Claim Missing Document
Check
Articles

KOMUNITAS HABITAT BEKANTAN (Nasalis larvatus Wurmb) PADA AREAL TERISOLASI DI KUALA SAMBOJA, KALIMANTAN TIMUR Atmoko, Tri; Mardiastuti, Ani; Iskandar, Entang
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 11, No 2 (2014): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) adalah primata endemik Borneo dan termasuk dalam endengered species menurut IUCN.  Habitat bekantan sebanyak 40% telah berubah fungsi dan hanya sekitar empat persen yangada di kawasan konservasi. Tujuan penelitian adalah memperoleh informasi tentang komunitas habitat dankondisi isolasinya di Kuala Samboja, Kalimantan Timur. Penelitian dilakukan dengan analisis vegetasimetode garis berpetak dan penggambaran profil habitat. Habitat dibagi tiga, yaitu komunitas rambai,komunitas rambai-riparian, dan komunitas riparian.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa habitat terisolasi dan terfragmentasi oleh pemukiman, jalan raya, kebun, areal penggembalaan ternak, kanal air, jembatan,bekas tambak, dan penambangan pasir. Tumbuhan penyusun habitat meliputi 79 jenis yang termasuk dalam71 marga dan 45 suku.  Komunitas rambai didominasi rambai laut. (Sonneratia caseolaris (L.) Engl.) pada semua tingkat vegetasi.  Komunitas rambai-riparian didominasi S. caseolaris pada tingkat pohon, sedangkanArdisia elliptica Thunb. dominan pada tingkat pancang dan semai. Komunitas riparian tingkat pohondidominasi Vitex pinnata L. sedangkan tingkat pancang dan semai didominasi Elaeocarpus stipularis Blume.Tumbuhan pakan utama bekantan adalah S. caseolaris dan V. pinnata, tapi sistem permudaan alaminyaberjalan tidak normal. Tajuk pohon pada komunitas riparian kontinyu sedangkan komunitas rambai danrambai-riparian diskontinyu.  Pembinaan habitat dapat dilakukan dengan rehabilitasi di tepi sungai dan lahantidur milik masyarakat.
FRAGMENTASI HUTAN ALAM LAHAN KERING DI PROVINSI JAWA TENGAH Gunawan, Hendra; Prasetyo, Lilik B.; Mardiastuti, Ani; Kartono, Agus P.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hutan alam di Provinsi Jawa Tengah terus mengalami penurunan luas dan fragmentasi sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Hal ini tentu berdampak negatif pada kelangsungan hidup keanekaragaman hayatiyang terkandung di dalamnya. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang proses dan laju fragmentasi hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah dan informasi mengenai kemungkinan dampaknya bagi kelestarian keanekaragaman satwaliar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama 16 tahun (1990-2006) Provinsi Jawa Tengah telah kehilangan hutan alam lahan kering seluas 446.561,09 ha atau88%. Sisa-sisa hutan alam lahan kering umumnya ada di puncak-puncak gunung yang sulit diakses oleh aktivitas manusia. Fragmentasi hutan alam di Jawa Tengah yang terjadi antara tahun 1990-2000 telahmenyebabkan peningkatan Total Edge (TE) dari 42,43 km menjadi 133,88 km. Dari tahun 2000-2006, seiring dengan hilangnya fragment-fragment hutan (proses attrition) total edge menurun menjadi 8,75 km.  EdgeDensity (ED) hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah juga mengalami peningkatan dari tahun 19902000, yaitu dari 151.061,8 m2 menjadi 473.200,6 m2 . Edge density kembali menurun seiring hilangnyabeberapa fragment hutan menjadi 31.076,6 m2  pada tahun 2006. Fragmentasi hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah umumnya disebabkan oleh konversi menjadi lahan pertanian, hutan tanaman,perkebunan, pemukiman, dan pembangunan infrastruktur, seperti jalan arteri, jalan tol serta jaringan listrik tegangan tinggi (SUTET). Fragmentasi hutan di Provinsi Jawa Tengah harus dihentikan. Penataan ruang yangmemperhatikan bukan saja proporsi luas hutan tetapi juga kekompakan dan konektivitas antar kelompok hutan harus diimplementasikan. Untuk menghambat laju kepunahan dan meningkatkan survival satwaliayang ada di hutan terfragmentasi, maka perlu dibuat koridor dan perluasan habitat dengan menambahkazona penyangga. Kawasan hutan negara yang tidak berhutan perlu dihutankan kembali. Hutan produksi hardifungsikan sebagai perluasan habitat dan koridor antar habitat satwa yang terfragmentasi
SEBARAN POPULASI DAN SELEKSI HABITAT MACAN TUTUL JAWA, Panthera pardus melas Cuvier 1809 DI PROVINSI JAWA TENGAH Gunawan, Hendra; Prasetyo, Lilik B.; Mardiastuti, Ani; Kartono, Agus P.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 9, No 4 (2012): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

