Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

DAMPAK KETENTUAN OMNIBUS LAW (RANCANGAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA) TERHADAP KETENTUAN RUMAH SUSUN (THE IMPACT OF THE OMNIBUS LAW ON THE FLATS) Febri Meutia; M Ilham Hermawan
Jurnal Legal Reasoning Vol 3 No 1 (2020): Desember
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jlr.v3i1.2231

Abstract

Pada tahun 2020 pemerintah merencanakan melakukan pembantukan Undang-Undang Cipta Kerja. Atas dasar peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha pemerintah merencanakan merubah beberapa undang-undang. Rancangan Undang-Undang Cipta kerja berimplikasi ke Undang-Undang Rumah Susun. Rancangan Undang-Undang Cipta kerja mengubah beberapa materi muatan yang ada dalam Undang-Undang Rumah Susun. Perubahan Undang-Undang Rumah Susun masuk ke dalam kluster “Penyederhanaan Perizinan Berusaha”. Implikasi Undang-Undang Cipta Kerja terhadap Undang-Undang Rumah Susun tersebut yang menjadi objek penelitian ini. Kajian yang mencari jawaban apakah perubahan tersebut memberikan dapat positif atau negatif bagi penyediaan rumah dan perumahan khsusunya rumah susun. Pokok permasalah dalam kajian ini adalah Bagaimana dampak ketentuan ketentuan Omnibus Law (Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja) Terhadap ketentuan Rumah Susun? Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu dalam penelitian ini data diperoleh dari bahan-bahan pustaka (yang disebut juga data sekunder). Penyederhanaan Perizinan Berusaha yang dirumuskan dalam Rancangan Undang- Undang Cipta Kerja pada sektor perumahan dan kawasan pemukiman, tidak seluruh nya berdapak positif bagi masyarakat. Tidak semunya memberikan perlindungan terhadap hak masyarakar atas kepemilikan tempat tinggal. Rancangan Undang-Undang Cipta kerja pelu dikaji lebih mendalam yang melibatkan para akdemisi dan pratisi di bidang rumah susun serta keterlibatan masyarakat secara umum guna penataan regulasi disektor perumahan khususnya Rumah Susun yang leibuh baik.
PERAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA DEPOK DALAM PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Siti Nur Ajizah; Endra Wijaya; Febri Meutia
Jurnal Legal Reasoning Vol 4 No 1 (2021): Desember
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jlr.v4i1.2966

Abstract

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) ialah badan yang mempunyai peran penting dalam perencanaan pembangunan daerah. Bappeda membantu Kepala Daerah dalam menentukan kebijakan di bidang perencanaan pembangunan daerah serta penilaian atas pelaksanaannya. Kajian mengenai pentingnya peran Bappeda tersebut akan dibahas dalam artikel ini, dengan fokus pada peran Bappeda Kota Depok dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok Tahun 2016-2021. Kajian disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersandarkan pada data sekunder. Untuk mendukung data sekunder tersebut, kajian ini juga didukung oleh informasi yang peneliti peroleh melalui wawancara dengan narasumber yang relevan. Kajian ini menyimpulkan bahwa Bappeda Kota Depok memiliki peran yang sangat penting dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah Kota Depok, mengingat Bappeda Kota Depok ini merupakan unsur penunjang urusan pemerintahan di bidang perencanaan, penelitian dan pengembangan. Dalam penyusunan RPJMD Tahun 2016-2021, Bappeda Kota Depok masih menghadapi beberapa kendala, seperti persoalan ketersediaan data atau informasi yang belum akurat dan juga persoalan keterbatasan kualitas serta kuantitas sumber daya manusia di Bappeda yang belum memadai.
QUO VADIS PERIZINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH Muhammad Ilham Hermawan; Febri Meutia
Grondwet Vol. 1 No. 2 (2022): Juli 2022
Publisher : Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemerintah terus dihadapi dengan masalah defisit atau backlog perumahan khususnya tempat tinggal bagi MBR yang disebabkan tidak seimbangnya antara pasokan (supply) dan permintaan (kebutuhan). Jumlah MBR yang membutuhkan rumah lebih banyak dari pasokan rumah yang bisa disediakan oleh pemerintah tiap tahun. Dalam pemenuhan rumah dan perumahan bagi MBR salah satu Peran pemerintah, memfasilitasi pelaku pembangunan dalam penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 13 huruf g Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Salah satu bentuk fasilitasi tersebut yakni kemudahan perizinan bagi pelaku pembangunan dalam membangun perumahan MBR. Upaya pemerintah tersebut diwujudkan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Sejak Peraturan Pemerintah diundangkan pembangunan perumahan MBR yang dilakukan oleh pelaku pembangunan masih terkendala. Tidak sinkron peraturan perundang-undangan dan pemerintah daerah belum sepenuhnya mengimplementasikan menjadi beberapa kendala yang dihadapi dalam implementasi Peraturan Pemerintah tersebut. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Bagi Hal ini mengingat terdapatnya perbedaan jenis dan waktu perizinan dan non perizinan antara Peraturan Pemerintah Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Perizinan dan Non-perizinan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Daerah. Oleh karena itu, agar terciptanya kepastian hukum dan tidak terjadinya kebingungan bagi daerah dalam mengimplementasikan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, maka penataan regulasi yang dapat dilakukan regulasi tunggal setingkat Peraturan Pemerintah “simplifikasi” yang menjadi acuan daerah yang bersifat menyeluruh.
PEMENUHAN HUNIAN BERIMBANG DALAM PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2022 TENTANG CIPTA KERJA Muhammad Ilham Hermawan; Febri Meutia
Grondwet Vol. 2 No. 1 (2023): Januari 2023
Publisher : Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengaturan tentang hunian berimbang untuk menghindari terciptanya lingkungan perumahan dengan pengelompokan hunian yang dapat mendorong terjadinya kerawanan sosial. Selain itu, perlunya kesetiakawanan diantara berbagai kelompok masyarakat, sehingga dimungkinkan kelompok masyarakat mampu membantu masyarakat yang kurang mampu. Konsep hunian berimbang banyak disalahpahami sebagai hanya sekedar mengurangi backlog, padahal filosofi utamanya adalah menjaga keserasian sosial dalam masyarakat melalui hidup berdampingan diantara beragam strata sosial dalam satu lingkungan hunian. Dengan pertimbangan tidak berjalannya konsep hunian berimbang, pada akhirnya diubahlah pengaturan hunian berimbang yang diatur dalam UU Nomor 1/2011 tentang PKP dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang kemudian dicabut dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Adapun tujuan perubahan tersebut selain sebagai evaluasi terhadap pelaksana konsep hunian berimbang juga sebagai upaya mencari format baru pengaturan hunian berimbang yang ideal. Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi solusi yang efektif permasalahan hunian berimbang yang terjadi selama ini, dengan konversi dana maka dapat memberikan kemudahan bagi pelaku pembangunan tanpa menghilangkan esensi dari hunian berimbang itu sendiri.