruktur, seperti jalan arteri, jalan tol serta jaringan listrik tegangan tinggi (SUTET). Fragmentasi hutan di Provinsi Jawa Tengah harus dihentikan. Penataan ruang yang memperhatikan bukan saja proporsi luas hutan tetapi juga kekompakan dan konektivitas antar kelompok hutan harus diimplementasikan. Untuk menghambat laju kepunahan dan meningkatkan survival satwaliayang ada di hutan terfragmentasi, maka perlu dibuat koridor dan perluasan habitat dengan menambahkazona penyangga. Kawasan hutan negara yang tidak berhutan perlu dihutankan kembali. Hutan produksi hardifungsikan sebagai perluasan habitat dan koridor antar habitat satwa yang terfragmentasi