 ABSTRAK Lebih dari dua dekade sebaran macan tutul jawa di Jawa Tengah tidak termonitor.  Dengan laju deforestasi yang cukup tinggi dikhawatirkan sebaran populasi macan tutul jawa di provinsi ini telah banyak berkurang dan terjadi kepunahan di beberapa lokasi.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran populasi dan seleksi habitat macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah.   Pengumpulan data keberadaan macan tutul dilakukan melalui kuesioner, wawancara, dan pengecekan lapangan untuk mencatat pposisi GPS macan tutul. Titik-titik GPS lokasi macan tutul diplotkan ke peta kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah.  Penghitungan indeks seleksi habitat menggunakan rumus indeks Neu.  Penelitian ini menemukan 48 titik lokasi macan tutul yang tersebar di lima tipe hutan yaitu di hutan pinus (43,8%), hutan jati (27,1%), hutan  alam pegunungan (14,5%), hutan tanaman campuran (8,3%), dan hutan alam dataran rendah (6,3%). Daerah sebaran macan tutul jawa meliputi ketinggian 0 m hingga lebih dari 1.000 m di atas permukaan laut.  Terdapat 15 lokasi macan tutul yang diduga sudah mengalami kepunahan lokal.   Macan tutul melakukan seleksi terhadap habitatnya  (P = 0,01).  Hutan alam dataran rendah memiliki nilai indeks seleksi tertinggi (8,5560) diikuti oleh hutan tanaman campuran (5,8911), hutan alam pegunungan (2,9795), hutan tanaman pinus (1,1758), dan hutan jati (0,4769).
PERDAGANGAN SUKU LABI-LABI (Tryionichidae) UNTUK KONSUMSI DI PROVINSI DKI JAKARTA Prastiwi, Dhian Eko; Kusrini, Mirza D.; Mardiastuti, Ani
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 12, No 1 (2015): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di dalam negeri dijumpai sejumlah pasar yang menjual labi-labi untuk dikonsumsi, akan tetapi perdagangan domestik labi-labi belum banyak diketahui. Sementara itu, ijin kuota pemanfaatan  (90% untuk ekspor dan 10%  untuk  pemanfaatan  dalam  negeri)  lebih  didasarkan  hasil  survei populasi  labi-labi  di alam;  belum memperhatikan kebutuhan konsumsi dalam negeri. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang perdagangan labi-labi untuk konsumsi di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian dilakukan Desember 2013 sampai Maret 2014 dengan teknik wawancara kepada informan yang dipilih secara snowball sampling dan observasi lapang untuk   identifikasi pedagang hasil olahan labi-labi. Jumlah labi-labi yang diperdagangkan untuk konsumsi di Jakarta selama tiga bulan adalah 8.818,1 kg, terdiri atas 7.171,6 kg  jenis Amyda cartilaginea (atau 2.390,5 kg per bulan) dan 1.646,5 kg   jenis Trionyx siamensis (atau 548.8 kg per bulan). Asal A. cartilaginea   terbanyak dari Sumatera Selatan (49%), Jambi (20%) dan Lampung (19%), diikuti beberapa daerah di Jawa Barat dan Banten. Sejumlah 34 rumah makan dan tiga pedagang kaki lima yang menjual hasil olahan labi-labi dijumpai di beberapa wilayah di Jakarta, kecuali Jakarta Timur dengan jumlah kebutuhan per hari berkisar empat kg per pedagang (setara dengan 4.440 kg per bulan) dengan harga Rp 26.000-Rp 200.000 per porsi
HABITAT MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus melas Cuvier 1809) DI LANSKAP HUTAN PRODUKSI YANG TERFRAGMENTASI Gunawan, Hendra; Prasetyo, Lilik B.; Mardiastuti, Ani; Kartono, Agus P.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 6, No 2 (2009): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Macan tutul jawa (Panthera pardus melas Cuvier 1809) merupakan spesies kunci ekosistem hutan di Jawa yang sedang mengalami ancaman kepunahan akibat fragmentasi habitat. Di Provinsi Jawa Tengah 83,84% hutannya merupakan hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani dan terbagi dalam 20 unit pengelolaan (Kesatuan Pemangkuan Hutan).  Oleh karena itu kelestarian macan tutul sangat tergantung pada keadaan hutan produksi tersebut. Sejak krisis moneter, hutan produksi di Jawa Tengah terus mengalami deforestasi dan fragmentasi, sehingga mengancam kelestarian macan tutul.  KPH Kendal merupakan salah satu  daerah penyebaran macan tutul  di  hutan tanaman jati.  Penelitian ini  bertujuan  untuk  mengetahui karakteristik habitat macan tutul di lanskap hutan tanaman yang sedang mengalami fragmentasi.   Hasil penelitian ini menemukan bahwa di KPH Kendal terdapat tiga populasi macan tutul yang terpisah akibat fragmentasi oleh jalan, perkampungan, dan lahan pertanian.  Fragmentasi hutan ditandai oleh peningkatan jumlah  Patch,  penurunan luas  Class  Area,  peningkatan Total  Edge,  penurunan Core  Area  Index,  dan peningkatan Mean Shape Index.  Fragmentasi habitat macan tutul di KPH Kendal disebabkan oleh okupasi hutan untuk pertanian, konversi untuk pemukiman, pembangunan jalan, jaringan listrik SUTET, dan sistem silvikultur tebang habis.  Fragmentasi ini  menyebabkan isolasi populasi, degradasi kualitas habitat, dan penyempitan habitat yang secara sendiri atau bersama-sama mengancam kelestarian macan tutul.   Macan tutul  memilih fitur-fitur habitat tertentu untuk berbagai aktivitasnya, seperti tempat  berlindung, tempat melindungi dan memelihara anak, tempat berburu, tempat istirahat, tempat mengasuh anak, dan tempat untuk penandaan teritori. Terdapat 18 jenis satwa yang potensial menjadi mangsa macan tutul di KPH Kendal, tetapi macan tutul memiliki preferensi terhadap kijang (Muntiacus muntjak zimmermann, 1780), monyet abu- abu (Macaca fascicularis Raffles, 1821), lutung (Trachipitecus auratus Geoffroy, 1812), babi hutan (Sus scrofa Linnaeus, 1758), dan anjing kampung (Canis familiaris Linnaeus, 1758) sebagai mangsanya. 
THE VEGETATION OF LAMBUSANGO FOREST, BUTON, INDONESIA POWLING, ANDREW; PHILLIPS, AURORA; PRITCHETT, ROSIE; SEGAR, SIMON T.; WHEELER, REBECCA; MARDIASTUTI, ANI
REINWARDTIA Vol 14, No 2 (2015): Vol.14 No.2
Publisher : Research Center for Biology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (753.353 KB) | DOI: 10.14203/reinwardtia.v14i2.1671

Abstract

POWLING, A., PHILLIPS, A., PRITCHETT, R., SEGAR, S. T., WHEELER, R. & MARDIASTUTI, A. 2015. The vegetation of Lambusango Forest, Buton, Indonesia. Reinwardtia 14(2): 265 - 286. - Lambusango Forest is a tropical rainforest on the island of Buton, which lies close to south east Sulawesi. The forest covers an area of about 95.000 ha, with different parts of the forest having different levels of conservation protection. It lies on rocks of both calcareous (limestone) and non-calcareous (sandstone, conglomerate, peridotite and chert) nature, which give rise to soils with varying pH values, nutrient levels and water-holding capacities. The climate is seasonal, with a dry season of three months and considerable year-to-year variability due to El Nino and La Nina events. The vegetation on the different soils and in different habitats has been studied. Over 300 species of vascular plants found in the forest and surrounding areas are listed, including trees and shrubs, herbs, climbers, epiphytes, ferns and club-mosses. Two genera, Calamus with 18 species and Ficus with 29 species, are particularly species-rich, apparently due to their ability to occupy numerous edaphic and ecological niches. Species of these two genera are also good colonists and so better able to reach Buton in the recent past than other species. The plants of the forest indicate that Buton is floristically very similar to Sulawesi, with at least 83% of the species found in the forest also being known from Sulawesi. Most of the plant families and genera present on Buton are common in SE Asia, indicating colonisation primarily from that continent. Many fewer families and genera have colonised from the Australasian continent. The conservation of plant diversity is necessary for the forest to continue as a functioning ecosystem, to the benefit of the animals of the forest and also the local people.
RATTAN DIVERSITY AND BROAD EDAPHIC NICHES IN A TROPICAL RAINFOREST OF BUTON, SULAWESI, INDONESIA PRITCHETT, ROSIE; PHILLIPS, AURORA; MARDIASTUTI, ANI; POWLING, ANDREW
REINWARDTIA Vol 15, No 2 (2016): Vol.15 No.2
Publisher : Research Center for Biology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1139.263 KB) | DOI: 10.14203/reinwardtia.v15i2.2943

Abstract

PRITCHETT, R., PHILLIPS, A., MARDIASTUTI, A. & POWLING, A. 2016. Rattan diversity and broad edaphic niches in a tropical rainforest of Buton, Sulawesi, Indonesia. Reinwardtia 15(2): 99 – 110. — This paper attempts to answer the question: how can at least 20 species of rattan palms in the genus Calamus (family Palmae (Arecaceae)) co -exist in a rainforest? A survey of rattans was made in Lambusango Forest on Buton, an island close to south east Sulawesi, in Indonesia. Rattan species and numbers were recorded in 87 quadrats of 30 × 10 m, laid out along linear transects in habitats with a variety of soils. Evidence for edaphic (soil) niches was sought. Different rattan species were found to be adapted to soils with different conductivity and pH values. Standardised mean difference (d) scores were calculated for pairs of species based on their response to soil pH. Of the 66 pairs tested, 61 were found to be significantly different statistically. Such differences suggest, but do not prove, that many species occupy different edaphic niches. It was found that species which show a preference for soils with intermediate pH values (5.0 to 6.5) can grow in soils with a wide range of pH values, implying broad edaphic niches and that competition between these species is weak. Correspondence analysis shows that many species do not distinguish greatly between many soils with intermediate pH values. It is concluded that rattan species show evidence for having different edaphic niches, although the niches for many species are broad. It is speculated that many rattan species may be ecologically equivalent and that a weak version of ecological neutrality theory may apply.
Distribusi Kambing Hutan Sumatera[CapricornrS sumatraensis sumatraensis (Bechstein, 1799)] di Sipurak, Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera Susanti, Neneng; Mardiastuti, Ani; Andayani, Noviar
JURNAL BIOLOGI INDONESIA Vol 4, No 2 (2006): JURNAL BIOLOGI INDONESIA
Publisher : Perhimpunan Biologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jbi.v4i2.3269

Abstract

ABSTRACTSumatran Serow Capricornis sumatraensis sumatraensis (Bechstein, 1799))Distribution at Sipurak-Kerinci Seblat National Park. Sumatran serow [Capricornissumatraensis sumatraensis (Bechstein, 1799)J is one of endangered species in KerinciSeblat National Park (KSNP). Few data are available about Sumatran serow in KSNP.The research was designed to analize the distribution of Sumatran serow in Sipurak.Fieldstudy was conducted from September 2005 to February 2006 in Sipurak, KSNP.The detection-non detection survey method was applied for observation. There were 44cells sampling, the number of cells determined by purposive sampling base on habitattypes and accessibility to reach the location of cell (easy or hard). The data were analyzedby Arcview 3.2 PC. The sumatran serow just indirectly detected. Sign of its existencemainly detected at ramp. Distribution of sumatran serow mainly was invented on the lowland forest type (8 1,82%) which are characterized by caves, rock-cliff, and rugged hills.Key words: Distribution; detection-non detection; sumatran serow; Sipurak
Response of Dung Beetle Communities (Coleoptera: Scarabaeidae) Across Gradient of Disturbance in the Tropical Lowland Forest of Buton, Sulawesi Moy, Mariana Silvana; Mardiastuti, Ani; Kahono, Sih
ZOO INDONESIA Vol 25, No 1 (2016): Juli 2016
Publisher : Masyarakat Zoologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (855.806 KB)

Abstract

Little is known about how antropogenic disturbance triggered the biodiversity loss of functionally important insect groups in an island, including dung beetle (Coleoptera: Scarabaeidae). This study focused on the responses of dung beetle across gradient of disturbance in a secondary tropical lowland rainforest (Lambusango forest, Sulawesi, Indonesia). From June to August 2013, dung beetles were collected in the forest with low, intermediate, and high level of disturbances. Each disturbance level had three transects which were separated at least 500 m each other (n=9). Ten pitfall traps per transect baited with cattle dung were set, along 100 m transect for 48 hours. A total of 1.710 dung beetles, representing 29 species, were collected. Total 79% trapped specimens and 55% of species richness was found in the intermediate dis-turbance, which it was significantly differed compare to two other disturbances. Shannon-Wienner index was signifi-cantly higher in low disturbance than in intermediate and high disturbance, while dominance speciesindex mostly occured in intermediate disturbance. A two-dimensional scalling plot based on Bray-Curtis index indicated the different species composition of the beetles between disturbance levels. We concluded that dung beetle assemblages of secondary lowland rainforests appeared a robust respond to the disturbance levels.
Bird Diversity in Several Habitat Types in Pondok Ambung Research Station, Tanjung Puting National Park, Central Kalimantan Purnomo, Harri; Mulyani, Yeni A.; Mardiastuti, Ani
JURNAL BIOLOGI INDONESIA Vol 8, No 2 (2012): JURNAL BIOLOGI INDONESIA
Publisher : Perhimpunan Biologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.528 KB) | DOI: 10.14203/jbi.v8i2.3041

Abstract

Diversitas Burung pada Beberapa Tipe Habitat di Stasiun Riset Pondok Ambung TanjungPuting Kalimantan Tengah. Penelitian diversitas burung yang dilakukan di kawasan hutangambut, dataran rendah, hutan kerangas dan hutan bekas kebakaran dilakukan setiap hari duakali yaitu pukul 6:00 - 09:00 dan 15:00-18:00 pada kurun waktu 38 hari mulai 29 Juli hingga 5September 2009. Metode pengamatan yang dilakukan adalah metode”point count” dan hasilyang diperoleh tercatat 107 jenis (38 famili) ada di kawasan stasiun ini, dan masing-masing ada48, 50, 45 dan 50 jenis burung dapat dijumpai di hutan gambut, hutan sekunder dataran rendahswamp, hutan kerangas dan hutan bekas kebakaran.Kata Kunci: Diversitas burung, habitat, Tanjung Puting
Co-Authors ABDUL HARIS MUSTARI Achmad Ariefiandy Achmad, Fariz Aeng Saputra Agnes Ferisa Agus P. Kartono Agus P. Kartono Agus P. Kartono Agus P. Kartono Agus Subagyo Alim Setiawan Anas Salsabila Andayani, Noviar Andrew Powling ANDREW POWLING ANDREW POWLING, ANDREW Aprilianti, Risma Aronika Kaban aronika kaban Aronika Kaban Asep Saefullah AURORA PHILLIPS AURORA PHILLIPS AURORA PHILLIPS, AURORA Bangkit Maulana Burhanuddin Masy'ud Burhanuddin Masy'ud Burhanuddin Masy’ud DEDI SOEDHARMA Dedi Soedharma Dewi Malia Prawiradilaga, Dewi Malia Dhian Eko Prastiwi Dhian Eko Prastiwi, Dhian Eko Djatmiko, Wibowo Agung Elisabet RRB Hutabarat Entang Iskandar Entang Iskandar Entang Iskandar Entang Iskandar Entang Iskandar Entang Iskandar Erny Jumilawaty Fachruddin Majeri Mangunjaya Fadila, Muhammad Imam Fathani, Muhammad Hamas Febriany Iskandar Fransisca Noni Tirtaningtyas Gugah Praharawati Hadi S Alikodra Hafiyyan Sastranegara Hani Sabrina Harnios Arief Harnum Nurazizah Hefni Effendi Hendra Gunawan Hendra Gunawan Hendra Gunawan Hermawan, Rachmad Heru Setijanto Hiroshi Kobayashi Ida Ayu Ari Janiawati Insan Kurnia Ismi Shanti Qomariah Janra, M. Nazri Jansen Manansang Jarulis Jarulis Jarulis Jarulis Jarulis Jarulis JARWADI BUDI HERNOWO Julius Paolo Siregar Kanthi Hardina Lastri Dwi Saputri Lilik B. Prasetyo Lilik B. Prasetyo Lilik B. Prasetyo Lilik B. Prasetyo Lilik B. Prasetyo Lilik Budi Prasetyo LILIK BUDIPRASETYO Lina Kristina Dewi M. Bismark M. Nazri Janra Mangunjaya, Fachruddin Majeri Maria Edna Herawati Mariana Silvana Moy Masy'ud, Burhanuddin Masy’ud, Burhanuddin Mennofatria Boer Mia Clarissa Dewi Mirza D. Kusrini Mirza D. Kusrini, Mirza D. Mirza Dikari Kusrini Mirza Kusrini Moh. Ihsan Mohammad Ali Ridha Moy, Mariana Silvana Muhammad Bismark Muhammad Faesal Rahman Hakim Muhammad, Gema Ikrar Munawir, Ahmad Nancy Karraker NUR ANNIS HIDAYATI Nur Annis Hidayati Nurul Khakhim Nurul Khakhim Nyoto Santoso Pradana, Dimas Haryo Praharawati, Gugah Purnomo, Harri Purnomo, Harri Raka Aditya Pramunandya Randall C. Kyes REBECCA WHEELER REBECCA WHEELER REBECCA WHEELER, REBECCA Reviany Widjakusuma Richard A. Noske Riko Irwanto Rondang Sumurung Edonita Siregar ROSIE PRITCHETT ROSIE PRITCHETT ROSIE PRITCHETT, ROSIE Rumblat, Walid Rushayati, Siti B. Satyawan Sunito Satyawan Sunito Setyo Budi Susilo Sih Kahono Sih Kahono SIMON T. SEGAR SIMON T. SEGAR SIMON T. SEGAR, SIMON T. Sri Supraptini Mansjoer Susanti, Neneng Susanti, Neneng Sutopo Sutopo Suyanti . Syamsul B. Agus Tamnge, Fadila TARUNI SRI PRAWAST MIEN KAOMINI ANY ARYANI DEDY DURYADI SOLIHIN Tiurmaida A.C Gultom Tonny R. Soehartono Tri Atmoko Tri Atmoko Tri Atmoko Tri Atmoko Tri Atmoko Tri Atmoko Tutut Sunarminto Umar Fhadli Kennedi Vallen Sakti Maulana Vincentius P Siregar Vinoba Chandra Warmetan, Hermanus Widjakusuma, Reviany Wilson Novarino Yasman, Y Yeni A Mulyani Yeni A. Mulyani Yeni A. Mulyani Yeni A. Mulyani Yeni Aryati Mulyani Yeni Mulyani Yohanna .